Liputan6.com, Jakarta - Riwahyudin (54) bersama anaknya, Muhammad Irwan alias Amat (11), sudah 11 tahun tinggal di bajaj. Riwahyudin mengaku banyak faktor yang memaksa keduanya hidup tanpa tempat tinggal dan berpindah-pindah dengan bajaj.
"Pertama, saya nggak punya orangtua. Kedua, saya pun nggak punya rumah. Ibu si anak juga sudah meninggal," kata Riwahyudin di Kantor Pelayanan Terpadu Dinas Sosial DKI, Jalan Gunung Sahari II, Jakarta Pusat, Selasa (27/9/2016).
Sebagai orangtua tunggal, dia pun merasa memiliki tanggung jawab besar dalam merawat sang anak. Terlebih, semenjak 2006 lalu, dia ditinggal sang istri dan tidak ada lagi sanak saudara yang dapat dimintai bantuan.
Advertisement
"Sekitar 2006 atau 2007 kebeneran punya usaha di bajaj. Ya saya bawa sampai dia paham kondisi bapaknya. Ibunya meninggal. Usia satu tahun ibunya kabur dulu sama laki-laki lain. Anaknya ini ditinggal. Dua-tiga tahunan saya dapat kabar sudah meninggal. Saya rawat anak saya aja apa adanya," ujar dia.
Riwahyudin mengakui cukup repot harus tinggal di bajaj bersama anak. Terlebih, dia juga harus memikirkan setoran harian untuk bajaj dan uang jajan anaknya.
Muhammad Irwan atau Amat tampak ceria saat berada di Kantor Dinas Sosial DKI. Dengan wajah terus tersenyum, dia mengangguk pelan saat ditanyakan soal keinginannya memiliki rumah.
Amat tidak banyak bicara. Hanya saja, pertemuannya dengan rekan-rekan media tampak memberi rasa senang pada bocah yang duduk di bangku SD kelas 1 di SDN Gondangdia, Jalan Probolinggo, Jakarta Pusat itu.
Â