Intoleransi Agama Meningkat, Komnas HAM Minta Pemerintah Tegas

Komnas HAM mencatat intoleransi agama di Indonesia meningkat 30% dibandingkan tahun lalu.

oleh Audrey Santoso diperbarui 08 Apr 2015, 03:08 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2015, 03:08 WIB
Komnas HAM
(Liputan6.com/ Edward Panggabean)

Liputan6.com, Jakarta - Komnas HAM mencatat intoleransi agama di Indonesia meningkat 30% dibandingkan tahun lalu. Pernyataan itu didasari penghitungan jumlah laporan tentang diskriminasi atau perilaku tidak menyenangkan yang diadukan masyarakat, baik perorangan maupun kelompok ke pihaknya.

Salah satu faktor pemicu intoleransi, menurut Komnas HAM, adalah karena pemerintah tidak menganggap isu agama adalah hal yang harus diperbaharui kajiannya. DPR selaku badan legistalif pun tak mengindahkan saran Komnas HAM, untuk menyusun draf rancangan undang-undang kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) dalam Progarm Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.

"Berdasarkan data pengaduan meningkat. Lihat saja di laporannya. Sekitar 30% dibanding tahun lalu. Tak ada komitmen Pemerintah, contohnya RUU itu (KBB) nggak masuk Prolegnas," kata Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Jayadi Damanik di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (7/4/2015).

Jayadi mencontohkan, Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Ahmadiyyah yang disalahtafsirkan banyak kalangan sebagai pelarangan menganut aliran tersebut. Padahal dalam SKB, jelas tertulis, yang dilarang adalah penyebaran pahamnya.

"Yang dilarang syiar, mereka kan nggak pernah syiar," sambung Jayadi.

Jayadi memaparkan, dalam Undang-undang Pasal 9 ayat 2 Nomor 9 Tahun 1998 mengatur larangan rumah ibadah dijadikan sasaran demonstrasi massa. Berikut bunyinya; Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dilaksanakan ditempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali (a) di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah,instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api,terminal angkutan darat (b) objek-objek vital nasional (c) pada hari besar nasional. Namun pada kenyataannya, tutur Jayadi, aparat penegak hukum hadir bukan untuk membubarkan, hanya sekedar melaksanakan tugas pengamanan dengan berjaga-jaga dan membiarkan demonstrasi terus terjadi.

"Contohnya, undang-undang penyampaian pendapat di muka umum, rumah ibadah, tidak boleh ada orang demo di sana. Perintahkan Kapolri untuk tindak tegas agar jangan berlarut-larut. Satu pihak dibiarkan menyerang rumah ibadah lain," tegas Jayadi. (Rmn)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya