Bentrok TNI-Polri: Menunggu Sentuhan Jokowi

Kontak tembak antara personel TNI dengan polisi pecah di Mako Brimob Kepri. Jokowi minta dicarikan solusi permanen atas konflik itu.

oleh Rinaldo diperbarui 21 Nov 2014, 00:09 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2014, 00:09 WIB
Ilustrasi TNI dan POLISI
Ilustrasi TNI dan POLISI

Liputan6.com, Jakarta - Niat baik kadang tak selalu berbuah baik. Alih-alih ingin mendamaikan satuan TNI dan Polri yang tengah berseteru, Wakil Gubernur Kepulauan Riau Soerya Respationo justru terjebak di tengah-tengah kontak tembak di Markas Komando Brimob Polda Kepri.

Itulah yang terjadi sepanjang sore hingga malam, Rabu 19 November 2014, di Mako Brimob Kepri yang terletak di Tembesi, Kota Batam. Suasana digambarkan sangat mencekam, karena tidak diketahui asal berondongan senjata tersebut.

"Ya, Pak Wagub masih di dalam Mako, sementara tembak-menembak masih berlangsung di sini," kata staf Humas Pemprov Kepri Patrick Nababan yang ikut menemani Wagub dalam kunjungannya ke Mako Brimob, Rabu malam.

Patrick mengatakan Soeryo dalam kondisi aman, meski ikut tiarap bersama aparat kepolisian di lorong dalam Mako Brimob Kepri. Ia bercerita, tembakan berasal dari atas bukit di belakang Mako Brimob, namun tidak diketahui siapa yang [melakukan penembakan]( 2136642 "").

Tidak hanya Wagub Kepri dan pejabat lainnya yang terjebak di Mako Brimob Kepri, sejumlah jurnalis juga berjibaku menyelamatkan diri.

"Sekitar pukul 17.00 WIB telah terdengar suara tembakan, saya langsung tiarap di bawah pohon depan Mako Brimob. Hingga pukul 19.00 WIB masih terdengar suara tembakan," ujar fotografer salah satu media nasional, Joko Sulistyo.

Joko mengatakan, masyarakat yang melintas umumnya berkendaraan roda empat sehingga tidak terlalu mendengar suara tembakan. "Saya sangat terkejut sampai bertiarap. Ada juga beberapa rekan wartawan lain dengan saya, akhirnya kami lari berlindung di Lapas Batam yang bersebelahan dengan Mako Brimob," ungkap Joko.

Menurut dia, ada 4 wartawan media lokal yang terjebak dalam Mako Brimob karena mereka masih bersama Wagub Kepri Soerya Respationo.

"Mereka masih di ruang Kasat Brimob dijaga banyak anggota yang bersenjata. Kata mereka lampu di Mako Brimob sengaja dimatikan dan Wagub Kepri masih di sana. Saya masih berteleponan dengan rekan media yang di dalam," ungkap Joko.

Dia saat itu sedang berada di halaman Mako Brimob untuk meliput pembicaraan perdamaian yang difasilitasi Wagub Soerya antara Brimob Polda Kepri dengan Yonif 134 Tuah Sakti TNI AD. Ada oknum dari 2 instansi keamanan ini yang terlibat keributan hingga pengrusakan gedung Mako Brimob pada Rabu pagi.

"Lapas bersebelahan dengan Mako Brimob. Lampu di halaman lapas padam sedangkan di ruangan lampu seadanya saja dihidupkan. Di sini juga mencekam karena banyak suara di luar pagar yang kami dengar berteriak-teriak dan kemudian berondongan [suara senapan mesin]( 2136659 "")," kata Joko.

Kunjungan Soerya di Mako Brimob Polda Kepri sebenarnya untuk melihat perusakan di markas itu pada Rabu pagi. Selain itu Soerya juga ingin mendamaikan hubungan antara Brimob Polda Kepri dengan Yonif 134 Tuah Sakti TNI AD, yang sempat terlibat keributan.

Menurut Soerya, pertikaian yang terjadi antara Brimob dengan Yonif 134 Tuah Sakti akibat kurangnya komunikasi di antara 2 institusi itu. Keberadaan pos bersama diharapkan dapat menjadi jembatan hubungan yang baik antara dua aparat keamanan.

"Masalah ini karena masing-masing korps tidak saling kenal. Seperti pepatah, tidak kenal maka tidak sayang," kata dia.

Soerya akhirnya dievakuasi ke luar dari Mako Brimob Polda Kepri, setelah sebelumnya gedung itu diberondong tembakan dari berbagai arah.

Soerya keluar dari Mako Brimob dengan menumpang kendaraan Barracuda. Sumber dari pihak internal Pemerintah Provinsi Kepri mengatakan Wakil Gubernur dibawa ke tempat yang aman.

Sebelumnya, Soerya menolak untuk ke luar dari Mako Brimob, meski gedung itu ditembaki orang tidak dikenal. [Ia bersikeras bertahan]( 2136664 "") di gedung itu sampai Pangdam Bukit Barisan datang.

Kontak tembak yang baru berakhir jelang tengah malam itu akhirnya memakan korban. Satu unit ambulans mengantar korban ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah. Belum diketahui bagaimana kondisi korban.

Di bagian Unit Gawat Darurat RSUD Embung Fatimah, korban penembakan yang diperkirakan berjumlah 1 orang itu dijaga ketat 4 aparat berpakaian preman dan 2 orang berpakaian loreng.

"Wartawan jangan coba-coba masuk," bentak seorang petugas berpakaian loreng yang membawa senapan laras panjang di depan UGD, Rabu malam

Sementara itu ambulans yang membawa korban tembakan masih berada di depan UGD. Ambulans tersebut berasal dari Yonif 134 Tuah Sakti TNI AD.

Korban yang belakangan diketahui bernama JK Marpaung, anggota Yonif 134 Tuah Sakti, akhirnya tewas Kamis (20/11/2014) dini hari. Anggota TNI AD berpangkat prajurit kepala itu tertembak di bagian dada. Korban sempat mendapatkan perawatan, namun nyawanya tak tertolong akibat luka yang serius.

Kabar ini pun segera sampai ke telinga Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Jokowi pun langsung memerintahkan pimpinan Polri dan TNI untuk mengendalikan situasi.

"Pak Jokowi meminta untuk terus memantau situasi sampai kembali kondusif," kata Menteri Koordinator Bidan Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno, Kamis pagi.

Menurut Tedjo, perkembangan bentrok antara Brimob dan TNI di Batam sudah ia laporkan kepada Jokowi. "Semalam kami monitor. Lewat tengah malam saya cek situasi terakhir di Batam, lalu pukul 01.30 dini hari tadi saya laporkan ke beliau. Saya pastikan situasi sudah bisa dikendalikan," kata Tedjo.

Tidak hanya itu, Jokowi juga memerintahkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Gatot Nurmantyo ke lokasi bentrokan. Menurut Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Jokowi juga sudah meminta kepada Menko Polhukam untuk mencarikan solusi agar peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi.

"Presiden langsung memerintahkan beberapa langkah konkret Menko Polhukam, lalu memerintahkan KSAD untuk segera ke Batam didampingi Pangdam," ujar Andi Widjajanto di Kantor Kepresidenan, Jakarta.

"KSAD sudah di sana, Pangdam sudah di sana, Kapolri akan hadir hari ini. Presiden meminta solusi permanennya seperti apa," sambung Andi.

Semua elemen pemerintah yang terkait dengan bentrok tersebut saat ini terang Andi juga sedang terus mencari solusi. Khususnya mengenai potensi yang menyebabkan begitu mudah aparat tersulut emosinya.

"Ini lagi menunggu cek di lapangan. Apa yang terjadi? Kenapa para prajurit TNI-Polri mudah untuk panas, dan diminta data lapangan," kata Andi.

Selain itu, pemerintah juga akan meneliti mengenai solusi yang selama ini dilakukan untuk mengindari kejadian serupa. "Apakah solusi yang selama ini diterapkan bersifat sekadar tapi belum masuk akar masalah. Presiden melalui Menko Polhukam betul-betul meminta dicari solusi permanen," pungkas Andi.

Dari informasi yang kemudian berkembang, diketahui kalau penyebab dari bentrokan tersebut hanya karena saling tatap. Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayjen Fuad Basya membeberkan kronologi pecahnya konflik lanjutan 2 institusi itu.

"Empat anggota kami (TNI) sedang ngopi di warung. Kemudian melintas beberapa anggota Brimob. Di situ terjadi saling tatap," ungkap Fuad.

Dari saling tatap di Jalan Trans Barelang, Kecamatan Sagulum itulah, lanjut Fuad, tanpa alasan jelas terjadi adu mulut di antara kedua pihak. Meski situasi sempat mereda, anggota Yonif dan personel Brimob itu malah memanggil rekan-rekannya.

Baku tembak pun tak terhindarkan sejak sore hingga malam hari. Akibat bentrokan itu, kaca barak Teratai Satuan Brimob Polda Kepulauan Riau pecah berantakan. Beberapa sepeda motor rusak akibat terkena tendangan dan 1 anggota TNI tewas.

Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memastikan tentara yang terbukti melakukan pelanggaran dalam bentrok antara anggota TNI Yonif 134/Tuah Sakti dan Brimob Polda Kepri di Batam pada Rabu 19 November 2014 akan mendapat sanksi.

"Saya yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Yang melanggar pasti akan kena sanksi tegas. Kami tidak ingin TNI AD tercoreng oleh ulah anggotanya sendiri," kata dia saat menyampaikan keterangan pers di Markas Polda Kepri usai melakukan pertemuan tertutup dengan Kepala Polri Jenderal Sutarman, Kamis siang.

Ia menjelaskan, TNI akan melakukan investigasi internal untuk mengungkap penyebab bentrok dan penembakan di Markas Komando Brigade Mobil (Brimob) Polda Kepulauan Riau. Gatot menegaskan anggota TNI dibekali senjata bukan untuk menembak petugas lain, namun untuk mempertahankan negara dari serangan musuh.

"Kalian dilengkapi dengan senjata untuk musuh negara. Bukan siapa-siapa. Yang melanggar pasti akan kena sanksi hukum hingga pemecatan," kata Gatot.

Saat ini, kata dia, semua senjata anggota Yonif 134 sudah ditarik dan diamankan. Pengamanan juga dilakukan di Markas Yonif 134 Tuah Sakti oleh Polisi Militer Angkatan Darat dan satuan lain diluar Yonif 134.

"Semua sudah dikumpulkan. Ada 3 senjata yang belum dikembalikan ke markas. Namun pagi tadi semua sudah lengkap. Kami tegaskan jika tidak dikembalikan dianggap [pencurian senjata]( 2136999 "")," kata dia.

Demikian pula dengan Polri, kendati belum mendapat informasi lengkap terkait bentrok tersebut, Polri akan menindak anggota Brimob yang terlibat.

Kadiv Humas Polri Irjen Ronny Franky Sompie mengatakan, internal Polri menerapkan 3 kategori pelanggaran, yakni pelanggaran disiplin, kode etik profesi, dan pidana. Dari pelanggaran tersebut penanganan berbeda-beda.

"Kalau pidana ditangani reserse, kalau disiplin dan kode etik oleh Propam. Jelas ada tindakan tegas," tegas Ronny di Mabes Polri, Jakarta.

Namun Ronny menegaskan, pihaknya mernyerahkan sepenuhnya kepada Polda Kepri dalam kasus ini. "Karena anggota mereka memang ada di sana. Mabes Polri memberikan backup dan pengawasan. Kalau tak dilaksanakan, maka pengawasan ini dilakukan secara berjenjang ke bawah," kata dia.

Terkait langkah pemerintah selanjutnya, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, pemerintah akan menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam bentrokan. Tidak tanggung-tanggung, sanksi yang akan diberikan pada 2 kelompok tersebut bisa berujung pada pemecatan.

"Pasti, bisa hukuman administrasi, pemindahan yang bersangkutan atau yang paling berat dipecat kalau itu memang betul-betul inkoordinasi, tidak mengindahkan perintah atasan," ujar Tedjo di Kantor Kepresidenan, Jakarta.

Tak hanya memberikan sanksi, Presiden Jokowi, ungkap Tedjo, juga menginstruksikan agar mengedepankan perdamaian kedua belah pihak sebelum memberikan sanksi. "Beliau (Jokowi) perintahkan untuk segera didamaikan. Untuk pelakunya dikenai tindakan disiplin, ada hukuman dari kedua belah pihak," kata Tedjo.

Menurut dia, pemerintah tidak akan kesulitan menyelidiki orang-orang yang terlibat dalam bentrokan itu. "Ada teknik untuk mengetahui. Mereka kan apel, yang tidak apel kan nanti ketahuan," imbuh Tedjo.

Kalangan wakil rakyat turut menyampaikan penyesalan. Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahwa mengaku prihatin atas bentrok yang terjadi.  Tantowi menilai, bentrok itu terjadi karena kurangnya kewibawaan yang dimiliki pimpinan TNI dan Polri di mata para prajurit atau anggota mereka.

"Kejadian yang berulang ini menunjukkan Kewibawaan pimpinan di kedua institusi tersebut lemah di mata prajuritnya," kata Tantowi saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Politisi Partai Golkar itu juga meminta agar Menko Polhukam Tedjo Edy Purdijatno untuk bisa menyelesaikan kasus ini [sampai ke akar permasalahan]( 2136934 ""). "Menjadi tugas utama dan pertama Menko Polhukam saat ini untuk menyelesaikan akar persoalan sesungguhnya," harap dia.

Mengingat kasus bentrok antara satuan-satuan di tubuh TNI-Polri terus terjadi, kini saatnya publik menunggu sentuhan langsung Presiden Jokowi untuk menghapus konflik yang ada.

Ini memang ditunggu, karena konflik yang sama tak pernah tuntas sampai ke akar, melainkan hanya di permukaan untuk kemudian kembali meledak di lain waktu dan lokasi berbeda.

Saat ini, dengan pemerintahan yang baru terbentuk, mestinya akan ada pendekatan baru dari pemerintah untuk menyelesaikan perseteruan di antara personel tingkat akar rumput kedua institusi.

Pemerintah harus berkaca pada cara-cara lama yang terbukti gagal dan harus memulai memikirkan formula baru yang dapat mencegah munculnya kembali bibit-bibit permusuhan itu. Kita tunggu, apakah 'sentuhan' Jokowi bisa membuat perbedaan? (Ado)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya