Buwas Minta Eksekusi Mati Napi Bandar Narkoba Dipercepat

Para bandar narkoba ini masih aktif mengendalikan jaringan narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).

oleh Taufiqurrohman diperbarui 04 Feb 2016, 18:12 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2016, 18:12 WIB
20160204- Budi Waseso Bahas Program Utama BNN di Komisi III-Jakarta-Johan Tallo
Ketua BNN, Budi Waseso mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/2). RDP tersebut membahas program-program prioritas dari BNN. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengeksekusi 151 bandar narkotika yang telah divonis mati pengadilan.

Sebab, para bandar tersebut sampai saat ini masih aktif mengendalikan jaringan narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).

"Sudah kami sampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM, serta Jaksa Agung untuk segera dilaksanakan, karena jaringannya besar dan masih aktif," kata Budi Waseso dalam rapat dengan Komisi III DPR,  Jakarta, Kamis (4/2/2016).

Pria yang akrab disapa Buwas ini menyatakan, BNN memiliki data lengkap dan valid mengenai 151 narapidana tersebut. Untuk itu, guna menghentikan jaringan narkotika lapas, BNN meminta mereka dimasukkan dalam daftar prioritas pelaksanaan eksekusi mati.


"Data kami lengkap. Saya pikir harus segera dilaksanakan. 151 orang ini yang jadi prioritas hukuman mati," ujar dia.

Buwas mengatakan, pengendalian jaringan narkotika oleh bandar napi tersebar hampir di seluruh lapas Indonesia. Para narapidana tersebut sebagian besar mampu mendapatkan alat komunikasi canggih dan modern.

"Bahkan, mereka bisa mendapat narkoba di dalam lapas, ini bisa kita buktikan," ucap Buwas.

Diminta Evaluasi

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Herman Herry menyarankan Buwas melakukan perbaikan internal. Buwas juga disarankan mengganti pejabat BNN yang dinilai tidak kompeten.

"Kepala BNN semestinya punya keberanian merevitalisasi sumber daya manusia di internalnya. BNN jangan hanya jadi tempat transit pejabat untuk dapat bintang," ujar Herman.

Politikus PDI Perjuangan ini menilai, aturan dan undang-undang sebenarnya sudah cukup mendukung kinerja BNN. Namun, persoalan sumber daya manusia yang tidak kompeten, justru menghambat kerja BNN.

Usulan serupa juga diutarakan anggota Komisi III lainnya, Akbar Faisal. Anggota Fraksi Nasdem ini memandang, orang-orang yang sudah berada dalam kondisi nyaman pada jabatan tertentu, biasanya akan sulit untuk beradaptasi dengan persoalan yang semakin meningkat.

"Pendekatan tidak bisa lagi secara tradisional. Maka yang perlu dilakukan adalah perbaikan sumber daya. Kita punya teman, katanya di internal BNN sudah ada yang harus diamputasi," kata Akbar.

'Gaji' Rp 50 Juta

Masih terkait peredaran narkoba, Kepala BNN Komjen Buwas mengakui jika banyak barang haram tersebut yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Namun, ia mengakui banyak hambatan untuk memberangusnya.

"Jaringan di lapas bahwa memang kita punya data yang beroperasi di lapas. Hampir di seluruh lapas di Indonesia. Bandar itu melakukan kegiatan pengoperasian jaringan narkoba," ucap Buwas saat rapat dengan Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).

Salah satu yang disinggung Buwas adalah kerja sama petugas lapas dengan jaringan bandar narkoba. Bahkan, bandar narkoba tak segan-segan memberikan upah yang sangat besar dibandingkan dengan gaji para petugas Lapas.

"Gaji petugas lapas itu Rp 3,5 juta-Rp 4 juta. Bandar berani kasih mereka Rp 50 juta sebulan," ungkap Buwas.

Dalam modusnya, imbuh Buwas, narapidana yang menjadi sindikat narkoba ini berani memberi honor banyak kepada petugas lapas. Bahkan tak segan, terutama bila petugas lapas memberikan alat komunikasinya kepada narapidana narkoba.

"Bahkan, handphone mereka itu kasih ke lapas. Makanya mereka bisa dapat alat komunikasi canggih, modern. Ini bisa kita buktikan," ujar Buwas.

Sulit Saat Sidak

Mantan Kabareskrim Mabes Polri ini juga menyinggung persoalan akses ke lapas saat menggelar inspeksi mendadak (sidak). Dia mengaku kerap sekali kesulitan saat sidak karena perilaku oknum petugas lapas. Kalaupun diizinkan sidak, maka barang-barang sudah diacak-acak oleh tahanan.

"Ini membuktikan di lapas itu terjadi semua. Kita mengalami hambatan. Susahnya akses, aturan yang harus diikuti. Seolah-olah ada birokrasi. Sewaktu sudah masuk, barang-barang sudah berantakan, alat komunikasi sudah dirusak.Ini kejadian nyata," ucap dia.

Terkait kenakalan petugas lapas ini, Buwas sudah melaporkan kepada Kemenkumham, Dirjen Lembaga Pemasyarakatan, sampai Presiden Jokowi.

Dia menegaskan perilaku petugas lapas ini sudah menyalahi karena membantu jaringan narkoba. Untuk itu, menurut Buwas, ia sudah berkomunikasi dengan Kemenkumham. Terutama mengenai pembenahan prosedur saat melakukan sidak ke lapas.

"Sudah kami laporkan ke Kemenkumham, Dirjen Lapas. Kami laporkan juga ke Presiden. Karena ini oknum, mereka sudah masuk dalam jaringan, harus dilakukan tindakan tegas," lanjut Buwas.

Ke depan, menurut Buwas, standar operasional dan prosedur (SOP) akan diperbaiki, terutama peran penanganan di lapas.

"Agar ke depan penegakan hukum, enggak ada hambatan. Dari data kami, kalau seandainya peredaran di lapas bisa ditangani, maka bisa mengurangi 50 persen peredaran narkoba di republik ini," tutup Buwas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya