ACTA Yakin Menangkan Gugatan PTUN soal Pencopotan Ahok

ACT meminta pemerintah menerbitkan SK soal pemberhentian sementara Ahok sebagai Gubernur DKI.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 13 Feb 2017, 18:27 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2017, 18:27 WIB
ACTA
ACT meminta pemerintah menerbitkan SK soal pemberhentian sementara Ahok sebagai Gubernur DKI.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Kris Ibnu mengaku yakin bakal memenangkan gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait masih aktifnya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Menurut Kris, sesuai Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa kepala daerah yang berstatus terdakwa harus diberhentikan sementara.

"Kami yakin menang," kata Kris di kantor Bareskrim Polri, gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Senin (13/2/2017).

Kris mengatakan gugatan yang dilayangkannya sudah terdaftar di PTUN Jakarta dengan nomor registrasi 36/G/2017/PTUN tertanggal 13 Februari 2017. Pihak tergugat yakni Presiden, gugatannya yaitu meminta pemerintah menerbitkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara Ahok sebagai Gubernur DKI.

Menurut dia, dasar hukum gugatan PTUN ini adalah Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal itu mengatur apabila badan atau pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya maka hal tersebut bisa didugat dengan keputusan TUN.

"Jadi atas dasar pasal itu bisa dilakukan gugatan. Makanya nanti diuji di pengadilan. Bisa dilakukan uji itu di PTUN," ucap Kris.

Sementara Wakil Sekjen ACTA, Yustian Dewi S Widiastuti mengatakan ada dua argumentasi utama yang disampaikan atas gugatan ini. Pertama meskipun dakwaan alternatif, tetap saja Ahok adalah terdakwa dugaan pelanggaran pasal 156a KUHP.

Kemudian, argumentasi kedua yakni tentang frasa 'tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat lima tahun' dalam Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 haruslah dipahami bahwa tindak pidana yang dimaksud adalah yang ancaman hukuman maksimalnya lima tahun penjara.

Seharusnya, sambung Yustian, Kemendagri merujuk kasus pemberhentian sementara Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi yang juga didakwa dua pasal yang ancamannya 'lebih dari' dan 'kurang dari' lima tahun. Ahmad Wazir didakwa Pasal 112 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang ancaman hukumannya 12 tahun dan Pasal 127 UU yang sama ancaman hukumannya paling lama empat tahun.

"Dalam kasus tersebut Mendagri dengan tegas memberhentikan sementara begitu Ahmad Wazir bahkan sejak yang bersangkutan masih berstatus tersangka," kata Yustian.

Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakut mendakwa Ahok melanggar Pasal 156a dan 156 KUHP dengan ancaman maksimal lima tahun penjara.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya