Produsen Vaksin Palsu Dijerat Pasal Pencucian Uang

Namun, penyidik Bareskrim Polri belum dapat memastikan nilai pencucian uang para tersangka produsen vaksin palsu tersebut.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 12 Agu 2016, 07:07 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2016, 07:07 WIB
Ilustrasi Vaksin Palsu 02
Ilustrasi Vaksin.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengungkapkan penyidik telah menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap para produsen vaksin palsu.

Para produsen vaksin palsu yang juga telah berstatus tersangka itu adalah pasangan suami istri Syafrizal dan Iin Suliastri, pasangan Agustina dan Hidayat Abdurrahman, Nuraini, serta Agus Priyanto. Namun, Agung belum dapat memastikan nilai pencucian uang mereka.

"Semua pembuatnya kami kenakan pencucian uang," ucap Agung dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Kamis 11 Agustus 2016.

Namun, Agung belum merinci berapa jumlah uang hasil dari TPPU para tersangka vaksin palsu. Penyidik, kata dia, masih berupaya menghitung jumlah uang tersebut.

"Saya belum bisa menyimpulkan menilai barang-barang berharganya," ujar Agung.

Yang pasti, tutur Agung, pihaknya sudah mengajukan surat permintaan kepada pengadilan untuk melakukan penyitaan. "Tentunya kami harus terus melengkapi persyaratan untuk penyitaan terhadap benda yang tidak bergerak."

Penyidik sebelumnya telah memblokir rekening para tersangka kasus ini. Pemblokiran dilakukan untuk melihat adanya transaksi mencurigakan terkait vaksin palsu.

Bareskrim Polri telah melimpahkan empat berkas perkara kasus vaksin palsu ke Kejaksaan Agung. Agung mengatakan, saat ini berkas itu masih dikaji oleh jaksa penuntut umum.

Sebanyak 25 tersangka, terdiri dari produsen, distributor, pengumpul botol, pencetak label vaksin, bidan, dan dokter. Mereka dibagi ke dalam empat berkas untuk memudahkan dalam penuntutan dan persidangan.

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 47 saksi kasus vaksin palsu dari berbagai pihak. Mulai dari distributor vaksin, perawat, hingga dokter. Penyidik juga telah mendengar keterangan dari tujuh ahli pidana, ahli perlindungan konsumen, dan juga dari Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya