Liputan6.com, Jakarta - Pameran seni kontemporer Ireland's Eye kembali lagi. Memasuki edisi ke-4 pada tahun ini, event tersebut kembali memastikan diri sebagai medium pemberi panggung pada karya-karya seniman baru Irlandia.
Seniman, sekaligus pengajar asal Irlandia, Mark Joyce, bertindak sebagai kurator Ireland's Eye 2025. Ia memilih enam seniman dinamis untuk mempertontonkan evolusi dan keanekaragaman seni rupa Irlandia. Kurasinya menawarkan sebuah pandangan tentang lanskap budaya modern Irlandia pada khalayak di Indonesia.
Duta Besar Irlandia untuk Indonesia, Padraig Francis, mengatakan saat membuka pameran di Jakarta, Senin, 17 Maret 2025, "Kami meluncurkannya pada Hari St. Patrick, hari nasional kami, hari yang dirayakan orang Irlandia dan teman-teman Irlandia di seluruh dunia. Ini adalah hari ketika orang-orang mengenakan sesuatu dengan sedikit warna hijau, jadi saya senang melihat banyak dari Anda mengenakan sedikit warna hijau di sini hari ini."
Advertisement
Ia menyambung, "Saya pikir, pameran ini akan jadi kesempatan bagi masyakarat Indonesia belajar tentang Irlandia, selain untuk belajar lebih banyak tentang apa yang menghubungkan kita, apa yang menghubungkan Irlandia dan Indonesia."
"Indonesia dan Irlandia memiliki tradisi artistik visual yang sangat kuat, tapi pada saat yang sama, karena kedua negara sangat berjauhan, kita tidak saling mengenal tradisi masing-masing sebagaimana mestinya. Jadi, saya harap, Anda menikmati ini, saya harap Anda mengambil pelajaran darinya, dan saya harap Anda akan melihat seperti apa seni modern di Irlandia saat ini," bebernya.
Diceritakan dengan Cara Berbeda
Founder ISA Art and Design Deborah Iskandar menyebut bahwa keenam seniman yang karyanya dipamerkan tahun ini adalah Isobel McCarthy, Olivia Normile, Mary Sullivan, Aaron Sunderland Carey, serta duo Electronic Sheep: Brenda Aherne dan Helen Delany.
"Seniman-seniman ini, seperti yang Anda lihat, bekerja dengan estetika yang sangat berbeda. Kami memiliki dua seniman video. Kedua seniman ini, yang (karyanya dipajang) di depan dan belakang, menggambarkan kehidupan di Irlandia dari sudut pandang homoris, dari sudut pandang lebih serius, serta menggunakan gaya dan teknik fotografi lama," ungkapnya di kesempatan yang sama.
"Jadi, seperti yang Anda lihat, masing-masing seniman menceritakan kehidupan di Irlandia dengan cara yang sangat berbeda," imbuhnya.
Ireland’s Eye 2025 menelusuri lanskap sosial dan budaya Irlandia kontemporer, memperlihatkan identitas yang saling bersinggungan membentuk topografi dinamis. Melalui karya-karya yang ditampilkan, pameran ini mengeksplorasi pertentangan antara tradisi dan modernitas, serta pengalaman hidup di Irlandia di masa kini, dari pulau-pulau terpencil di Atlantik hingga denyut energi kota Dublin.
Advertisement
Karya Para Seniman
Dengan narasi tentang migrasi, warisan leluhur, serta kompleksitas globalisasi, pameran ini menyoroti Irlandia bukan sebagai entitas yang statis, melainkan terus hidup, berkembang, serta dibentuk perubahan sosial dan lingkungan.
Sebagai sebuah bangsa yang muncul dari bayang-bayang kolonialisme, Irlandia telah melewati siklus pergolakan, ketahanan, dan penemuan kembali identitasnya. Luka yang ditinggalkan emigrasi paksa, kesulitan ekonomi, dan gejolak politik tetap terukir di lanskapnya bersama budaya yang kaya akan narasi, komunitas, dan ekspresi artistik.
Enam seniman dalam Ireland’s Eye 2025 menanggapi sejarah berlapis tersebut melalui beragam medium, mulai dari tekstil dan cetak grafis, hingga film, instalasi, dan gambar. Karya-karya mereka menelaah bagaimana masa lalu negara itu membentuk masa kininya, menghubungkan ingatan, materialitas, dan transformasi dalam era perubahan yang cepat.
Salah satunya ada Mary Sullivan yang menghadirkan sensibilitas sinematik dalam praktiknya, merangkai pola-pola kehidupan di wilayah pinggiran dengan subtil, tapi mendalam. Karya videonya, The Fine Line, merefleksikan keberadaan perempuan di pulau-pulau terpencil yang kerap tidak terlihat, tapi ternyata mengambil peran jadi tulang punggung komunitas mereka.
Pameran Berlangsung sampai Kapan?
Aktivitas memancing dengan tali pancing yang penuh ketelitian, kesabaran, dan repetisi jadi alegori kuat bagi gaya hidup yang kian tergerus, tapi tetap tertanam dalam kesadaran budaya. Karya Sullivan berbicara tentang sejarah panjang kerja perempuan di Irlandia, mulai dari generasi ibu, pekerja, sampai perawat yang kontribusinya jarang tercatat dalam sejarah resmi.
Kemudian, ada Electronic Sheep: Brenda Aherne dan Helen Delany, duo seniman multidisiplin yang berbasis di London dan Dublin. Karya mereka, yang dikembangkan bersama Kilburn in Motion, merefleksikan diaspora Irlandia di London, khususnya di daerah seperti Kilburn, yang secara historis jadi rumah bagi generasi pekerja Irlandia.
Keterlibatan mereka dengan tema keadilan sosial, termasuk imigrasi dan integrasi, menempatkan praktik seni mereka dalam diskursus yang lebih luas tentang pengungsian, tenaga kerja, dan konstruksi identitas diaspora. Karya-karya mereka berfungsi sebagai permadani kontemporer yang melapisi sejarah personal dengan isu-isu sosial dan politik yang lebih luas.
Ireland’s Eye 2025, yang diinisiasi ISA Art and Design, bekerja bersama Kedutaan BesarIrlandia untuk Indonesia dan PT Jakarta Land, bisa dinikmati secara gratis di lobi World Trade Centre 2 di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Pameran ini berlangsung pada 17 Maret hingga 11 April 2025, dan buka setiap hari pukul 09.00 hingga 18.00 WIB.
Advertisement
