Sinar Merah Letusan Gunung Agung

Jika kian membesar, tetapi terdapat sumbatan, hal itu bisa menyebabkan terjadinya ledakan besar pada Gunung Agung.

oleh Muhammad AliDewi DiviantaPutu Merta Surya Putra diperbarui 27 Nov 2017, 00:03 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2017, 00:03 WIB
Ada Warna Merah Menyala di Puncak Gunung Agung, Lava?
Ada Warna Merah Menyala di Puncak Gunung Agung, Lava? (Twitter/@Sutopo_BNPB)

Liputan6.com, Jakarta - Suanana sepi menyelimuti Desa Sebudi, Bali, Minggu 26 November 2017. Bak kota mati, tempat yang menjadi lokasi terdampak letusan Gunung Agung itu sunyi tanpa penghuni lantaran ditinggal pemilik rumah untuk mengungsi. Tak ada kendaraan yang hilir mudik. Sejumlah kendaraan dibiarkan terparkir di dekat rumah mereka.

Lampu depan rumah penduduk juga terlihat menyala kendati hari masih siang. Pagar rumah mereka tertutup rapat. Hanya anjing yang dibiarkan berkeliaran di sekitar lingkungan.

Warga desa tersebut berbondong-bondong meninggalkan kampungnya. Mereka pergi agar terhindar dari bahaya Gunung Agung yang kembali meletus pada Minggu pagi, pukul 06.20 WIB.

Data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebut, abu vulkanik Gunung Agung sudah mencapai ketinggian 2.500 sampai 3.000 meter atau lebih tinggi dari letusan sebelumnya, 21 November 2017.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, hujan abu dilaporkan terjadi di beberapa tempat seperti di Desa Duda Utara, Desa Duda Timur, Desa Pempetan, Desa Besakih, Desa Sideman, Desa Tirta Abang, Desa Sebudi, Desa Amerta Bhuana di Klungkung.

Hujan abu akibat letusan Gunung Agung dirasakan warga di beberapa titik. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Di sekitar Desa Sebudi, abu vulkanik Gunung Agung juga mengguyur lokasi tersebut. Ini terlihat dari kondisi dedaunan yang tampak memutih tertutup abu tipis akibat semburan gunung Agung.

Salah satu warga, yang sempat mengunggsi sempat kembali ke rumahnya. Ia ingin melihat keadaan rumah setelah ditinggal sejak Minggu dini hari tadi.

"Ini mau ngambil sesuatu dulu di rumah. Iya memang sudah ngungsi dari jam 01.00 WITA tadi. Pada takut, soalnya hujan abu tipis-tipis," ucap Wayan Simpen di lokasi.

Dia mengungkapkan, warga tidak mengungsi dalam satu titik. Mereka menyebar ke sejumlah lokasi, baik itu rumah saudara maupun tenda pengungsian yang telah disediakan.

Abu vulkanik yang keluar dari Gunung Agung. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

 

"Nyebar pak. Saya di Tebula, ada juga yang di Klungkung. Kalau punya saudara di Singaraja, di sana mereka," ujar Wayan Simpen.

Sementara di desa dekat Sebudi, seperti Desa Pakraman Selat, Amerta Buana, juga terlihat warga yang sedang bersiap-siap mengungsi. Ada yang memindahkan barangnya ke dalam truk. Ada juga yang menggunakan kendaraan pribadi mereka.

Abu vulkanik Gunung Agung tersebut menyelimuti daerah terdampak. Volume abu bervariatif, ada yang tebal dan juga ada yang tipis. Kondisi ini membuat warga untuk menggunakan masker saat akan beraktivitas agar kesehatannya tidak terganggu.

Warga Desa Tribuana yang sehari-harinya menjaga Pura Lempuyang, Kadek Suanarta (19), bercerita soal Gunung Agung. (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali Dewa Made Indra menyatakan, telah membagikan ribuan masker kepada warga. Masyarakat yang menjadi sasaran utamanya adalah yang berada di zona terdampak abu vulkanik Gunung Agung.

‎"Polri, BPBD, Dinas Kesehatan, PMI dan lainnya sedang membagikan masker kepada masyarakat. Jumlahnya belum bisa dihitung karena sedang berjalan‎," kata Indra, Minggu (26/11/2017).

Ia melanjutkan, pembagian ribuan masker itu dilakukan di beberapa titik seperti ‎di Kecamatan Rendang, Kecamatan Selat, Kecamatan Karangasem, Kecamatan Bebandem, dan Kecamatan Kubu.

‎Indra mengimbau masyarakat agar menggunakan masker yang telah dibagikan, terutama jika ke luar rumah. Terutama saat berada di wilayah yang terdampak abu vulkanik.

"Karena abu vulkanik Gunung Agung berbahaya bagi kesehatan. Masker dengan mudah dapat diperoleh di mana-mana. Yang terpenting adalah kesadaran akan pentingnya masker bagi kesehatan, terutama sistem pernapasan kita‎," ujar Indra.

 

Penerbangan Aman

AirNav gelar konfrensi pers terkait situasi penerbangan akibat letusan Gunung Agung. (Liputan6.com/Dewi Devianta)

Aktivitas Gunung Agung meningkat beberapa hari ini. Setidaknya terjadi lima kali letusan ditandai keluarnya lava dan abu vulkanik yang membubung setinggi tiga kilometer.

Meski demikian, lalu lintas penerbangan di Bali dipastikan belum terganggu. Hal itu diungkapkan General Manager AirNav Ngurah Rai Eko Setiawan.

Menurut dia, belum ada rencana penutupan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai akibat letusan Gunung Agung. Eko menjelaskan, indikator yang jadi acuan penutupan bandara belum terpenuhi. Setidaknya ada tiga alasan yang menjadi pertimbangan menutup aktivitas bandara.

"Pertama, d‎asar penutupan bandara adalah ada keretakan di landasannya sehingga tidak dipakai. Itu bisa terjadi misalnya karena gempa bumi," ujar dia, Minggu 26 November 2017.

Kedua, berkaitan dengan letusan gunung api kemudian ditemukan abu vulkanik di bandara dan sekitarnya. Ketiga, bila area pendekatan pesawat atau area keberangkatan tertutup abu.

"Jadi yang pertama dan kedua tidak terjadi. Tapi (alasan) ketiga, hal itu bisa terjadi. Di poin satu dan dua tidak terjadi, tapi bandaranya tertutup abu vulkanik. Nah ketiga hal itu yang menjadi konsen kami," tambahnya.

Alasan itu yang membuat Airnav memutuskan operasional penerbangan masih aman. Terlebih, informasi dari BMKG menunjukan arah hembusan angin yang membawa abu vulkanik tidak mengarah ke Bandara Ngurah Rai.

"Secara mudahnya kami di atas ada ruang udara yang terdampak setelah diperhitungkan akan di floating, di-steril dan pesawat tidak akan memasuki arah tersebut," paparnya.

Pesawat yang masuk wilayah udara Bali, kata Eko, bisa menghindari daerah terdampak letusan Gunung Agung sesuai SOP yang ada. Terkait dengan maskapai yang mengambil kebijakan untuk membatalkan keberangkatan, itu adalah kebijakan masing-masing.

 

Keluarkan Lava

Gunung Agung sebelumnya meletus pada Sabtu malam, 25 November 2017 sekitar pukul 17.30 WIB dan 19.00 WIB. Usai meletus, gunung yang terletak di Karangasem, Bali itu sempat mengeluarkan sinar merah yang disebut sebagai lava.

"Sangat besar kemungkinan bahwa sinar ini bersumber pada lava yang berada di dalam kawah. Hal ini juga didukung oleh sinyal seismik letusan pada sekitar pukul 23.01 WITA," ucap Ketua PVMBG Kasbani di Karangasem, Minggu (26/11/2017).

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG, ‎I Gede Suantika. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Dia menuturkan, pemantauan dilakukan dari Desa Muntig sekitar 6.5 km dari puncak Gunung Agung. Setelah beberapa kali pengambilan gambar, dapat teramati bahwa sinar memancar dari dalam kawah ke kolom abu yang keluar dari kawah Gunung Agung.

"Sehingga mengakibatkan efek cahaya merah pada kolom abu tersebut. Sinar yang memancar ini kemungkinan besar berasal dari dalam kawah Gunung Agung," tandas Kasbani.

Hal senada disampaikan Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) I Gede Suantika. Dia menilai sinar merah itu berasal dari sinar lava. Namun lava asih ada dalam kawah dan belum meluber.

Dia mengungkapkan, diameter kawah Gunung Agung sebesar 900 meter dengan kedalaman mencapai 200 meter. Lava itu akan meluber keluar setelah mendapatkan tekanan kuat dari bawah. "Tergantung apakah ada dorongan dari bawah," kata Gede.

Kawah Gunung Agung. (PVMBG)

Dalam proses ini, jelas dia, akan terus terjadi pengisian lava ke kantong permukaan. Jika kian membesar, tetapi terdapat sumbatan, hal itu bisa menyebabkan terjadinya ledakan besar. Ini sekaligus mempertegas bahwa kini Gunung Agung mengalami letusan magmatik.

Karena itu, PVMBG akan terus mengevaluasi kondisi Gunung Agung. Termasuk terkait status, apakah akan naik dari level III (Siaga) menjadi level IV (Awas).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya