Pesta Laut dan Harapan Nelayan Muara Angke

Mereka berharap, dengan bersyukur kepada Tuhan, maka ke depannya mereka diberikan keselamatan dan rezeki melimpah dari laut.

oleh Oscar Ferri diperbarui 13 Des 2015, 19:40 WIB
Diterbitkan 13 Des 2015, 19:40 WIB
Sejumlah peserta mengarak perahu hias saat acara Nadran XI untuk Pesta Laut 2010 di Kampung Nelayan, Cilincing, Jakut, Sabtu, (31/7). (Antara).

Liputan6.com, Jakarta - Bani Sadar (34 tahun), seorang nelayan sudah sejak tahun 1993 mengais rezekinya di laut utara Jakarta. Belasan tahun dia mengarungi laut mencari hasil laut, seperti ikan dan kerang. Dari situ ia menyambung hidup.

Tapi selama itu pula, Bani merasa hidupnya tak berubah. Sama seperti rekan lainnya, sebagai nelayan di Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, yang tak bisa meningkatkan taraf hidupnya.‎ Tentunya, apa yang dirasakan Bani, dirasakan pula oleh nelayan lain di kawasan pasar ikan di ujung utara Jakarta tersebut.

‎‎"Dari dulu begini-begini saja. Tidak ada perubahan‎," ujar Bani usai acara sedekah laut atau Nadran di kawasan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, Minggu (13/12/2015).

Bani sendiri tergabung dalam Panitia Pesta Laut Nelayan Tradisional Kali Adem, Muara Angke. Sudah 2 hari terakhir dia kurang tidur demi suksesnya pestanya para nelayan itu. Mulai dari hal terkecil sampai urusan yang besar, ia persiapkan bersama kawan-kawannya sesama nelayan.

Pesta ini, sudah dimulai sejak Sabtu 12 Desember. Di hari pertama, masyarakat setempat disuguhi beragam hiburan. Mulai dari pertunjukan wayang, sandiwara rakyat, sampai bazar. Kegiatan puncak acara terjadi di hari kedua. Tepatnya Minggu siang.


Di puncak acara itu, para nelayan melepas atau melarung sesaji ke tengah laut. Sesaji yang dirupakan sebagai sedekah itu merupakan perwujudan rasa syukur para nelayan kepada Tuhan terhadap hasil bumi yang mereka nikmati selama ini. Terutama hasil dari laut.

Sesaji yang ditaruh di atas sebuah perahu Muara Bina Lestari itu penuh aneka rupa. Mulai dari nasi merah putih, nasi kuning, tumpeng, buah-buahan, telur, ayam hidup, ayam bakar, sampai kembang 7 rupa.‎ Tapi yang mencolok adalah 2 kepala kerbau.

"Pagi kita potong 2 ekor kerbau. Kepala, ekor, kaki, kulit, kaki, dan darahnya kita jadikan sesaji. ‎Kita larung ke laut," ujar Bendahara Panitia, Warnita.

Kapal Muara Bina Lestari berisi sesaji itu diarak ratusan nelayan. Sampai di tengah laut, kapal berwarna merah putih itu dilepas. Kemudian ratusan nelayan yang mengikuti dengan kapal-kapalnya menabrak kapal sesaji tersebut. Isinya berhamburan ke laut. Berebut pula para rakyat kecil itu mengambil sesaji.

Hingga kapal yang terbuat dari kayu dan gedebog pisang itu hancur dan tenggelam, para nelayan tetap antusias berebut apapun sesaji yang bisa di ambil. Mereka bahkan rela nyemplung dan berenang di laut untuk mengambil sesaji yang mengapung.

Warnita menuturkan, setiap sesaji adalah berkah bagi mereka. Karenanya, para nelayan seolah 'mati-matian' berebut sesaji tersebut. Sebab, inilah budaya yang sejak turun-temurun ‎diwariskan nenek moyang mereka.

"Konon, sesaji itu membawa berkah. Sudah dari dulu begini budayanya. Kami meyakini sesaji itu membawa berkah. Meski isi sesaji itu juga merupakan pemberian para nelayan setempat," ucapnya.

‎Di balik ritual tahunan itu, Warnita berharap, ada secercah harapan bagi seluruh nelayan di sini. Mereka berharap, dengan bersyukur kepada Tuhan, maka ke depannya mereka diberikan keselamatan dan rezeki melimpah dari laut.

Harapan itu yang diangankan Bani. Dia menyambung perkataan Warnita‎. Dirinya dan juga ratusan warga Muara Angke yang hidupnya bergantung dari laut ini berharap diperhatikan nasibnya oleh pemerintah. Mereka ingin punya wadah yang bisa menaungi para nelayan di sini.

Wadah dimaksud, misalnya dibuatkan semacam komunitas, perkumpulan, perhimpunan atau sejenisnya bagi para nelayan. ‎Sehingga, dari situ mereka bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk pembinaan yang berkesinambungan. Sama seperti nama kapal pembawa sesaji, Muara Bina Lestari.

"Kapal sesaji itu namanya Muara Bina Lestari. Artinya kami, nelayan di Kali Adem ingin ada pembinaan dan berkesinambungan‎ dari pemerintah. Dibuatkan wadah yang bisa mewadahi para nelayan. Karena kami di sini belum ada wadah," ucap Bani.

‎Menurut Bani, selama ini ada LSM atau organisasi masyarakat yang konsen terhadap nelayan. Namun, Bani merasa mereka belum sepenuhnya bisa mewujudkan keinginan para nelayan. Terutama soal peningkatan kesejahteraan para nelayan.

Bani sepenuhnya sadar, hal itu sulit terwujud. Tapi setidaknya, dengan adanya kegiatan pesta laut ini, bisa terbentuk wadah tersebut. Sebab, biar bagaimana pun, para nelayan ini punya kontribusi besar bagi masyarakat Jakarta khususnya. Istilah kata, tidak ada nelayan, mungkin masyarakat tidak bisa menikmati olahan hasil laut‎.

‎"Mudah-mudahan dari ajang pesta laut ini, nanti bisa terbentuk suatu organisasi yang bisa mewadahi para nelayan di sini, yang nantinya bisa menyejahterahkan para nelayan ini," ujar Bani.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya