Sidang Pelecehan Seks di JIS, Jaksa Tanggapi Eksepsi Terdakwa

5 Terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual terhadap murid TK Jakarta International School (JIS) kembali digelar di PN Jakarta Selatan.

oleh Edward Panggabean diperbarui 10 Sep 2014, 10:44 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2014, 10:44 WIB
Wajah Tegang Tersangka Pencabulan JIS Saat Akan Disidang
Para tersangka ini terlihat tegang saat menjalani sidang perdana mereka terkait kasus pelecehan seksual siswa JIS, Jakarta, Rabu (27/8/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - 5 Terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual terhadap murid TK Jakarta International School (JIS) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (10/9/2014). Sidang beragenda tanggapan jaksa penutut atas eksepsi yang telah dibacakan kubu para terdakwa.

"Tanggapan Penuntut Umum terhadap eksepsi terdakwa," kata Patra M Zen mewakili pengacara para terdakwa.

Patra M Zen selaku kuasa hukum terdakwa Agun Iskandar dan Virgiawan Amin menyampaikan bahwa keberatan yang akan disampaikan memuat kronologis penangkapan para terdakwa dan penyiksaan yang dialami selama penyidikan berdasarkan keterangan terdakwa.

"Virgiawan Amin menyampaikan bahwa sejak sore hari tanggal 3 April 2014 siksaan demi siksaan dialami terdakwa. Terdakwa dipaksa untuk mengaku dan mengarang peristiwa yang tidak dialaminya sampai keesokan hari, jam 3.00 WIB dini hari tanggal 4 April 2014," jelas Patra.

Dari pengakuan Virgiawan, karena sudah tidak tahan siksaan, mereka pun terpaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Peristiwa penyiksaan ini juga dialami oleh terdakwa yang lain, kecuali Afrischa karena sejak awal sudah didampingi pengacara yang ditunjuknya.

Sebelumnya Agun Iskandar, Virgiawan Amin alias Amin, Syahrial, Zainal Abidin dalam persidangan perdana, pembacaan Dakwaan 27 Agustus lalu telah mencabut semua keterangan dalam BAP baik selaku saksi maupun selaku tersangka.

Selain kronologis penangkapan dan penyiksaan yang dilakukan penyidik. Eksepsi juga memuat keberatan terhadap uraian Penuntut Umum dalam dakwaan, terutama terkait dengan bukti medis yang dijadikan dasar untuk mendakwa para terdakwa.

"Dugaan kekerasaan, penyiksaan, dan perbuatan keji seperti yang diceritakan para terdakwa semestinya ditindaklanjuti oleh Tim Pencari Fakta dari Kepolisian, DPR, Kompolnas dan instansi terkait lainya. Ini tidak bisa didiamkan," papar Patra.

Hasil Visum

Di dalam surat dakwaan jaksa, kata Patra, Penuntut mendakwa kliennya berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi dan Visum Et Repertum Nomor: 183/IV/PKT/03/2014, tanggal 25 Maret 2014 atas nama anak korban, yang ditandatangani dokter Oktavinda Safitry. Hasilnya terhadap korban tidak ditemukan luka-luka pada lubang pelepas.

"Ini yang disebut uraian dakwaan jaksa kabur, bagaimana mungkin seorang anak yang katanya telah disodomi sebanyak 13 kali, tidak ada bekas luka sedikit pun," tanya Patra.

Dijelaskan Patra, tim penasihat hukum pun ikut memeriksa secara teliti hasil visum et repertum tanggal 21 April 2014 atas nama anak korban AK dari RS Pondok Indah yang ditandatangani Dokter Lutfi Syafii. Serta hasil pemeriksaan darah dari Laboratorium SOS Medika Klinik yang dibuat dokter Narrain Punjabi.

"Dari hasil visum dan pemeriksaan medis yang ada dalam berkas perkara, secara jelas dapat disimpulkan anak yang dinyakatan korban dalam perkara ini tidak tidak menderita penyakit seksual menular (Sexually Transmitted Diseases-STD)," ungkapnya.

Lanjut dia, jika benar para terdakwa katanya menderita herpes, sudah pasti anak yang menjadi korban sodomi akan tertular dan terjangkit penyakit seksual menular atau STD. Namun, nyatanya dari hasil visum dan juga pemberiksaan medis, tidak ada hasil yang menunjukkan si anak menderita STD.

Sidang yang berlangsung bergantian dan digelar secara tertutup itu dipimpin majelis hakim yang berbeda-beda. Ada 5 majelis hakim disiapkan untuk menyidangkan para terdakwa yakni Hakim Achmad Yunus, hakim Nelson Sianturi, hakim Handrik Anik, hakim Usman, dan hakim Yanto.

Dalam dakwaan jaksa, para terdakwa yakni Agun, Awan, Syarial, Zainal dan Icha dikenakan Pasal 82 UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Mereka pun terancam hukuman pidana 15 tahun penjara.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya