Liputan6.com, Bogor - Badan Nasional Penangulangan Terorisme (BNPT) membentuk tim pengawas aliran kepercayaan masyarakat (pakem) untuk mendalami organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), yang dianggap meresahkan masyarakat. Gafatar dikaitkan dengan banyaknya orang hilang yang diduga bergabung dengan kelompok tersebut.
Kepala BNPT Komjen Saud Usman Nasution mengatakan, tim pakem terdiri dari unsur Kejaksaan Agung, Kepolisian, MUI, dan unsur masyarakat.
"Tugas dari tim ini melakukan kajian dan mendalami kasus yang saat ini menjadi isu nasional di Indonesia," kata Saud di Kantor BNPT, Sentul Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/1/2016).
Saud menjelaskan, perekrutan Gafatar ini hampir mirip dengan perekrutan teroris. Apalagi, sudah lebih dari sepekan, banyak orang dilaporkan hilang dan disinyalir sebagai pengikut aliran tersebut.
"Contohnya saja dokter Rica menghilang bersama anaknya, dengan berjihad sebagai pengikut aliran Gafatar," ujar dia.
Namun demikian, pihaknya belum bisa menyimpulkan bahwa aliran Gafatar itu mengarah pada aksi teror. "Kami melihat perekrutannya sama," ujar dia.
Baca Juga
Baca Juga
Akan tetapi, jika dari hasil kajian dan pendalaman tim pakem menyatakan aliran Gafatar ini menyesatkan, maka bisa dibubarkan pemerintah. "Bisa diberantas. Kita tunggu hasil kajian dari tim pakem," ucap Saud.
Aliran Gafatar diduga merupakan pecahan dari Al Qiyadah Al Islamiyah yang dipimpin Abdul Samal alias Ahmad Musadeq. Musadeq, memiliki sebuah vila di kaki Gunung Salak tepatnya di Desa Gunungsari, Kecamatan Pamjihan, Kabupaten Bogor pada 2007.
Di vila tersebut, Ahmad Musadeq juga mendirikan sebuah aliran bernama Al Qiyadah. Di dalam goa dalam area vila tersebut, Musadeq mengaku mendapat wahyu dari Tuhan sehingga menobatkan dirinya sebagai nabi.
Seiring waktu, jemaah aliran tersebut terus bertambah. Karena dianggap aliran sesat, masyarakat dan pemerintah yang mengendus langsung membubarkannya.
"Dulu banyak pengikutnya. Dan di vila ini sering dijadikan tempat berkumpul jemaah mereka," kata Haji Muhidin tokoh masyarakat di Desa Gunungsari. Namun setelah Musadeq ditangkap, keberadaan vila itu sampai saat ini tidak berpenghuni.
"Vila ini sudah dijual sekitar 3 tahun lalu, tapi saya tidak tahu siapa yang membelinya," kata Muhidin.
Advertisement