KPK Periksa Saksi Kasus Korupsi Haji, ESDM, dan E-KTP

Penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi-saksi kasus korupsi haji, anggaran Kementerian ESDM, dan proyek e-KTP.

oleh Oscar Ferri diperbarui 30 Okt 2014, 12:28 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2014, 12:28 WIB
SDA

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Agama Muhammad Arief Fatullah dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013. Arief diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Suryadharma Ali (SDA).

"Yang bersangkutan jadi saksi untuk tersangka SDA," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (30/10/2014).

Arief sudah beberapa kali diperiksa KPK dalam kasus ini. Ditengarai kuat ia mengetahui banyak kasus yang menjerat SDA itu.

Dalam penyelenggaraan ibadah haji yang menelan anggaran sampai Rp 1 triliun itu, SDA selaku Menteri Agama diduga telah menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Modus penyalahgunaan wewenang itu antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji milik masyarakat untuk membayari keluarga dan koleganya serta pejabat dan tokoh nasional untuk pergi naik haji. Selain keluarga SDA sendiri, di antara yang ikut diongkosi naik haji itu adalah para istri pejabat-pejabat Kemenag.

Di sisi lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengeluarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) terkait kasus ini. PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan yang memperlihatkan SDA mengajak 33 orang berangkat naik haji pada 2012 lalu.

Oleh KPK, SDA dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHP.

Korupsi Anggaran Kementerian ESDM

Penyidik KPK juga akan memeriksa Dwi Hardhono, Kepala Bagian Akuntansi Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dwi diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran Kesetjenan di Kementerian ESDM berupa dana Sosialisasi, Sepeda Sehat, dan Perawatan Gedung Kantor Sekretariat‎.

Dwi akan dimintai keterangannya sebagai saksi untuk tersangka mantan ‎Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno. "Yang bersangkutan jadi saksi tersangka WK," ucap Priharsa.

Waryono disangkakan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Menurut KPK, Waryono diduga melakukan penyalahgunaan wewenang terkait penggunaan anggaran di Kesetjenan ESDM pada tahun 2012 sebesar Rp 25 miliar yang terdiri atas sejumlah pengadaan barang dan jasa. Dia ditengarai merugikan keuangan negara sebesar Rp 9,8 miliar.

Sebelumnya Waryono juga sudah menyandang status tersangka KPK dalam kasus dugaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Kementerian ESDM.

Korupsi Proyek E-KTP

Hari ini penyidik KPK juga memeriksa tenaga pengajar Institut Teknologi Bandung (ITB) Syaeful Akbar terkait kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri. Syaeful diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pejabat pembuat komitmen, Sugiharto.

"Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka S," ujar Priharsa Nugraha.

Bersamaan dengan itu, penyidik juga memeriksa seorang karyawan Benny Akhir. Dia juga diperiksa sebagai saksi untuk Sugiharto.

Pada kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri tahun anggaran 2011-2012, KPK telah menetapkan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka.

Dia diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ke-1 jo Pasal 64 ke-1 KUHP. (Sss)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya