Polri: Patuhi Pengadilan, Super Yacht Equanimity Akan Dikembalikan

Sebelumnya, Hakim Tunggal Ratmoho memutus penyitaan kapal pesiar super yacht Equanimity Cayman yang dilakukan Polri tidak sah.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Apr 2018, 01:03 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2018, 01:03 WIB
Bareskrim Polri menggelar jumpa pers terkait putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai super yacht Equanimity
Bareskrim Polri menggelar jumpa pers terkait putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai super yacht Equanimity (Merdeka.com/ Nur Habibie)

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri menyatakan, akan mematuhi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengharuskan mengembalikan penyitaan kapal pesiar super yacht Equanimity Cayman.

"Maka Dittipideksus Bareskrim Polri akan mematuhi perintah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengembalikan kepada pemiliknya yaitu Equanimity (Cayman) Ltd," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigjen Pol Rudi Heryanto dalam Konferensi Pers di Kantor Bareskrim Polri di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (17/4/2018).

Selain itu, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, dapat disimpulkan bahwa pemilik Super Yacht Equanimity yang sah adalah Equanimity (Cayman) Ltd.

"Dan ini tidak ada kaitan antara Kapal Pesiar Equanimity dengan 1 Malaysian Development Berhad (1MDB)," kata dia.

Sebelumnya, Hakim Tunggal Ratmoho memutus penyitaan kapal pesiar super yacht Equanimity Cayman yang dilakukan Polri tidak sah. Karenanya, putusan pengadilan mengharuskan Polri mengembalikan penyitaan kapal tersebut.

"Mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi diajukan termohon dalam pokok perkara. Megabulkan permohonan praperadilan oleh pemohon dengan membatalkan surat penyitaan Polri tanggal 26 Febuari 2018, dan menghukum termohon untuk mengembalikan kapal pesiar tersebut kepada pemohon," kata Hakim Ratmoho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018).

Hakim menimbang, berdasar uraian pemohon yakni Pengacara Equanimity Cayman Ltd, Andi Simangunsong dan tim, dapat membuktikan dalil-dalil permohonan. Sehingga, menurut hakim pantas bila permohonan pemohon untuk dapat dikabulkan.

"Maka penyitaan oleh Polri menjadi tidak sah," jelas hakim.

Lewat pertimbangan hakim, Polri dinilai bertindak melebihi kewenangan dengan menerbitkan perkara baru. Padahal, surat diterima dari atase FBI menyatakan bahwa Polri hanya diminta melakukan operasi gabungan.

"Berdasar bukti surat kepada kepala investigasi tindakan kriminal Polri dari Joseph selaku atase hukum FBI dari kedutaan AS, dikatakan Polri untuk melakukan operasi gabungan menyita kapal dibutuhkan tim FBI. Maka seharusnya polri hanya melakukan itu saja," tandas hakim dalam amar putusannya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Disita di Tanjung Benoa

Sidang Praperadilan Kapal Pesiar Mewah Buronan FBI Digelar di PN Jaksel
Suasana sidang praperadilan yang dilayangkan pemilik kapal pesiar mewah Equanimity, Equanimity Cayman terhadap Bareskrim Polri di PN Jakarta Selatan, Senin (9/4). Kapal pesir mewah itu disita karena menjadi buronan FBI. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, sebuah kapal pesiar mewah senilai USD 250 juta atau setara Rp 3,5 T disita tim gabungan FBI dan Bareskrim Tanjung Benoa, Bali.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan kapal tersebut merupakan barang bukti yang diduga hasil kejahatan pencucian uang di Amerika Serikat.

Agung mengatakan, pihaknya menerima surat dari FBI pada 21 Februari 2018 yang isinya permintaan bantuan kepada Polri untuk mencari keberadaan kapal tersebut.

Super yacht tersebut diketahui masuk ke wilayah perairan Indonesia pada November 2017. Mengetahui hal itu, FBI selanjutnya berkoordinasi dengan Polri untuk melakukan penyitaan.

"Jadi, FBI AS melakukan joint investigation dengan Bareskrim. Kami membantu," kata Agung.

Pihak FBI telah memburu kapal tersebut selama empat tahun. Saat ini, pengadilan Amerika Serikat sudah memutus kasus tersebut. Barang bukti superyacht itu dinyatakan sebagai hasil kejahatan pencucian uang yang melibatkan sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Swiss, Malaysia, dan Singapura.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya