ICW Laporkan Pejabat BPK DKI, Ini Komentar Lulung

Langkah ICW melaporkan pejabat BPK DKI Jakarta ke Majelis Etik menuai kritik. Salah satunya datang dari bibir Haji Lulung.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 12 Nov 2015, 13:01 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2015, 13:01 WIB
Deretan Tamu VIP dan VVIP di Resepsi Gibran dan Selvi
Haji Lulung saat menghadiri resepsi pernikahan Acara resepsi pernikahan Gibran Rakabuming Raka dengan Selvi Ananda, Solo, Kamis (11/6/2015). Resepsi pernikahan malam hari ini dihadiri oleh para tamu VIP dan VVIP. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta ke Majelis Etik atas dugaan pencampuran urusan pribadi dalam proses audit.

Pejabat berinisial EDN itu diduga mencampuri kepentingan pribadi dengan kewenangannya atas Belanja Daerah pada Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta. Langkah ICW itu dikritik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana atau Lulung.

"Lebih baik ICW tetap independen. ICW tobat. Balik lagi ke asal-muasal," kata Lulung di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (12/11/2015).

Politisi PPP itu menilai, sejak kemunculannya, ICW selalu jadi harapan masyarakat dalam mengungkap kasus korupsi. Menurut Lulung, ICW jadi terlihat tendensius.

"Tendensius dan tidak independen, ada apa ICW? ICW tidak lagi jadi harapan masyarakat Jakarta dan masyarakat Indonesia. Tidak ada lagi kasus-kasus korupsi yang ditemukan mereka. Haji Lulung dilaporkan ke KPK sama ICW, dibalikin lagi," lanjut Lulung.

Ketua DPW PPP DKI Jakarta itu sangat menaruh harapan besar pada ICW dalam mendukung pemberantasan korupsi. Hanya saja, kata dia, ICW sekarang tak seperti yang dulu saat dibangun oleh Teten Masduki.

"Saya hormat sekali dengan Teten Masduki (kini Kepala Staf Kepresidenan), dia kan pendiri ICW. Saya sangat apresiasi dengan beliau. Yang sekarang-sekarang ini tidak independen," ujar Lulung.

"Independenlah. Kan ICW jadi harapan masyarakat," pungkas Lulung.

Laporan ICW

Ketua Divisi Riset ICW Firdaus Ilyas menyatakan, kasus tersebut bermula pada 30 Desember 2014, ketika BPK perwakilan DKI Jakarta mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) atas Belanja Daerah pada Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta.

Dalam laporan tersebut diungkap temuan terkait ganti rugi pembebasan lahan seluas 9.618 m2 di tengah areal TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

"Hari ini kami laporkan dugaan pelanggaran kode etik dengan konflik kepentingan yang dilakukan EDN sebagai pejabat BPK Perwakilan Jakarta, terkait kepentingan di dalam jual beli dalam aset yang diakui sebagai milik pribadi, yang terkait dengan Pemda DKI Jakarta," ujar Ilyas di kantor BPK, Jakarta. (Ndy/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya