UNESCO Desak Australia Selamatkan Great Barrier Reef dari Ancaman Pemutihan Massal Terumbu Karang

Great Barrier Reef "masih berada di bawah ancaman serius," terlepas dari upaya perbaikan kualitas air dan pembatasan penangkapan ikan dengan jaring insang.

oleh Putri Astrian Surahman diperbarui 30 Jun 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2024, 10:00 WIB
Great Barrier Reef Australia
Foto bawah air yang diambil pada 5 April 2024 memperlihatkan ahli biologi kelautan Anne Hoggett melakukan snorkeling untuk memeriksa dan mencatat karang memutih dan mati di sekitar Pulau Lizard di Great Barrier Reef, yang terletak 270 kilometer di utara kota Cairns, Australia. (David GREY/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - World Wide Fund for Nature-Australia merilis laporan pada Selasa, 25 Juni 2024, menunjukkan bahwa ekosistem Great Barrier Reef terancam setelah pemutihan massal terumbu karang tahun ini. Karang yang mengalami pemutihan parah di utara Queensland dilaporkan mati dan ditutupi lendir, serta ganggang cokelat. 

Mengutip WWF Australia, Jumat, 28 Juni 2024, Great Barrier Reef adalah wilayah di pesisir timur laut Australia yang memiliki koleksi terumbu karang terbesar di dunia. Tempat ini dihuni empat ratus jenis karang, 1,5 ribu spesies ikan, dan empat ribu varietas moluska.

Area ini juga merupakan rumah bagi spesies terancam punah, seperti dugong dan penyu hijau besar. Dikenal karena keanekaragaman hayatinya, terumbu karang di sini menarik sekitar dua juta pengunjung setiap tahunnya.

Kini, pihak berwenang melakukan penilaian terhadap skala kematian karang di sana. Beberapa ilmuwan khawatir, hal ini akan jadi peristiwa terburuk yang pernah tercatat. 

UNESCO memang memuji langkah Australia dalam memperbaiki kualitas air dan pembatasan penangkapan ikan dengan jaring insang. Namun, Badan PBB itu memperingatkan bahwa Great Barrier Reef Australia "masih berada di bawah ancaman serius."

Pihaknya mendesak negara tersebut segera mengambil tindakan guna melindungi sistem terumbu karang terbesar di dunia. "Tindakan mendesak dan berkelanjutan adalah prioritas utama," kata UNESCO dalam rancangan keputusan yang dirilis Senin, 24 Juni 2024.

Kematian karang yang tinggi dapat melemahkan "Nilai Universal Luar Biasa" yang dimiliki Great Barrier Reef. UNESCO merekomendasikan Komite Warisan Dunia menunda keputusan apakah akan menyatakan wilayah itu sebagai "warisan dunia dalam bahaya" hingga 2026. Komite itu akan mempertimbangkan saran tersebut ketika bertemu di New Delhi, India, bulan depan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pemerintah Australia Diminta Menginformasikan Perkembangan Terkini

The Great Barrier Reef (Australian Research Council of Excellence For Coral Reef Studies)
The Great Barrier Reef (Australian Research Council of Excellence For Coral Reef Studies)

Rancangan keputusan tersebut meminta Pemerintah Australia menginformasikan perkembangan terkini penerapan rekomendasi komite pada Februari 2025. Laporan perkembangan yang dimaksud termasuk dampak pemutihan karang tahun ini. 

"Video ini akan mengejutkan banyak warga Australia. Perubahan iklim menyebabkan ikon nasional kita mengalami pemutihan massal kelima yang belum pernah terjadi sebelumnya, hanya dalam delapan tahun," kata Kepala Kelautan World Wide Fund for Nature-Australia Richard Leck.

Ia menyambung, "Masih banyak lagi yang perlu dilakukan pemerintah kita untuk memberikan peluang bagi terumbu karang kita berjuang. Pemerintah Queensland baru-baru ini mengesahkan target emisi yang tinggi dan energi terbarukan. Sekarang saatnya bagi pemerintah federal untuk mengambil tindakan."

Menurut Leck, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese harus siap berkomitmen terhadap target pengurangan emisi federal setidaknya 90 persen di bawah tingkat tahun 2005 pada 2035 mendatang. Ini termasuk dengan berhenti menyetujui proyek bahan bakar fosil baru dan mendukung dorongan dunia membuat perjanjian global untuk menghapuskan semua bahan bakar fosil.


Pemerintah Australia Diminta Ambil Tindakan Tegas

Wisata Australia
Susunan terumbu karang di Great Barrier Reef, Australia. (dok. unsplash @hoelk)

Selain itu, Leck meminta Pemerintah Federal dan Queensland mengambil tindakan lebih tegas terhadap penebangan pohon di daerah tangkapan terumbu karang yang melepaskan karbon dan meningkatkan limpasan sedimen yang merusak.

"Kami menyerukan pada pemerintah Australia dan Queensland untuk mengakhiri deforestasi dan penebangan industri di daerah tangkapan terumbu karang pada 2030, dan menginvestasikan miliaran dolar untuk mendukung para penggembala dan petani menghutankan kembali zona tepi sungai dan lahan bernilai rendah yang telah dibuka," katanya.

Hampir 150 ribu hektare hutan dan lahan di sekitar terumbu karang telah ditebang seluruhnya oleh buldoser pada 2020 dan 2021. "Kita tidak bisa menyia-nyiakan satu menit pun untuk membangun perlindungan bagi Great Barrier Reef," sebut Leck.

"Itu sebabnya WWF percaya bahwa status Great Barrier Reef sebagai Warisan Dunia harus dipertimbangkan Komite Warisan Dunia pada 2025, bukan 2026, agar pemerintah Australia dan Queensland dapat menunjukkan bahwa mereka mengambil langkah-langkah mendesak yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini."


Dianggap Kemenangan Besar Australia

Ilustrasi Great Barrier Reef, Australia
Ilustrasi Great Barrier Reef, Australia. (dok. Pixabay.com/alicia3690)

Di sisi lain, mengutip DW, Menteri Lingkungan Hidup dan Air Australia Tanya Plibersek menyebut, keputusan UNESCO sebagai "kemenangan besar." "Kami bertindak mengatasi perubahan iklim, meningkatkan kualitas air setempat, melindungi kehidupan laut, menangani spesies invasif, dan menginvestasikan sejumlah besar uang ke dalam program terumbu karang," katanya dalam sebuah pernyataan pada Selasa, 25 Juni 2024.

Berbanding terbalik dengan Plibersek, kelompok lingkungan hidup Australia dan Dewan Iklim mengkritik sikap positif Plibersek terhadap peringatan UNESCO yang menyoroti peristiwa pemutihan terumbu karang yang berulang kali terjadi dan menyerukan penghentian penggunaan bahan bakar fosil.

"Setiap proyek batu bara dan gas menambah polusi iklim yang berbahaya ke atmosfer dan semakin membahayakan terumbu karang. Pemerintah harus membangun rencana energi bersih dengan juga berencana menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap," kata Ketua Eksekutif Dewan Iklim Amanda McKenzie.

Kelompok lingkungan hidup, seperti Greenpeace dan World Wide Fund for Nature, juga mendesak Australia lebih mengurangi emisi dan menghentikan proyek bahan bakar fosil baru.

Bahaya Sampah Plastik di Laut
Infografis bahaya sampah plastik di laut. (dok. TKN PSL)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya