Liputan6.com, Tangerang - Pendeta Abragam Ben Moses alias Saifuddin Ibrahim, Selasa 26 Februari kemarin, menjalani persidangan penyebaran ujaran kebencian suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di Pengadilan Negeri Tangerang.
Pada persidangan perkara ujaran kebencian yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Muhamad Damis itu, seharusnya masuk pada agenda eksepsi atau jawaban atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Baca Juga
Namun, karena terdakwa baru didampingi penasihat hukum, terdakwa meminta agar sidang masuk materi perkara.
Advertisement
Sayangnya, JPU pengganti Agus Kurniawan dan Erlangga dari Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, belum menyiapkan saksi dan meminta waktu hingga agenda persidangan berikutnya.
Namun saat itu, Ketua Majelis Hakim memberi wejangan kepada JPU, penasihat hukum, dan terdakwa.
"Pokoknya jika ada orang yang mengiming-imingi saudara jangan mau, itu artinya ada kepentingan. Penyuap dan penerima suap kena pidana, melanggar hukum," tegas hakim Damis.
Damis menambahkan, kejahatan mohon tidak terjadi di Pengadilan Negeri Tangerang.
"Ingat, saudara kalau bersalah dalam masalah ini hadapi hukuman, tapi kalau saudara tidak bersalah nanti dibebaskan. Pengadilan bukan tempat orang dihukum, tapi tempat orang mencari keadilan. Maka itu jangan tergiur iming-iming," pesannya lagi.
Abraham adalah seorang pendeta. Dia ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri pada 5 Desember 2017 di rumahnya, Buaran Indah Kota Tangerang.
Dia ditangkap karena menyebarkan ujaran kebencian berbau SARA melalui akun media sosial miliknya bernama Saifuddin Ibrahim. Polisi menyita barang bukti di antaranya satu Iphone 6 Plus warna putih.
Terjerat UU ITE
Penasihat hukum Abraham, Maxie Ellia, usai persidangan menyatakan siap mendampingi Abraham dalam setiap persidangan.
"Kami baru mendampingi, jadi belum tahu seperti apa dakwaan JPU, kami baru minta melalui majelis materi perkara (dakwaan)," kata Maxie.
Atas kasus ini, JPU pekan lalu mendakwa terdakwa dengan Pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Di dalam pasal itu disebutkan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dalam pasal itu diatur pula ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Sesuai pasalnya ancaman hukumannya 6 tahun penjara," kata Agus.
Advertisement