Liputan6.com, Jakarta - Ahok tidak sudi meminta maaf kepada DPRD DKI Jakarta meskipun dia kini terancam bakal menghadapi hak menyatakan pendapat (HMP) dari anggota dewan. Menurut dia, seharusnya dewanlah yang meminta maaf karena sudah 'mencuri' uang rakyat melalui pokok pikiran pada APBD 2014.
"Ngapain minta maaf? Yang harus minta maaf itu yang crop-crop (potong-potong) duit masukin Rp 40 triliun yang beli USB fungsi UPS (uniterruptible power supply) itu harus minta maaf sama warga DKI," ucap Gubernur DKI Jakarta bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama itu di Balaikota, Jakarta, Rabu (8/4/2015).
Ahok menyatakan, jika penggunaan 'bahasa toilet' yang dipermasalahkan, maka dia sudah meminta maaf. Dia mengaku melakukan itu lantaran saat di Belitung, 'bahasa toilet' sudah biasa dilontarkan untuk orang-orang yang dianggap berbuat kurang ajar.
Panitia Khusus Hak Angket DPRD menyatakan Ahok melanggar hukum karena menyerahkan RAPBD 2015 yang bukan hasil pembahasan bersama DPRD DKI. Ahok juga dinilai melanggar etika dan norma yang seharusnya dijaga oleh kepala daerah. Pansus meminta pimpinan dewan menindaklanjuti hasil temuan itu. Tindak lanjut berupa HMP yang bisa berujung pelengseran.
Baca Juga
"Ya aku menolak untuk minta maaflah. Salah di mana? Mereka juga harus minta maaf dong ngajuin Rp 12,1 triliun. Nanti kalau sudah DPRD benar polisi tangkap, baru minta maaf deh lo," cetus mantan Bupati Belitung Timur itu.
Advertisement
Ahok juga menantang DPRD DKI Jakarta untuk memberlakukan HMP. Hal ini lantaran para anggota dewan sudah terlanjur menggunakan hak angket. Ahok membiarkan Mahkamah Agung (MA) yang memutuskan akan memecat atau tidak setelah menerima bukti-bukti oleh dewan.
"Solusi cuma ada satu, Anda terusin HMP atau tidak sama sekali. Kalau Anda tidak, Anda malu membuat angket. Makanya saya sarankan DPRD, Anda malu, nggak usah suruh saya minta maaf, teruskan saja hak menyatakan pendapat," ujar dia.
"Kalau memang dibuktikan, tahu-tahu MA juga tidak tahu gimana pikirannya nyatakan saya salah, dipecat ya sudah. Pecatnya kan 2016," pungkas Ahok. (Ndy/Sss)