MPR Sebut Kehidupan Beragama dan Berbangsa Punya Relasi Kuat

Dalam semua periode proses pembentukan Pancasila, kata Hidayat Nur Wahid, tetap menyebutkan adanya sila Ketuhanan.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 11 Des 2015, 11:06 WIB
Diterbitkan 11 Des 2015, 11:06 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. (MPR RI)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, kehidupan beragama dan berketuhanan di Indonesia memiliki relasi yang sangat kuat dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Hidayat, sebuah istilah yakni halaqoh, sangat akrab pada kehidupan pesantren dan kehidupan Islam ahlusunnah wal jamaah. Dalam arti seluas-luasnya pastilah ada NU, Muhammadiyah, dan ada ormas-ormas Islam lainnya yang diakui di Indonesia.

"Momen halaqoh sangat penting karena sekaligus menggabungkan antara beragam komitmen yang semuanya masih dalam bingkai Pancasila dan UUD," ujar Hidayat.

Hal ini disampaikan dia dalam gelar acara 'Halaqoh Nasional: Kontribusi Hukum Islam Dalam Pembangunan Hukum Nasional' kerja sama MPR dengan Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10 Desember 2015).


Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menjelaskan, dalam semua periode proses pembentukan Pancasila tetap menyebutkan adanya sila Ketuhanan. Pada Pancasila 1 Juni 1945, sila Ketuhanan ada pada sila kelima yakni sila Ketuhanan Yang Berkeadaban.

Pancasila 22 Juni, Ketuhanan ada pada sila pertama yakni Ketuhanan dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi masing masing pemeluknya. Dan Pancasila 18 Agustus 1945, di sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga-tiganya merupakan rangkaian yang berakhir pada 18 Agustus 1945, yang berlaku sampai hari ini. Intinya adalah penegasan adanya hubungan tidak terpisahkan antara kehidupan Indonesia dengan keagamaan.

Karena itu, kata Hidayat, tidak aneh dalam UUD NKRI Tahun 1945 baik sebelum perubahan maupun setelah perubahan, Ketuhanan selalu hadir sangat kuat. Bahkan Pasal 29 ayat 1 tidak mengalami perubahan, yakni negara berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Setelah perubahan UUD 1945, penegasan-penegasan akan relasi UUD dengan kehidupan beragama semakin kokoh dan kuat lagi. Hal ini tertuang dalam UUD Pasal 28 J.

"Ada positioning agama yang luar biasa kuat di sana yang menegaskan bahwa pemberlakuan HAM melalui hukum atau UU yang berlaku di Indonesia, termasuk juga merujuk dalam tanda kutip kepada agama yang diakui di Indonesia," ujar Hidayat.

Hidayat menambahkan, "dalam halaqoh ini, insya Allah bisa dibahas dan dikaji berbagai masalah umat dan bangsa serta bisa diselesaikan tanpa masalah."

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya