Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan DPR sepakat menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penundaan tersebut disampaikan langsung Presiden Jokowi dan Ketua DPR Ade Komaruddin di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, keputusan menunda revisi UU KPK diakui karena derasnya protes yang disampaikan masyarakat terkait 4 poin yang direvisi.
Empat poin tersebut yaitu pembentukan dewan pengawas, penerbitan SP3, pengangkatan penyidik dan penyelidik, serta penyadapan harus seizin dewan pengawas yang dianggap justru semakin memperlemah KPK.
‎
Padahal, kata Luhut, 4 poin tersebut direvisi untuk memperkuat KPK. Jokowi menginginkan sebelum proses revisi dilanjutkan, dilakukan sosialisasi yang mendalam dari tiap poin terhadap masyarakat.
Baca Juga
"Presiden lihat masih ada perbedaan-perbedaan di tengah masyarakat. Presiden ingin sosialisasi itu lebih jelas mengenai 4 poin itu, karena kami yakin 4 poin itu justru beri penguatan pada KPK. Seperti yang sudah berkali-kali saya sampaikan dan Presiden minta saya jelaskan," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/2/2016).
Advertisement
Baca Juga
Luhut meyakini, walau pembahasan revisi UU KPK ditunda, sikap pemerintah tetap mendukung revisi untuk penguatan KPK.
‎"Tidak ada keinginan pemerintah untuk perlemah KPK. Jauh pemikiran itu. ‎Justru sekali lagi untuk perkuat peran dan kewenangan KPK yang tentu semuanya dalam koridor aturan yang berlaku universal," ucap dia.
Terkait dengan protes masyarakat, Luhut mengatakan, Presiden Jokowi memahami apa yang menjadi kekhawatiran publik. Namun demikian, pemerintah tetap berupaya meyakini masyarakat dengan melakukan sosialisasi, khususnya kepada para penggiat anti korupsi yang selama ini berteriak lantang menolak revisi tersebut.
‎
"Kita lihat nanti, kalau masyarakat makin paham maksud sosialisasi itu, kita sepakat dengan DPR, kita akan segera. ‎Presiden sendiri memahami betul kekhawatiran masyarakat tentang revisi. Mungkin itu yang disebabkan awal-awal cerita Rp 50 miliar, 12 tahun (masa jabatan pimpinan KPK) itu. Padahal itu sebenarnya awal-awal saja," Luhut menandaskan.‎