Kasus Angeline, Fenomena Puncak Gunung Es Kekerasan Anak

Sifat individualistis masyarakat sering kali menjadi momok perlindungan anak.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 12 Jun 2015, 07:21 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2015, 07:21 WIB
Aksi Simpatik 1000 Lilin untuk Angeline di Bundaran HI
Sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi simpatik dan doa bersama untuk Angeline dengan menyalakan lilin di Bundaran HI, Jakarta, Kamis (11/6/2015). Mereka meminta pemerintah bersikap tegas kepada pelaku kekerasan anak. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Aksi solidaritas dan doa bersama untuk Angeline di Bundaran HI, Jakarta, Kamis 11 Juni malam diikuti sejumlah elemen masyarakat. Acara yang bertajuk 'Gerakan 1.000 Lilin untuk Anak Indonesia' itu dihadiri aktivis anak dan anggota Dewan.

Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq berduka terhadap peristiwa tragis yang dialami Angeline. Bocah 8 tahun asal Denpasar, Bali itu hilang secara misterius sejak 16 Mei. Dia kemudian ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa terkubur di dekat kandang ayam rumah ibu angkatnya, Margriet Megawe pada Rabu 10 Juni 2015.

Menurutnya, peristiwa yang menimpa gadis cilik berusia 8 tahun itu merupakan puncak gunung es dari kasus kekerasan terhadap anak. Sebab, kasus seperti ini banyak terjadi dan tidak terungkap secara gamblang.

"Kasus Angeline ini seperti puncak gunung es. Masih banyak anak-anak lain yang juga bernasib seperti Angeline," kata Maman di Bundaran HI, Jakarta.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu‎ meminta seluruh masyarakat Indonesia untuk tanggap terhadap lingkungan sekitar. Salah satunya mengenai kekerasan terhadap anak dalam lingkup terkecil, di sekitar rumah.

"Ada enggak keberanian dari tetangga. Misalnya, anak kecil matanya sayu, terus diidentifikasi anak tersebut mengalami KDRT. Berani enggak melaporkan?" tantang Maman.

Tetangga Harus Peduli

Maman menyebut, sifat individualistis masyarakat sering kali menjadi momok perlindungan anak. Akibatnya, banyak anak-anak di lingkungan yang seperti itu terus-menerus mengalami tindakan kekerasan. Sementara orang-orang di sekitarnya terkesan tidak peduli.

"Sifat individualistis seperti ini harus dihentikan. Kita harus lebih peduli terutama terhadap orang-orang di sekitar kita," tutur Maman.

Sikap saling peduli tersebut diharap bisa mengurangi kekerasan terhadap anak. Karena anak-anak bisa mendapatkan perhatian dari banyak orang. Dan kondisi seperti ini tentu akan mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan terhadap anak.

Maman berharap, kasus yang dialami Angeline bisa menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat. Sehingga, tidak ada lagi anak-anak yang bernasib seperti Angeline.

Peristiwa tragis yang dialami gadis cilik ini, dinilai dapat dijadikan langkah untuk perbaikan perlindungan anak, mulai dari sisi undang-undang, hingga pada pemberian ruang terbuka yang ramah bagi anak.

"Kasus ini harus ditangani dengan lebih serius. Ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk serius memberi perlindungan anak. Salah satunya, memberikan ruang ramah bagi anak baik di sekolah maupun di tempat lainnya," demikian Maman. (Mvi/Ado)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya