Liputan6.com, Jakarta - Kabar mengejutkan datang dari Pulau Batam, Kepulauan Riau. Di antara pejabat di pulau yang berbatasan dengan Singapura ini gencar dikabarkan bergabung dengan kelompok radikal Negara Islam Irak-Suriah (ISIS). Saat ini, sang pejabat tak diketahui keberadaannya, namun kuat diduga sudah bergabung ISIS.
Sejak Agustus 2015, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Badan Pengusahaan (BP) Batam Dwi Djoko Wiwoho itu tidak masuk kantor. Ternyata sang direktur bukan hanya tidak masuk kantor, tetapi keluarganya pun tidak mengetahui keberadaan Dwi Djoko yang meninggalkan Indonesia karena berangkat umrah.
Segala bentuk komunikasi dengan Dwi Djoko juga sudah terputus. Dari media sosial yang ditelusuri, kuat dugaan pejabat BP Batam ini ikut bergabung kelompok radikal Negara Islam Irak-Suriah (ISIS).
Advertisement
Sementara, Humas PTSP BP Batam Purnomo Andi membenarkan Direktur PTSP BP Batam Djoko Dwi Wiwoho tidak lagi masuk kerja usai cuti sejak Oktober lalu.
"Ya sejak cuti belum masuk kantor lagi, sudah 2 kali dilayangkan surat peringatan," ujar Purnomo di Batam, Sabtu (7/11/2015).
Purnomo menyatakan, pihaknya terakhir kontak via telepon dengan Djoko saat yang bersangkutan sedang berada di Turki.
Hilangnya Djoko mengundang perbincangan usai muncul dugaan dia tergabung dengan militan ISIS. Djoko bersama istri dan anak-anaknya dilaporkan diduga telah bergabung dengan kelompok ISIS melalui Turki.
Staf Ahli Deputi Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Wawan Purwanto mengatakan, pihaknya masih terus menyelidiki bukti-bukti keterlibatan DJW dengan ISIS.
"Masih perlu dikonfirmasi, belum fix. Masih diperkuat oleh bukti-bukti dan saksi-saksi lainnya," kata Wawan saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Info Media Sosial
Pantauan Liputan6.com di laman Facebook milik Djoko, tidak ada hal yang aneh dari postingan-postingan yang diunggah Djoko sebelum dia menghilang. Postingan dirinya dan keluarganya banyak menghiasi berandanya.
Namun, berbeda dengan laman Facebook sang istri, RN yang mem-posting sebuah gambar yang bertemakan jihad dan bertuliskan 'This Is My Ticket To Jannah'. Gambar seseorang mengenakan penutup wajah sambil memegang senjata api jenis AK-47 dan sebuah bendera hitam bertuliskan huruf Arab, di-posting pada 24 Agustus 2014.‎
Dari postingan tersebut, terdapat beberapa komentar dari teman Facebook RN. Dalam menanggapi satu komentar, terlihat RN mengagumi sosok pejuang yang ada di postingannya itu.
Yang jelas, BNPT menduga Dwi Djoko saat ini sudah berada di Irak. Hal itu diungkapkan Deputi Pencegahan BNPT Brigjen Polisi Hamidin dalam dialog pencegahan terorisme di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Jumat 6 November 2015.
Menurut Hamidin, petugas BNPT sudah mengendus keterlibatan Dwi dengan kelompok teroris ISIS sejak beberapa bulan lalu. "Kami berkoordinasi dengan instansi terkait dalam menangani permasalahan itu," ujar Hamidin.
Dia mengatakan, kasus Dwi diketahui dari informasi warga di Batam. "Ada warga Batam yang menginformasikan, sekaligus mempertanyakan permasalahan itu. Saya katakan, 85 persen Dwi Djoko terlibat ISIS," ujar dia.
Bukan Faktor Ekonomi
Dengan kasus Dwi, Hamidin mengungkapkan kelompok radikal ISIS sudah masuk ke berbagai kalangan. Dwi diduga bergabung dengan kelompok teroris ISIS sekitar 4 bulan lalu tidak masuk kantor. Dwi diduga membawa serta istri dan anaknya.
Bahkan, anggota Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri telah memeriksa kediaman Dwi Djoko belum lama ini, dan mengetahui Dwi beserta keluarganya sudah meninggalkan rumah.
Terungkapnya dugaan keterlibatan keluarga kelas menengah ini bergabung dengan kelompok militan ISIS di Suriah, menunjukkan bahwa masalah ekonomi bukanlah satu-satunya faktor yang menjadi daya tarik.
Juru bicara BNPT Irfan Idris mengatakan, latar belakang Dwi Djoko sebagai Direktur PTSP BP Batam semakin menguatkan dugaan bahwa yang direkrut ISIS bukan orang-orang bodoh.
"Apa yang terjadi di Batam merupakan contoh bahwa mereka bergabung ISIS lebih didasari ideologi. Jadi, motif ekonomi tidak sepenuhnya benar," kata Irfan Idris kepada wartawan BBC Indonesia, Jumat 6 November 2015 petang, seperti dikutip dari BBC, Sabtu.
Dia mengatakan, dugaan bergabungnya Dwi Djoko dan keluarganya di Batam dengan kelompok militan ISIS di Suriah tidak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah lain di Indonesia. Ketika ditanya jumlah WNI yang diperkirakan telah bergabung dengan kelompok militan tersebut, Irfan tidak berani berspekulasi.
"Angkanya bisa lebih besar atau kurang dari 500 WNI yang diungkap Badan Intelijen Nasional (BIN)," beber Irfan. Hal ini dia tekankan karena jalan masuk yang digunakan WNI untuk berangkat ke Suriah atau Irak tidak satu pintu.
"Terungkap bergabungnya Wildan Mukhollad dari Jatim yang bergabung dengan ISIS, ternyata dia masuk lewat Mesir. Selama ini kan yang disebut pintu masuknya lewat Turki," kata dia.
Wildan Mukhollad, warga Lamongan, Jatim, diketahui telah tewas di Irak dalam peristiwa bom bunuh diri pada awal 2014.
Kelemahan Hukum
Irfan Idris kembali menegaskan, otoritas hukum Indonesia tidak bisa menindak WNI yang mendukung ISIS karena tidak ada dasar hukum yang mengaturnya. Dia kemudian memberikan contoh ketika aparat keamanan tidak dapat melakukan upaya hukum terhadap seorang pria bernama Cep Hemawan di Cianjur, Jawa Barat, yang mengaku ditunjuk sebagai pimpinan ISIS di Indonesia.
"Dia mengaku sudah mengumpulkan banyak uang lalu merekrut ratusan orang untuk dikirim ke Suriah atau Irak. Tapi kita tidak menindaknya secara hukum, karena tidak ada dasar hukumnya," ungkap Irfan.
Pada Juli 2015, otoritas Australia juga mengungkap dugaan keterlibatan satu pilot Indonesia yang mendukung dan bergabung ISIS di Suriah. Akan tetapi aparat Indonesia hanya bisa 'mengawasinya'.
"Karena itulah, BNPT saat ini lebih memperkuat upaya pencegahan, dengan prioritas kepada generasi muda agar tidak mengikuti ideologi ISIS," imbuh Irfan.
Walau pun demikian, sejauh ini di Pengadilan Negeri Jakarta Barat sudah digelar persidangan terhadap sejumlah warga Indonesia yang diduga sebagai simpatisan atau anggota ISIS.
Mereka dijerat UU Anti-terorisme dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun pidana penjara. Mereka diketahui antara lain berasal dari Malang, Solo, dan Tulungagung.
ISIS memang menggoda bagi sebagian orang. Tidak heran kalau pamor kelompok ini makin meningkat. Bahkan, dalam daftar orang-orang paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes, nama pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi termasuk di dalamnya.
Tokoh Paling Berpengaruh
Seperti dikutip dari Forbes, Jumat 6 November 2015, nama Baghdadi sebagai orang paling berpengaruh dunia berada di urutan ke-57. Posisinya mendahului mantan ibu negara AS, Hillary Clinton.
Sebelumnya pada 2014, al-Baghdadi menempati posisi 54 orang berpengaruh di dunia.
Nama Dr Ibrahim atau Abu Du'a ini dikenal setelah memproklamirkan diri sebagai pemimpin Negara Islam Irak dan Syam, atau kini dikenal dengan nama ISIS. Serangan tak henti dilakukan terhadap kelompok pimpinannya.
Di lain pihak, ia terus merekrut banyak orang untuk masuk ke dalamnya dalam waktu yang singkat.
Al-Baghdadi juga telah menguasai bagian timur Suriah dan barat Irak dengan cara yang dikecam dunia akibat aksi pemenggalan dan pembunuhan sadis lainnya. Pria ini melakukan penjualan minyak di pasar gelap dengan total pendapatan USD 1.000.000 per hari.
Terakhir pada April 2015, Abu Bakr Al-Baghdadi dilaporkan tengah dalam kondisi kritis akibat terkena serangan dari pasukan Amerika Serikat.
Akibat luka serius tersebut, kini Al-Baghdadi tak lagi memegang kendali ISIS. Adapun serangan udara koalisi Amerika yang menghantam mobil Al-Baghdadi terjadi di Distrik Al-Baaj di Nineveh, dekat perbatasan dengan Suriah pada 18 Maret lalu.
Dengan semua popularitas yang dimiliki, butuh kerja keras untuk menangkal pengaruh ISIS, termasuk di Indonesia. Salah satunya adalah dengan memperkuat lembaga intelijen seperti BIN dan BNPT. Dengan begitu bisa diambil langkah dini ketika diketahui adanya pengaruh atau paham ISIS yang masuk ke Indonesia atau sebaliknya, adanya WNI yang berusaha menyebarluaskan paham yang berbahaya itu. (Ado/Rmn)