Jokowi Pimpin Sidang KAA Bersama Presiden 'Nyentrik' Zimbabwe

Mugabe saat ini tengah menjabat sebagai Ketua Organisasi Negara-Negara Afrika Uni Afrika.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 22 Apr 2015, 11:09 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2015, 11:09 WIB
Pertemuan Asian-African Business Summit di JCC
Presiden Jokowi (kedua kiri), Mendag Rachmad Gobel (kedua kanan) beserta delegasi berfoto sebelum pembukaan Asian-African-Business Summit yang merupakan rangkaian peringatan Konferensi Asia Afrika di JCC, Selasa (21/4). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang awal para pemimpin Asia-Afrika resmi dibuka Presiden Joko Widodo. Dia tidak sendiri dalam memimpin sidang di Konferensi Asia-Afrika ke-60 tersebut.

Presiden yang akrab disapa Jokowi itu ditemani Presiden Zimbabwe Robert Mugabe. "Sesi pertama, Presiden Zimbabwe Mugabe memimpin sidang bersama saya," kata Jokowi di ruang sidang Gedung Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Selasa (22/4/2015).

Mugabe saat ini tengah menjabat sebagai Ketua Organisasi Negara-Negara Afrika Uni Afrika. Pria berumur 91 tahun ini dikenal karena ulahnya yang nyentrik.

Yang paling terbaru adalah saat dia merayakan ulang tahun ke-91. Ribuan orang disuguhi pesta mewah di Victoria Falls, Zimbabwe.

Foto: The Richest

Suguhan dalam acara ini sangat mengejutkan. 8 kue raksasa dan sajian daging termasuk gajah dan kerbau. Saking besarnya, beberapa kue bahkan hanya bisa diangkat lebih dari satu orang.

Salah satu kue yang dipajang mirip Mugabe berkacamata, sementara yang lain berbentuk Zimbabwe, lapangan sepakbola dengan bola di jaring, tertulis Bhora Mugedhi dan dihias bendera Zimbabwe.

Pria bernama lengkap Robert Gabriel Mugabe yang lahir pada 21 Februari 1924 menjabat sebagai kepala pemerintahan Zimbabwe sejak 1980, ketika menduduki jabatan sebagai perdana menteri pertama. Sementara jabatan presidennya dimulai pada 31 Desember 1987.

Sejak menjabat presiden, Mugabe menghapuskan jatah 20 kursi di parlemen dan 10 kursi Senat bagi wakil masyarakat kulit putih. Dua bulan sebelumnya, Oktober 1987, parlemen Zimbabwe memutuskan mengubah konstitusi yang semula sistem parlementer menjadi presidensiil. Jabatan presiden tidak lagi bersifat seremonial, tetapi diperkuat menjadi pemegang kekuasaan eksekutif.

Kekuasaan Mugabe berlanjut meski bukan tanpa kontroversi. Pemilu pada tahun 2000 juga dimenangkannya memicu protes dunia internasional. Komunitas internasional seperti Amerika Serikat, Inggris, Eropa, Australia, Selandia Baru, dan Uni Afrika mengecam keras intimidasi terhadap kalangan oposisi menjelang pemilu.

Ketika itu Mugabe melawan Morgan Tsvangirai yang menjadi calon oposisi. Tsvangirai memperoleh suara 1.185.793 (41%), sementara Mugabe meraih 1.637.642 (56%) suara. Kemenangan Mugabe kali itu berujung pada pencekalan dirinya yang tak diperkenankan bepergian ke Eropa.

Pada 2002-2003, Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap Zimbabwe, yakni pembatasan finansial dan visa terhadap beberapa pejabat pemerintah, larangan pengiriman peralatan militer,  dan penangguhan bantuan non-kemanusiaan.

Atas tindakan itu, Amerika Serikat kembali mempertimbangkan untuk sanksi baru terhadap pemerintah Zimbabwe.

Sementara Australia mendesak agar negara-negara Afrika mendukung sanksi yang lebih berat, dan menuding Afrika Selatan kurang menindak Mugabe. Atas dasar itulah, Australia mendorong Dewan Hak Asasi Manusia PBB agar mengeluarkan resolusi mengecam tindakan rezim Mugabe dan menuntut agar ada sanksi tegas. (Mvi/Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya