Liputan6.com, Jakarta - "Selamat tinggal Kalijodo," ujar Subadriah dengan suara bergetar dan mengusap matanya yang terlihat merah dan berkaca-kaca.
Subadriah kini pasrah dengan rencana penertiban kawasan Kalijodo. Dengan sayu, ia mengemasi barang-barangnya.
Perempuan yang akrab disapa Bude ini tak terlalu peduli rencana Pemprov DKI Jakarta, yang akan menggusur tempat yang sudah ia ditinggali selama 44 tahun itu.
"Ya gusur, gusurlah. Sudah puas Bude mah, anak-anak sudah pada kerja, yang bungsu kuliah sekarang di Malang," ujar perempuan 65 tahun itu.
Perempuan asal Lumajang, Jawa Timur, itu datang ke Kalijodo pada 1972 dengan berjualan kopi, rokok, dan makanan.
Kini, Subadriah berniat pulang ke kampung halaman pada Senin depan untuk menggarap sawah hasil kerja kerasnya selama ini.
"Itu hasil dari sini juga. Kalau dulu bisa dapat Rp 10 jutaan sebulan, tapi sejak beberapa tahun belakangan, cuma Rp 100 ribu per hari," ungkap dia.
Baca Juga
Subadriah memang pernah menjadi muncikari di Kalijodo. Setiap PSK yang mendapat tamu, ia mendapat komisi Rp 20 ribu.
"Dulu Bude punya 20-an lebih (PSK). Yang paling cantik itu Dewi asal Lampung. Kalau ada tamu, Bude dapat Rp 20 ribu, untuk kamar Rp 30 ribu, Rp 100 ribu buat ceweknya," kenang dia.
Sesekali Subadriah terlihat nanar, meski semua sudah ia ikhlaskan. Kini ia mulai sadar dan merasa berdosa atas bisnis seks yang ia jalani selama ini.
Sejak dulu, suami Subadriah juga tak pernah mau singgah ke warungnya, walau hanya membantu mengemasi termos dan barang dagangannya.
"Kami tinggal dekat sini, tapi suami tak pernah mau ke sini. Ia di rumah saja," sesal dia, seraya menunjuk Jalan Kepanduan II.
Sebelum beranjak pergi, Subadriah sempat membagikan barang dagangan berupa minuman dan beberapa makanan kecil.
"Untuk apalagi, yo wis, ambil saja, Bude ikhlas," ujar dia sambil menjinjing termos dan beberapa dagangannya.
"Selamat tinggal Kalijodo, good bye Kalijodo, selamat tinggal Kalijodo," ucap Subadriah dengan mata berkaca-kaca.