Astronom Temukan Supernova Paling Besar Jauh yang Pernah Ada

Selama ini, teleskop luar angkasa James Webb telah membantu para ilmuwan untuk mempelajari bagaimana bintang-bintang awal berevolusi dan mati, serta bagaimana supernova pada masa lalu memengaruhi pembentukan galaksi.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 31 Jan 2025, 05:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2025, 05:00 WIB
Ilustrasi ledakan supernova di angkasa luar (NASA)
Ilustrasi ledakan supernova di angkasa luar (NASA)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta = Teleskop luar angkasa James Webb (JWST) berhasil menemukan ledakan bintang tau supernova paling awal dan paling jauh yang pernah ditemukan. Ledakan bintang raksasa ini terjadi sekitar 11,4 miliar tahun yang lalu, menandai akhir dari kehidupan sebuah bintang dengan massa 20 kali lebih besar dari matahari.

Melansir laman Live Science pada Kamis (30/02/2025), supernova yang diberi nama AT 2023adsv ini terjadi di sebuah galaksi besar pada masa-masa awal alam semesta.

Tepatnya, sekitar 2 miliar tahun setelah Big Bang. Penemuan ini menunjukkan bahwa ledakan bintang pada masa tersebut mungkin jauh lebih kuat dibandingkan dengan supernova yang lebih modern.

Bintang-bintang di awal pembentukan alam semesta cukup berbeda dibanding bintang-bintang yang ditemukan saat ini. Bintang-bintang kuno memiliki massa yang lebih besar, lebih panas, dan memiliki daya ledakan yang besar.

Selama ini, teleskop luar angkasa James Webb telah membantu para ilmuwan untuk mempelajari bagaimana bintang-bintang awal berevolusi dan mati, serta bagaimana supernova pada masa lalu memengaruhi pembentukan galaksi.

Supernova AT 2023adsv menarik perhatian para ilmuwan karena terjadi dalam lingkungan yang sangat berbeda dengan kondisi saat ini. Cahaya dari ledakan ini telah melakukan perjalanan selama 11,4 miliar tahun sebelum mencapai bumi.

Keunikan lainnya adalah ukuran bintang yang meledak dalam supernova ini. Diperkirakan, bintang tersebut memiliki massa sekitar 20 kali lipat dari matahari.

Bintang bermassa besar cukup langka, karena bintang sebesar ini jarang ditemukan di alam semesta modern. Selain itu, AT 2023adsv melepaskan energi sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan supernova yang lebih dekat dengan kita.

Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah sifat ledakan bintang di alam semesta awal memang berbeda dari yang kita lihat sekarang. Ledakan bintang AT 2023adsv bisa menunjukkan bahwa sifat-sifat supernova mungkin berbeda di alam semesta awal.

Para ilmuwan akan melakukan pengamatan untuk mengonfirmasi teori ini. Penemuan ini membuka peluang baru dalam studi tentang ledakan bintang di masa lalu.

Penemuan ledakan supernova AT 2023adsv membuka peluang baru dalam studi tentang ledakan bintang di masa lalu. Hingga saat ini, tim JADES telah menemukan lebih dari 80 supernova kuno dengan menggunakan JWST.

Dalam beberapa tahun ke depan, penelitian tentang supernova di alam semesta awal akan semakin berkembang dengan hadirnya teleskop luar angkasa baru. Pada 2026, NASA berencana meluncurkan teleskop luar angkasa Nancy Grace Roman, yang diperkirakan dapat menemukan ribuan supernova awal yang kemudian bisa dipelajari lebih lanjut oleh JWST.

 

Siklus Bintang di Alam Semesta

Pada awal pembentukan alam semesta, sebagian besar materi yang ada hanya terdiri dari hidrogen dan helium, dengan sedikit unsur lebih berat yang oleh astronom disebut sebagai "logam." Bintang generasi pertama, yang dikenal sebagai bintang Populasi III, terbentuk dari awan gas primordial ini.

Ketika bintang-bintang besar ini kehabisan bahan bakar, intinya runtuh dan membentuk lubang hitam atau bintang neutron, sementara lapisan luarnya terlontar dalam ledakan supernova. Material hasil ledakan ini memperkaya awan gas di galaksi.

Hal ini memungkinkan terbentuknya bintang generasi berikutnya dengan kandungan logam yang lebih tinggi. Matahari kita sendiri termasuk dalam bintang Populasi I, generasi ketiga dalam siklus ini.

Namun, supernova pada masa awal alam semesta kemungkinan lebih dahsyat dibandingkan dengan supernova yang terjadi di era modern. Bintang-bintang yang miskin unsur berat cenderung memiliki umur lebih pendek dan meledak dengan energi lebih besar.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya