Jadi Tersangka Videotron, Putra Menkop UKM Dicecar 33 Pertanyaan

Riefan yang diperiksa sejak pukul 08.30 WIB dan selesai pukul 16.50 WIB itu buru-buru masuk ke mobilnya.

oleh Edward Panggabean diperbarui 21 Mei 2014, 19:32 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2014, 19:32 WIB
Terdakwa `Direktur Utama` Ingin Anak Menkop UKM Jadi Tersangka
Riefan Avrian, putra Menkop UKM Syarief Hasan itu disebut-sebut yang mengangkat Hendra Saputra menjadi Dirut PT Imaji Media.

Liputan6.com, Jakarta - Putra Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan, Riefan Avrian selesai diperiksa jaksa penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan videotron di Kemenkop UKM tahun anggaran 2012 senilai Rp 23 miliar.

"Tanya pengacara saja," singkat Riefan usai pemeriksaan di Kantor Kejati DKI Jakarta, Rabu (21/5/2014).

Riefan yang diperiksa sejak pukul 08.30 WIB dan selesai pukul 16.50 WIB itu buru-buru masuk ke mobilnya. Begitu juga kuasa hukum yang mendampingi Riefan enggan memberikan keterangan.

Pemeriksaan kali pertama sejak statusnya sebagai tersangka, sang bos PT Rifuel itu dicecar oleh jaksa penyidik 33 pertanyaan.

"Pertanyaan yang kami ajukan 33 pertanyaan dijawab sama dia. Dari pertanyaan yang diajukan dijawab semua," ucap Kepala Kajati DKI Jakarta Adi Toegarisman.

Namun Adi merahasiakan substansi pemeriksaan tentang kasus yang menyeret Riefan. "Tidak bisa saya jawab seperti itu. Termasuk dalam substansi," elak Adi.

Terkait tidak ditahannya tersangka Riefan, juru bicara Kejati DKI Jakarta Waluyo mengatakan, penahanan itu tergantung dari hasil pemeriksaan oleh penyidik.

"Jangan mendahului pemeriksaan, kan masih diperiksa (lagi ke depannya)," ucap Waluyo ketika ditanya akankah Riefan hari ini ditahan.

Rievan ditetapkan sebagai tersangka sejak Jumat 16 Mei, setelah jaksa mengembangkan dan menganalisis persidangan terdakwa Hendra Saputra, anak buahnya yang diangkat menjadi bos PT Imaji Media, padahal statusnya seorang office boy.

Kasus ini terungkap setelah BPK melakukan pemeriksaan pada Februari-Mei 2013. Dalam auditnya, BPK menemukan kelebihan pembayaran yang tidak sesuai spesifikasi teknis sebesar Rp 2,695 miliar. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kasus ini diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.780.298.943. (Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya