Korban Vaksin Palsu Tuntut RS Harapan Bunda Ganti Rugi Rp 1,6 M

Orangtua korban vaksin palsu, Maruli Silaban menggugat RS Harapan Bunda di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 22 Jul 2016, 16:21 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2016, 16:21 WIB
20160715-Soal Vaksin Palsu, Orangtua Kembali Kejar Penjelasan RS Harapan Bunda-Jakarta
Seorang staf mencoba menenangkan para orangtua yang anaknya menjadi korban vaksin palsu di RS Harapan Bunda, Jakarta, Jumat (15/7). Mereka meminta manajemen RS berani mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tidak bungkam. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Orangtua korban vaksin palsu, Maruli Silaban, menggugat RS Harapan Bunda di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Maruli menuntut rumah sakit itu membayar ganti rugi Rp 1,6 miliar.

Kuasa hukum Maruli Silaban, Rony Hakim, mengatakan kliennya meminta pertanggungjawaban rumah sakit secara perdata dan administrasi. Kerugian secara materiil dan inmateril mencapai Rp 1,6 miliar.

"Kami meminta pihak rumah sakit memberikan pertanggungjawaban hukum perdata dan administrasi. Perdata kami ajukan Rp 600 juta untuk materiil dan immateriil Rp 1 miliar, total Rp 1,6 miliar," kata Rony di PN Jakarta Timur, Jumat (22/7/2016).

Sementara, tuntutan administrasi yang diminta kepada RS Harapan Bunda adalah rekam medik anak. Sampai saat ini RS Harapan Bunda tidak mau memberikan rekam medik kepada orangtua agar benar-benar mengetahui sang anak menjadi korban vaksin palsu atau tidak.

"Kami minta administrasi karena kan ada vaksin ulang. Vaksin mana yang dikatakan palsu dan yang tidak, sampai sekarang kan kami tidak tahu. Nah, melalui pengadilan kami minta transparansi buka data mengenai setiap pasien," kata Rony.

Langkah hukum ini terpaksa diambil karena RS Harapan Bunda tidak pernah membuka diri kepada orangtua yang ingin mengetahui secara pasti nasib anak mereka. Padahal, tidak sedikit uang yang dikeluarkan orangtua setiap kali vaksin.

"Bahwa di situ kan hak dan kewajiban tidak berjalan. Dokter memberikan vaksin orangtua korban membayar biaya vaksin, sekali Rp 700-800 ribu. Atas dasar itu klien saya Pak Maruli, direktur utama di suatu perusahaan, menggugat. Dia cuti untuk fokus menyelesaikan masalah, ternyata harapannya sia-sia," ucap Rony.

Dalam gugatan itu, RS Harapan Bunda diduga melanggar UU KUH Perdata Pasal 1365 jo Pasal 1367, UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52, UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 46, dan UU No 8 tahun 1999 Pasal 3 dan 4 tentang Perlindungan Konsumen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya