Menteri Anies: Sekolah Wajib Bentuk Gugus Pencegahan Kekerasan

Jika sekolah tidak membentuk Gugus Pencegahan Kekerasan, Anies akan memberi sanksi tegas.

oleh Nefri Inge diperbarui 16 Mei 2016, 20:04 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2016, 20:04 WIB
20160511-Mendikbud Anies Baswedan Beberkan Kenaikan IIUN 2016
Mendikbud Anies Baswedan menunjukkan grafik peningkatan Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) 2016 di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Rabu (11/5/2016). Pada 2016, 615 sekolah memiliki IIUN di atas 70. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Palembang - Banyaknya korban kejahatan seksual dan fisik yang berasal dari kalangan pelajar mendapatkan perhatian serius dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan. Kemdikbud mewajibkan setiap sekolah mempunyai Gugus Pencegahan Kekerasan yang diterapkan untuk siswanya.

Menurut Anies, Gugus Pencegahan Kekerasan sebenarnya sudah diterbitkan pada tahun lalu dengan Peraturan No 82 Tahun 2015. Namun, baru tahun depan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan memeratakan di setiap daerah di Indonesia.

"Tahun depan, sekolah wajib membentuk Gugus Pencegahan Kekerasan, yang melibatkan murid, guru dan orangtua. Ini sangat penting untuk mendeteksi potensi masalah yang terjadi. Ini bisa dideteksi awal, diserap di setiap sekolah, jangan sampai potensi masalah dibiarkan terjadi dan menjadi berita di mana-mana," ujar Anies kepada Liputan6.com, seusai membuka Olimpiade Siswa Nasional (OSN) XV di Gedung PSCC Palembang, Senin (16/5/2016).

Jika sekolah tidak membentuk Gugus Pencegahan Kekerasan, dia memberi sanksi tegas yaitu sekolah tersebut tidak akan masik dalam Daftar Pokok Pendidikan (Dapodik) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Selain membentuk Gugus Pencegahan Kekerasan, korban kekerasan tersebut harus dibimbing oleh pihak sekolah dan orangtua, seperti berkonsultasi dengan terapi, guru Bimbingan Konseling (BK) dan Psikolog. Nantinya, persatuan ahli ilmu jiwa akan membantu memulihkan agar korban kekerasan tersebut tidak mengalami trauma berat.

"Orangtua dan guru jangan menganggap biasa (korban kekerasan) dan perlu melakukan konseling. Cek juga di sekolah, apakah anak-anak merasa cemas dan khawatir membaca berita. Konseling juga perlu diadakan," kata Anies.

Korban kekerasan juga, lanjut Anies, tetap berhak mendapatkan pendidikan. Jangan sampai pihak sekolah mengeluarkan anak dan mengakibatkan putus sekolah. Pihak sekolah tidak boleh melepaskan tanggung jawab karena tak mau berurusan dengan kasus yang menimpa siswanya.

"Keliru kalau anak-anak dikeluarkan dari sekolah, mereka bisa saja dipindahkan dengan alasan tertentu. Jangan sampai mereka putus sekolah, sekolah bisa kena sanksi. Korban dan pelaku kekerasan sebenarnya adalah korban dan mereka harus dibina lebih, bukan dikeluarkan. Dengan mengeluarkannya dari sekolah menjadi rumus mujarab buat anak lebih bermasalah," Anies menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya