Jarak Longsor Ponorogo Capai 2 Km, BNPB Terbangkan Drone

Operasi pencarian korban longsor Ponorogo dilakukan dengan membagi tiga sektor, yaitu sektor A, B, dan C.

oleh Rochmanuddin diperbarui 03 Apr 2017, 19:18 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2017, 19:18 WIB
Longsor Ponorogo
Pencarian korban longsor Ponorogo. (Liputan6.com/Arny Christika Putri)

Liputan6.com, Jakarta Pencarian 26 korban longsor Ponorogo di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, terus dilakukan tim SAR gabungan. Selain melibatkan ribuan personel, pencarian juga mengunakan drone atau pesawat tanpa awak.

Luasnya landaan longsor membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Badan Geologi menerbangkan drone.

"(Drone) untuk memetakan daerah longsoran guna membantu kaji cepat operasi tanggap darurat," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/4/2017).

Sutopo menjelaskan pemetaan ini digunakan untuk menjelaskan lebih detil mengenai luas dan dampak longsoran. Selain itu, dengan pemetaan detil melalui drone dapat dilihat secara langsung kemungkinan adanya daerah-daerah lain berpotensi longsor susulan.

"Penggunaan drone untuk penanggulangan bencana bukanlah hal yang baru. Untuk kebutuhan kaji cepat yang efektif, drone sangat bermanfaat," kata dia.

Keluwesan terbang drone, kata Sutopo, baik vertikal maupun horizontal dalam jangkauan tertentu, serta kemampuan mengambil gambar dari ketinggian tertentu, drone telah menawarkan gambar atau landscape berbeda dalam melihat peristiwa bencana.

"Sebuah studi yang dilakukan Palang Merah Amerika menyebutkan, bahwa drone adalah salah satu teknologi baru yang paling menjanjikan dan ampuh untuk meningkatkan respons bencana," kata dia.

Bahkan, menurut Sutopo, saat ini drone banyak juga digunakan media massa dalam peliputan bencana. Karena drone memiliki potensi besar dalam menyiarkan berita kepada publik.

"Mereka dapat menggunakan perangkat ini untuk melaporkan berita dari berbagai perspektif. Gambar dan video yang dihasilkan dari drone menjadi sumber informasi yang penting bagi pemerintah selaku pemegang keputusan," kata dia.

"Dan juga bagi masyarakat dalam angka memberikan informasi, edukasi, dan menumbuhkan kesiapsiagaan. Anda ingin melihat hasil penampakan longsor Ponorogo," dia melanjutkan.

Penyebab Longsor

Sutopo mengatakan, hasil pemetaan dan survei di lapangan menunjukkan, jenis longsor Ponorogo adalah longsor translasi, yaitu longsor yang disebabkan adanya pergerakan massa tanah dan bebatuan yang terdapat di bidang gelincir berbentuk rata.

"Retakan di perbukitan yang terbentuk pada 11 Maret 2017 kemudian terus melebar sehingga terjadi longsor pada 1 April 2017, dari mahkota longsor meluncur menghantam dinding bukit di depannya," ujar dia.

Menurut Sutopo adanya perbedaan morfologi menyebabkan material longsor berbelok ke arah kiri, meluncur dan menerjang permukiman mengikuti lereng.

"Jarak antara mahkota longsor dengan titik terakhir landaan longsor sekitar dua kilometer. Lebar landaan sekitar 200 meter dan tebal longsoran 20 meter. Inilah salah satu yang menyebabkan sulitnya pencarian korban tertimbun longsor," dia melanjutkan.

Sutopo menambahkan, lebih dari 1.500 personel dan tujuh alat berat dikerahkan untuk pencarian 26 korban hilang. Operasi pencarian dilakukan dengan membagi tiga sektor, yaitu sektor A untuk kedalaman timbunan longsor 17 - 20 meter.

"Pencarian (korban longsor Ponorogo) ini dikoordinir Basarnas. Kemudian, sektor B oleh TNI, dan sektor C Polri," Sutopo menandaskan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya