Aksi Biadab di Tiga Gereja Surabaya

Bom yang meledak di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, telah menelan korban jiwa. Ada 13 orang meninggal dunia dan 40 orang terluka dalam aksi biadab ini.

oleh Muhammad AliDian Kurniawan diperbarui 14 Mei 2018, 00:01 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2018, 00:01 WIB
Bom Bunuh Diri Ledakan Gereja di Surabaya
Ledakan bom terjadi di Gereja Katolik Santa Maria, Gubeng, Surabaya, Minggu (13/5). Bom juga meledak di KI Wonokromo Diponegoro, dan Gereja di Jalan Arjuno. (Liptan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Anton khusyuk beribadah di Gereja Pantekosta, Jalan Arjuno, Surabaya, Jawa Timur. Minggu pagi, 13 Mei 2018, ia melakukan ibadah di dalam gereja bersama jemaah lainnya.

Lima menit sebelum proses ibadah berakhir, tiba-tiba ia mendengar suara ledakan bom yang sangat kencang. Ledakan itu terjadi dua kali dengan selang waktu sekitar 20 menit. Usai bom meledak, api besar langsung berkobar.

"Api besar sekali. Karena ledakan itu kaca-kaca di gereja pecah dan melukai para jemaat. Saat itu ada sekitar ratusan jemaat di dalam gereja lantai bawah," kata Anton saat ditemui suarasurabaya.net, Minggu (13/5/2018).

Api dengan cepat membakar area depan gereja. Puluhan motor motor yang terparkir tak luput menjadi sasaran amukan sang jago merah.

Suasana pun menjadi kacau. Para jemaat, tutur Anton, keluar melalui pintu samping gereja. Pintu keluar itu mengarah ke Jalan Bromo.

Aparat kepolisian melakukan penjagaan dekat lokasi ledakan bom yang terjadi di Gereja Santa Maria, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5). Dua orang tewas dan 13 orang menderita luka akibat ledakan di Gereja Santa Maria. (AP/Trisnadi)

Akibat kejadian itu, kata Anton, dua keponakannya dan satu cucunya yang masih berusia 7 tahun menjadi korban. Keduanya mengalami luka akibat ledakan bom Surabaya.

Disebutkan Anton, keponakannya yang menjadi korban itu, sempat bercerita mengenai kronologi yang dilihatnya. Ia mengatakan, keponakannya sempat melihat sebuah mobil yang masuk ke dalam gereja. Seketika, ledakan bom Surabaya itu terjadi.

"Padahal segala kendaraan tidak boleh masuk, harus parkir di luar. Tetapi kendaraan mobil itu memaksa masuk, yang kebetulan saat itu gerbang gereja posisinya terbuka. Saat mobil masuk, tiba-tiba ledakan itu terjadi," terang dia.

"Saat ini keponakan saya dirawat di RKZ. Luka-luka cukup parah. Ini bekas darahnya ada di baju saya. Apalagi cucu saya yang tujuh tahun itu, hidungnya berdarah," pungkas dia.

Tak hanya itu, teroris juga menyasar dua tempat lain. Yaitu Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, dan Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel, Surabaya.

Akibat serangan di tiga gereja di Surabaya itu, sebanyak 13 orang meninggal dunia, dan 41 orang terluka. Mereka dirawat di sejumlah rumah sakit, di antaranya Rumah Sakit Dr Soetomo.

 

 

Bom Pinggang, Mobil, dan Pangku

Jokowi Tinjau Lokasi Ledakan Bom Gereja
Presiden Jokowi meninjau Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) yang menjadi lokasi ledakan bom di Jalan Arjuna, Surabaya, Minggu (13/5). Jokowi didampingi Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Mareskal Hadi Tjahjanto. (Liputan6.com/Istimewa)

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan pelaku menggunakan tiga jenis bom bunuh diri.

"Di GKI Diponegoro, tiga-tiganya menggunakan bom yang diletakkan pada pinggang. Ciri-cirinya khas. Karena yang rusak bagian perut. Sementara bagian atas dan bawah pinggang masih. Tapi di tempat itu tidak ada korban," ujar Tito di RS Bhayangkara Surabaya, Jatim, Minggu 13 Mei 2018.

Sedangkan di Ngagel, lanjut dia, pelaku menggunakan bom yang dipangku dengan menggunakan sepeda motor. "Nah, ini kita belum tahu seperti apa," kata Tito.

Menurut dia, bom yang diledakkan di Jalan Arjuna merupakan bom mobil. Pelaku teror meledakkan bom dengan cara menabrakkan mobil.

"Bom yang diledakkan di Jalan Arjuna ini yang terbesar saya kira," ujar Kapolri.

Yang lebih miris, pelaku diduga berasal dari satu keluarga. Ini diketahui setelah pihak kepolisian melakukan identifikasi.

"Alhamdulillah bisa mengidentifikasi pelakunya. Pelaku diduga satu keluarga," ungkap Tito.

Ia memaparkan, pelaku pemboman di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, Jalan Arjuno, diduga merupakan kepala keluarga tersebut.

Sebelumnya, kata Tito, sang kepala kelurga itu menurunkan istrinya, berinisial PK di Gereja Kristen Indonesia Diponegoro. PK turun bersama dua anaknya yang masing-masing masih berusia 12 dan 9 tahun.

Petugas memasang garis polisi dekat lokasi ledakan bom di Gereja Santa Maria, Surabaya, Minggu (13/5). Polisi Selain di Gereja Katolik Santa Maria, dua ledakan lain di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya dan Gereja Kristen Jawi Wetan. (AP/Trisnadi)

Di sana ketiganya juga melakukan aksi bom bunuh diri. Sementara dua pelaku yang membawa sepeda motor di Gereja Katolik Santa Maria, Jalan Ngagel, juga punya hubungan darah dengan pelaku lain.

"Ketiga yang di gereja itu juga dua orang laki-laki yang diduga putranya," Tito berujar.

Tito menyebut ada sejumlah faktor yang mempengaruhi 'kebangkitan' sel-sel teroris yang sudah lama tidur hingga meledakkan bom di Surabaya. Ada faktor dalam dan luar negeri yang mempengaruhi.

Dia mengatakan terpojoknya ISIS karena serangan dari negara-negara barat, merupakan salah satu faktor pendorong teror dan peledakan bom di Tanah Air dari luar negeri.

"Aksi ini kita duga di tingkat internasional, ISIS ditekan oleh kekuatan barat. Kemudian dalam keadaan terpojok, menyuruh semua sel yang di bawahnya untuk bergerak," kata Tito.

Terlebih, satu keluarga pelaku teror bom ini merupakan sel dari Jamaah Anshar Daulah (JAD) Surabaya. JAD bagian dari ISIS di Indonesia. Kepala keluarga peledak bom di Surabaya adalah pimpinan JAD Surabaya.

Sementara, faktor dari dalam negeri terkait dengan pimpinan ISIS di Indonesia, Aman Abdurrahman.

"Karena pimpinan mereka sudah kita lakukan penangkapan," ujar Tito.

 

Tindakan Biadab

Jokowi Tinjau Lokasi Ledakan Bom Gereja
Presiden Jokowi meninjau Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) yang menjadi lokasi ledakan bom di Jalan Arjuna, Surabaya, Minggu (13/5). Jokowi didampingi Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Mareskal Hadi Tjahjanto. (Liputan6.com/Istimewa)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengutuk keras insiden ledakan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur pada Minggu (13/5/2018). Menurut Jokowi, aksi teror itu diluar batas kemanusaiaan.

"Tindakan terorisme kali ini sungguh biadab dan di luar batas kemanusiaan," kata Jokowi di RS Bhayangkara, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018).

Jokowi mengatakan, korban dari aksi terorisme tak hanya anggota Polri saja. Melainkan juga masyarakat bahkan anak-anak. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menyampaikan rasa dukanya atas peristiwa yang menelan 10 korban jiwa.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendengarkan penjelasan Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait situasi dan kondisi saat meninjau Gereja Kristen Indonesia yang menjadi lokasi ledakan bom di Jalan Arjuna, Surabaya, Minggu (13/5). (Liputan6.com/Istimewa)

"Tak ada kata yang dapat menggambarkan betapa dalam rasa duka cita kita semuanya atas jatuhnya korban akibat serangan bom bunuh diri di Surabaya ini," ucap Jokowi.

Jokowi menegaskan aksi atau tindakan terorisme adalah kejahatan kemanusiaan.

"Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan," tegas Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga memastikan bahwa teror bom di tiga gereja dan menewaskan 13 korban ini tidak ada kaitannya dengan sentimen agama.

Menurut Jokowi, semua agama menolak dengan tegas aksi teror.

"Tidak ada kaitannya dengan agama apa pun. Semua ajaran agama menolak terorisme apa pun alasannya," tegas Jokowi.

Hal senada disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin. Dia mengutuk aksi ledakan bom gereja di Surabaya, Jawa Timur. Terlebih, peristiwa itu terjadi saat umat bergama tengah melaksanakan ibadah.

"Ini sungguh di luar perikemanusiaan dan periketuhanaan. Tidak ada agama mana pun, khususnya Islam, membenarkan tindakan seperti ini," kata Din di RS Bahayangkara Polda Jawa Timur, Minggu (13/5/2018).

Ia menegaskan, aksi bom gereja di Surabaya merupakan tindakan terorisme. Din menduga ada juga campur tangan kepentingan pihak lain untuk menciptakan konflik antaragama.

"Tapi tidak tertutup kemungkinan berhimpit dari kepentingan lain dari pihak yang ingin menciptakan konflik di antara umat beragama," Din berujar.

Mantan Ketua Umum MUI ini meminta umat Islam berpegang pada ajaran Islam Wasathiyah yang berada di tengah, tidak masuk dalam ekstrimisme. Ia juga mengucapkan belangsungkawa kepada korban bom gereja Surabaya dan keluarganya.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya