Indonesia Stop Kirim PRT ke Luar Negeri pada 2018

Saat yang tepat untuk tidak lagi mengirim TKI ke luar negeri adalah kala pertumbuhan ekonomi dalam negeri mencapai 7 persen per tahun.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 06 Mei 2015, 14:32 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2015, 14:32 WIB
Ilustrasi Jusuf Kalla
Ilustrasi Jusuf Kalla (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Utamanya yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

"Memang kita ada rencana pada akhir 2018 untuk menghentikan TKI yang bekerja sebagai PRT, tapi TKI yang bekerja dalam hal formal tentu didorong, yang ingin dihentikan tentu itu pekerja yang bekerja sebagai PRT (pembantu rumah tangga), itu nantinya," kata ‎Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK, di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu (6/5/2015).

Saat yang tepat untuk tidak lagi mengirim TKI ke luar negeri, jelas dia, adalah kala pertumbuhan ekonomi dalam negeri mencapai 7 persen per tahun. Ia memprediksi angka pertumbuhan ‎tersebut dapat dicapai dalam 2 atau 3 tahun mendatang.

"Kalau ekonomi kita seperti ini tentu masih dibutuhkan lapangan kerja di luar (negeri), tapi kalau 7 persen, maka industri tumbuh, industri kreatif seperti ini terus tumbuh, maka lappangan kerja terbuka, ya tidak perlu lagi untuk PRT ya," ujar dia.

Pemerintah baru menghentikan penempatan TKI di 21 negara di Timur Tengah. Antara lain Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, UEA, Yaman, dan Yordania.

Alasan penghentian itu karena terjadi pelanggaran seperti perdagangan manusia dan norma ketenagakerjaan di 21 negara tersebut. Menurut Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, perdagangan manusia terjadi di Arab Saudi karena ada budaya setempat seperti sistem 'kafalah' yang menyebabkan posisi tawar TKI lemah di hadapan majikan masih berlaku.

Akibatnya, banyak TKI yang tak bisa pulang meskipun kontak kerjanya habis karena dilarang majikan, atau dipindahkan ke majikan lainnya.

Selain itu, standar gaji yang diberikan juga relatif rendah yaitu berkisar Rp 2,7-Rp 3 juta/bulan. Jumlah itu setara dengan UMP DKI yang Rp 2,7 juta dan lebih rendah dari UMSK Bekasi yang Rp 3,2 juta/bulan. Hal ini tidak sebanding dengan risiko meninggalkan negara dan keluarga untuk bekerja di luar negeri. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya