Komisi VIII: RUU Disabilitas Pastikan Setiap Orang Punya Hak Sama

RUU Disabilitas kini sedang disiapkan di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 10 Agu 2015, 19:53 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2015, 19:53 WIB
Aksi Damai Dukung Penyandang Disabilitas
Sebuah spanduk dibentangkan saat aksi damai "Bergerak Untuk Disabilitas", Jakarta, Kamis (7/5/2015). Kegiatan ini dilakukan untuk menyuarakan pemenuhan hak fasilitas umum yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Disablitas telah menjadi prioritas di dalam Prolegnas 2015. RUU tersebut kini sedang disiapkan di Badan Legislasi (Baleg) DPR melalui sinkronisasi dan harmonisasi untuk menjadi pembahasan di paripurna.

"Kami juga akan berkoordinasi dengan beberapa stakeholder (pemangku kepentingan) di antaranya Kemensos dan kementerian-kementerian lain," ucap Wakil Ketua Komisi VIII Deding Ishak saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin (10/8/2015).

Deding menyatakan, pada dasarnya RUU Disabilitas akan melahirkan wujud perlindungan terhadap penyandang disabilitas atau kaum berkebutuhan khusus, serta menjunjung tinggi prinsip penghormatan.

"UU ini sangat komprehensif untuk mengisi pemenuhan hak-hak mereka. Saat ini pemerintah belum menghormati hak-hak kaum disabilitas. UU ini memastikan bahwa semua pihak mempunyai hak yang sama, terkait pendidikan, lapangan pekerjaan dan fasilitas umum," jelas Deding.

"UU ini harus dijabarkan menjadi teknis, seringkali UU bagus tidak memenuhi aspek sosiologisnya," sambung dia.

Menurut Deding, terkait stigma belas kasihan yang tertuang lewat nomenklatur bantuan sosial. Sebab, stigma belas kasihan jelas bertentangan. Apalagi, negara wajib menyediakan fasilitas dan membantu penyandang disabilitas.

"Faktanya mereka berasal dari kelompok kaum dhuafa yang miskin karena diperlakukan diskriminatif tidak adil dan dibatasi akses mereka, misalnya untuk pendidikan kesehatan dan pekerjaan," ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar tersebut.

Karena itu, menurut Deding, penyusunan RUU Disabilitas menjadi momentum memperbaiki kekeliruan paradigma belas kasihan. Serta, ketidakmampuan menjadi paradigma memberdayakan sesuai dengan harkat dan martabat.

Deding mengusulkan, harus ada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas terhadap kontribusi pembangunan.

"Kita akan coba menerapkan reward dan punishment terhadap suatu daerah dalam menangani penyandang disabilitas. RUU ini bisa mengakomodasi kemungkinan keterlibatan penyandang disabilitas untuk memperoleh hak yang sama terkait peluang kerja, pendidikan, fasilitas umum," pungkas Deding Ishak. (Ans/Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya