KPK Gunakan 3 Dasar Hukum Usut Kasus Peserta Pilkada yang Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap meneruskan proses hukum terhadap para calon kepala daerah yang terindikasi melakukan korupsi.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 14 Mar 2018, 13:25 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2018, 13:25 WIB
Terkait Kecelakaan Setya Novanto, KPK Angkat Bicara
Juru bicara KPK, Febri Diansyah memberikan keterangan kepada awak media di Gedung KPK, Kamis (17/11). Keterangan tersebut terkait Kecelakaan yang dialami Ketua DPR Setya Novanto pada Kamis (16/11) sore. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap meneruskan proses hukum terhadap para calon kepala daerah yang terindikasi melakukan korupsi. KPK tidak ingin proses demokrasi tercederai oleh pihak-pihak yang mengambil keuntungan dengan melakukan tindak pidana korupsi.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menggunakan tiga perundangan sebagai dasar hukum tetap untuk mengusut kasus tersebut.

"Untuk proses hukum tentu saja KPK di bagian penindakan kita tetap berjalan seperti biasa saja, karena dasar hukumya adalah hukum acara pidana, UU Tipikor, dan UU KPK. Tiga itu yang kita gunakan sebagai pijakan untuk dasar hukum," ujar Febri saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (14/3/2018).

Menurut dia, proses hukum ini bukan berarti KPK tidak mendukung pelaksanaan Pilkada 2018. KPK tetap mendukung Pilkada 2018. Buktinya, KPK tetap melaksanakan upaya pencegahan dan pelaporan harta kekayaan calon kepalda daerah. Selain itu, KPK telah berkoordinasi dengan Polri untuk mencegah politik uang dalam Pilkada 2018.

"Di beberapa daerah nanti akan kita datangi untuk memberikan pembekalan antikorupsi. Jadi, KPK berjalan pada dua posisi itu," ucap Febri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Permintaan Menko Polhukam

Menko Polhukam Wiranto Temui Ketua KPU
Menko Polhukam Wiranto usai melakukan pertemuan dengan Ketua KPU, Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (6/3). Pertemuan berlangsung sekitar satu jam dan tertutup. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto akan mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) duduk bersama. Dia ingin meminta lembaga antirasuah menunda rencana pengumuman status tersangka terhadap pasangan calon yang maju di Pilkada 2018.

Ia khawatir, langkah yang diambil KPK malah berdampak pada pelaksanaan Pilkada 2018. "Jangan sampai ada langkah-langkah tertentu, yang justru mengganggu jalannya pemilu. Yang kita harapkan, sukses, aman, tertib," tutur Wiranto di kantornya, Jakarta, Senin, 12 Maret 2018.

Ide untuk meminta KPK menunda pengusutan kasus peserta pilkada muncul dalam rapat koordinasi antara Kemendagri, Menko Polhukam, dan KPU.

Mereka khawatir ranah politik penyelenggaraan pilkada tercampur dengan persoalan hukum. Wiranto mengatakan, penundaan perlu dilakukan untuk menghindari prasangka ada nuansa politis di balik penetapan kasus tersangka oleh KPK.

Terlebih, beberapa waktu lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan sinyalemen akan menetapkan peserta pilkada sebagai tersangka kasus korupsi.

"Harapan kita beberapa orang yang akan ditersangkakan minimal minggu ini diumumkan," tutur Agus beberapa waktu lalu.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya