Liputan6.com, Jakarta - Bila Indonesia saat ini sedang diramaikan isu gempa megathrust, Thailand sedang pusing menghadapi bencana banjir dan badai menyusul bencana alam yang terjadi baru-baru ini di utara negara itu dan tanah longsor yang mematikan di Phuket.
Presiden Asosiasi Wisatawan Phuket Thaneth Tantipiriyakij mendesak pemerintah untuk mengembangkan strategi jangka panjang yang komprehensif untuk mengelola efek banjir dan badai. Ia menilai betapa mendesaknya situasi itu setelah hujan lebat dan tanah longsor di Phuket mengakibatkan 13 orang tewas, termasuk setidaknya dua turis Rusia.
Baca Juga
"Tragedi ini seharusnya mendorong pemerintah untuk segera melaksanakan perencanaan infrastruktur jangka panjang di Phuket," kata Thaneth dikutip dari The Thaiger, Selasa (27/8/2024). Langkah-langkah yang diusulkan termasuk mencabut rencana yang memungkinkan pembangunan gedung-gedung tinggi dengan jangka waktu kemunduran yang lebih pendek, yang dapat membahayakan keselamatan.
Advertisement
Di Chiang Rai, Wakil Presiden Dewan Pariwisata, Pariyakorn Phungmalai, mencatat bahwa meskipun ketinggian banjir di beberapa daerah telah surut, banjir telah berdampak signifikan terhadap industri pariwisata lokal. Banjir yang melanda 10 kabupaten di provinsi tersebut merupakan yang terparah dalam beberapa tahun terakhir akibat curah hujan yang tinggi, katanya.
Chiang Rai yang terkenal dengan alam dan warisan budayanya, memiliki banyak atraksi seperti peternakan, kuil, taman, dan homestay yang tersebar di luar pusat kota. Bencana banjir yang terjadi baru-baru ini mengganggu akses ke berbagai lokasi wisata tersebut.
Â
Â
Dari Sistem Pengelolaan Air hingga Bentuk Ruang Perang
Pariyakorn menekankan bahwa penggundulan hutan dan praktik pertanian tebang-dan-bakar telah memperburuk situasi dengan berkurangnya jumlah pohon besar yang dapat menyerap dan memperlambat penyebaran air banjir. Dia menyerukan kepada pemerintah untuk membangun kembali sistem pengelolaan air di wilayah tersebut untuk mengatasi masalah ini.
Di Nan, Anggota Komite Dewan Pariwisata, Kalyakamon Soongswang, melaporkan bahwa otoritas negara bagian dan operator lokal telah memulai operasi pembersihan besar-besaran setelah banjir bandang minggu lalu. Kalyakamon yang juga Managing Director Wiang Kaew Hotel menyebutkan banyak hotel yang terpaksa membatalkan atau menunda pemesanan karena gangguan transportasi dalam kota.
Dia mendesak pemerintah untuk memprioritaskan pengerjaan proyek pengelolaan air untuk mencegah banjir besar di masa depan, merujuk pada situasi banjir terburuk yang pernah dihadapi wilayah tersebut sejak 2011. Di Sukhothai, Presiden Dewan Pariwisata Wiwat Tharawiwat meyakinkan bahwa hotel kota dan taman bersejarah tetap aman dari gelombang banjir. Namun, ia mencatat bahwa beberapa wisatawan telah membatalkan perjalanan mereka karena situasi di daerah pinggiran kota.
Ruang perang akan segera memberikan bantuan dan dukungan kepada mereka yang terkena dampak bencana alam tersebut, katanya. Menteri Pariwisata Sermsak Pongpanit mengumumkan pembentukan ruang perang pada Senin untuk membantu wisatawan dan operator pariwisata yang terdampak banjir di Utara dan tanah longsor di Phuket, lapor Bangkok Post.
Advertisement
Mitigasi Gempa Megathrust di Sektor Pariwisata
Sementara itu, Kepala Bidang Mitigasi Tsunami Samudra Hindia dan Pasifik BMKG Suci Anugerah menyatakan sekian banyak gempa besar yang terjadi di Indonesia menjadi buktinya, seperti gempa yang disusul tsunami di Banyuwangi pada 1994 dan tsunami Biak pada 1996. Namun, kesiapsiagaan yang dilakukan banyak pihak dalam mengantisipasi terjadinya gempa dan tsunami di Indonesia terbilang masih rendah.
Khususnya di sektor pariwisata, Ia menyebut masih banyak hotel atau pengelola wisata lainnya yang mengabaikan soal risiko bencana di tempat mereka beroperasi. Padahal, tahapan mitigasi dimulai dari assessment.
"Sangat baik sekali sekarang kita sudah mengenal apa itu megathrust. Dulu bahkan kita tidak tahu apa istilah tsunami, bahkan setelah kita mengalami tsunami Banyuwangi 1994 atau tsunami biak 1996," ujarnya dalam The Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta secara hybrid, Senin, 26 Agustus 2024.
Masih dalam rangkaian assessment atau penilaian, hotel dan pengelola kawasan wisata selanjutnya diminta untuk mengidentifikasi perkiraan jumlah wisatawan yang akan datang. Data itu penting untuk merancang rencana evakuasi seefektif dan seefisien mungkin ketika bencana benar datang.
Membangun Kesiapan Hotel dan Kawasan Wisata Hadapi Bencana
Langkah mitigasi berikutnya, kata Suci, adalah membangun kesiapan. Utamanya adalah menyiapkan rambu-rambu dan jalur evakuasi dengan baik. Tak ketinggalan adalah pemasangan peta evakuasi dan alarm untuk perintah evakuasi.Â
"Seringkali kita ke hotel, rambunya tidak jelas, kemudian jalur evakuasinya mungkin terhalang oleh banyak barang-barang, kemudian pintu darurat tidak mudah terbuka," urai Suci tentang sederet pengabaian persiapan evakuasi di hotel atau kawasan wisata lainnya.
Suci juga meminta hotel dan pengelola kawasan wisata lainnya untuk menyiapkan informasi kesiapsiagaan. Yang dimaksud adalah membuat materi-materi edukasi perihal risiko bencana gempa dan tsunami yang mudah dipahami para tamu.
Tak ketinggalan adalah selalu memberikan safety briefing sebelum memulai suatu pertemuan. Hal itu penting agar para tamu bisa memahami apa yang harus dilakukan dalam kondisi darurat. "Kemudian, pegawai hotel menjadi terlatih dengan sering melakukan sosialisasi, kemudian mengikuti training, dan bahkan melakukan simulasi secara rutin,"ujar Suci.
Kegiatan simulasi tidak selalu harus serius, tetapi juga bisa dirancang secara menyenangkan. Kegiatannya juga bisa memanfaatkan momentum hari-hari penting, seperti Hari Kesiapsiagaan Bencana pada 26 April atau World Tsunami Awareness Day pada 5 November.
Advertisement