BMKG: Cuaca 2010 Terekstrem Selama 12 Tahun

Berdasarkan hasil pantauan BMKG maupun sejumlah badan cuaca seperti NOAA milik Amerika Serikat, BOM Australia, Jamsfe Jepang, prediksi El Nino/ La Nina menunjukkan indeks negatif.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Agu 2010, 07:38 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2010, 07:38 WIB
100717bgelombang-dok.jpg
Liputan6.com, Jakarta: Cuaca pada 2010 merupakan terekstrem selama 12 tahun terakhir. Ini dibuktikan terjadinya penyimpangan musim kemarau serta ditandai memanasnya suhu permukaan laut hampir di seluruh wilayah Indonesia. "Kondisi seperti ini mirip pada 1998, tapi intensitasnya jauh lebih tinggi. Bisa dikatakan 2010 ini unik sekali karena lebih ekstrem," kata Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Soeroso Hadiyanto di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Soeroso, fenomena ini bukan terjadi secara periodik dalam 12 tahun. Sebab, sebelum 1998, tidak terjadi cuaca seekstrem 2010. Dikatakannya hal itu terjadi tergantung fenomena global yaitu arah angin maupun curah hujan. "Saya tidak bisa mengatakan kalau ini sebuah fenomena periodik karena sangat tergantung dari tekanan udara, curah hujan, dan lainnya," tambah Soeroso.

Berdasarkan hasil pantauan BMKG maupun sejumlah badan cuaca seperti NOAA milik Amerika Serikat, BOM Australia, Jamsfe Jepang, prediksi El Nino/ La Nina menunjukkan indeks negatif. Pada Agustus-September 2010 diperdiksi La Nina moderat. Sedangkan pada Oktober 2010-Januari 2011 berupa La Nina kuat. "Saat ini pada Agustus 2010 terjadi fenomena global La Nina dengan intensitas moderat. Dampak El Nino sangat mempengaruhi suhu perairan di Indonesia," kata Soeroso.

Kondisi tersebut mempengaruhi cuaca pada Agustus 2010, yaitu memasuki masa pancaroba atau transisi dari musim kemarau ke musim hujan. Pada masa tersebut terjadi kemarau, namun disertai dengan hujan atau dinamakan kemarau basah. "Mungkin menjadi pertanyaan bagi masyarakat kenapa musim kemarau juga terjadi hujan, hal ini karena memasuki masa pancaroba, meskipun kemarau tapi juga terjadi hujan," ujar Soeroso, seperti ditulis Antara.

Faktor lain yang menyebabkan hujan terus menerus dengan curah hujan ekstrem yaitu di atas 150 mm/hari karena memanasnya suhu permukaan laut yang berdampak pada tingginya intensitas penguapan sehingga membentuk awan yang menyebabkan hujan. Selain suhu permukaan laut yang panas, indikator lain adanya perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin (SOI) yang saat ini nilainya positif 19,8 sehingga terjadi potensi hujan. Massa udara juga bergerak dari pasifik timur ke pasifik barat.(ULF)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya