JAD di Balik Horor Teror Surabaya

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut rentetan aksi teror di Surabaya tidak lepas dari campur tangan ISIS.

oleh Andrie Harianto diperbarui 14 Mei 2018, 17:52 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2018, 17:52 WIB
Bom Meledak di Markas Polrestabes Surabaya
Aparat kepolisian menutup jalan setelah serangan bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5). Pelaku yang mengendarai motor meledakan bom di depan Polrestabes Surabaya, tepat di pintu masuk. (AFP/JUNI KRISWANTO)

Liputan6.com, Jakarta - Lima serangan bom mengguncang Surabaya dan Sidoarjo dua hari berturut-turut. Tiga bom meledak di gereja di Surabaya pada Minggu pagi, dan satu bom meledak di rumah susun sewa di Sidoarjo, Minggu malam. Pagi tadi, bom bunuh diri menyerang Markas Polrestabes Surabaya sekitar pukul 08.50 WIB.

Adapun tiga gereja yang menjadi sasaran bom itu adalah Gereja Santa Maria Tanpa Cela di Ngagel, GKI Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Jalan Arjuno. Akibat tragedi berdarah itu, catatan sementara kepolisian hingga Senin (14/5/2018), 21 orang meninggal dunia.

"Sebanyak 9 orang pelaku (teror) dan 12 warga," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera, Senin (14/5/2018).

Catatan polisi, 17 orang meninggal dunia di tiga gereja termasuk warga, jemaat, dan pengebom. Empat orang diserangan bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya. Keempatnya teridentifikasi pelaku bom bunuh diri dengan menggunakan sepeda motor.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut, rentetan aksi teror di Surabaya tidak lepas dari campur tangan ISIS.

"Kemungkinan motifnya serangan ini karena adanya instruksi dari ISIS sentral, mereka terdesak dan memerintahkan sel lainnya untuk bergerak. Selain di Surabaya ada serangan juga di Paris, satu pelaku menggunakan pisau tertembak mati oleh polisi," ujar Tito di Surabaya, Senin (14/5/2018).

Tito menyebutkan bahwa pengebom gereja Surabaya adalah satu keluarga. Di mana kepala keluarga itu adalah pentolan kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD) Surabaya. Kelompok ini menyatakan berbaiat kepada pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi.

"Pelaku diduga satu keluarga. Ayahnya Dita, istri, dua anak laki-laki dan dua anak perempuan," kata Tito.

Sebelum beraksi, kata Tito, ia menurunkan istrinya, berinisial PK, di Gereja Kristen Indonesia Diponegoro. PK turun bersama dua orang anaknya yang masing-masing masih berusia 12 dan 9 tahun.

Di sana ketiganya juga melakukan aksi bom bunuh diri. Sementara, dua pelaku yang membawa sepeda motor di Gereja Katolik Santa Marian, Jalan Ngagel, juga punya hubungan darah dengan pelaku lain.

"Ketiga yang di gereja itu juga dua orang laki-laki yang diduga putranya," Tito berujar.

Ledakan bom pertama terjadi sekitar pukul 07.30 WIB, lalu pukul 07.35 WIB, dan pukul 07.40 WIB. Sementara bom Sidoarjo meledak sekitar pukul 21.20 WIB. Tiga orang tewas akibat bom yang disiapkan untuk aksi teror ini.

 

Serangan Balik JAD?

Bom Meledak di Markas Polrestabes Surabaya
Aparat kepolisian bersenjata lengkap berjaga setelah serangan bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5). Polisi mendata ada 10 korban luka dalam tragedi bom bunuh diri di Markas Polrestabes Surabaya. (AFP/JUNI KRISWANTO)

Kapolri Jenderal Pol Tito menduga, pelaku teror Surabaya dan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, adalah sinyal perlawanan JAD.

Selain ada campur tangan ISIS, faktor lain kelompok JAD melakukan teror adalah karena otak dan kaki tangan kelompok yang dipimpin Bahrumsyah ini ditangkap kepolisian.

Sebut saja Aman Abdurrahman yang baru bebas Agustus 2017 harus menunda menghirup udara bebas di luar penjara. Densus 88/Antiteror kembali menangkapnya karena keterlibatan dalam teror bom Thamrin, Januari 2017.

Sebelumnya, Aman divonis bersalah karena terlibat dalam pelatihan teror di pegunungan Janto, Aceh Besar, pada 2011. 

"Yang bersangkutan diduga keras berkaitan dengan perencanaan, pendanaan kasus Bom Thamrin di Jakarta tahun 2016, awal," kata Tito dalam konferensi pers di Mapolda Jatim, Senin (14/5/2018).

Abu Bakar Baasyir juga dinyatakan bersalah dalam kasus serupa. Namun, dia tidak terbukti bersalah dalam pendanaannya.

Kelompok ini semakin meradang setelah pentolan mereka, Zainal Anshori, ditangkap Detasemen Polri berlambang burung hantu ini. Zainal ditangkap karena menyelundupkan senjata dari Filipina Selatan ke Indonesia. Zainal adalah tokoh sentral JAD yang ditunjuk Aman untuk memegang komando JAD.

Senjata yang diselundupkan itu digunakan untuk teror di Thamrin, Jakarta Pusat, awal 2016 lalu.

"Tentu ini membuat kelompok, jaringan JAD di Jatim, termasuk di Surabaya ini mereka memanas dan ingin melakukan pembalasan," kata Tito.

Begitu pula di kerusuhan di Mako Brimob. Menurut Tito, kerusuhan tidak serta-merta dipicu oleh makanan.

"Tapi karena ada dinamika internasional dan upaya kekerasan pasca-ditangkapnya pimpinan mereka," Tito membeberkan.

Di Jatim, Tito melanjutkan, kelompok JAD Surabaya adalah yang paling bereaksi. Kelompok ini melakukan langkah tertutup untuk perang. "Mereka mempersiapkan bom," kata Tito.

Tito menegaskan, kelompok JAD tidak ada sangkut paut dengan keagamaan, tetapi pemikiran-pemikiran yang menyalahgunakan ajaran-ajaran terkait dengan agama apa pun.

Keterkaitan ISIS dengan kelompok JAD Surabaya adalah bom rakitan yang digunakan, yaitu material bom yang juga banyak digunakan ISIS.

"Kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulah) ini, khususnya cabang Surabaya, mereka membuat bom dan kita lihat sementara ditemukan Puslabfor bahan peledaknya TATP (triacetone triperoxide). Ini bahan peledak yang sangat terkenal di kelompok ISIS di Suriah dan Irak, dengan julukan 'mother of satan' tapi diramu sedemikian rupa," kata Tito.

 

Apa itu JAD?

Bom Meledak di Markas Polrestabes Surabaya
Aparat kepolisian menutup jalan menuju Polrestabes Surabaya setelah serangan bom bunuh diri di Jawa Timur, Senin (14/5). Diduga, pelaku seorang pria dan wanita yang berboncengan dengan sepeda motor dan membawa seorang anak kecil (AP/Achmad Ibrahim)

Dikutip dari merdeka.com, JAD muncul sekitar 2015. JAD juga dikenal dengan sebutan Jamaah Anshorut Daulah Khilafah Nusantara (JADKN). Jaringan ini dipimpin langsung oleh Bahrun Naim yang disebut-sebut sebagai Koordinator ISIS Indonesia di Suriah. Di Indonesia, JAD dipimpin oleh Aman Abdurahman yang kini mendekam di Nusakambangan dan Abu Jandal yang dikabarkan tewas dalam sebuah serangan.

Pada Januari 2017, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengeluarkan pernyataan yang mengategorikan JAD sebagai kelompok di Indonesia yang paling mendukung ISIS. JAD juga disebut sebagai organisasi payung yang terdiri dari ratusan simpatisan ISIS yang berada di seluruh penjuru Indonesia.

Meski bukan tergolong jaringan yang eksis melakukan serangan teror, kenyataannya serangkaian aksi teror di Indonesia belakangan ini dilakoni simpatisan JAD. Sebut saja aksi bom Thamrin; bom di Polres Surakarta; penyerangan Mapolres Banyumas; bom panci di Cicendo Bandung; baku tembak di Tuban, Jawa Timur; penyerangan Pospol Cikokol, Banten; pengeboman Gereja Oikumene Samarinda; dan terbaru bom bunuh diri Kampung Melayu. JAD juga disebut-sebut pernah menyiapkan bom besar untuk Istana Negara, tetapi berhasil digagalkan.

Mereka yang bergabung dalam JAD belajar membuat bom secara autodidak, dengan bantuan internet. Bahrun Naim memberikan pelatihan online kepada anggota kelompoknya. Begitu pula cara mereka berkomunikasi dengan Bahrun Naim juga mengandalkan jejaring sosial. Untuk pendanaannya dikirim Bahrun Naim melalui transfer antarbank.

Polisi dengan mudah mendeteksi sel JAD terhubung dengan Bahrun Naim salah satunya dari jenis bom yang dirakit.

"Kalau kita lihat dari bom yang digunakan yaitu bom panci, bisa membuat bom dari alat dapur, termasuk bom panci ini bahaya karena memiliki tekanan tinggi. Membuat bom dari alat dapur, bahkan dari gula saja dia bisa membuat bom," jelas Tito di RS Polri saat konferensi pers terkait Bom Kampung Melayu, 2017.

Menurut Tito, bom panci partikelnya lebih bahaya karena ada gunting, mur, bahan peledak menggunakan TATP yang merupakan ciri khas dari kelompok ISIS.

Siapa sasaran JAD? JAD mendapatkan doktrin dan instruksi untuk menyerang polisi. Anggota kepolisian yang rentan menjadi target serangan adalah mereka yang bertugas di pos polisi dan polisi lalu lintas. Mereka menggunakan doktrin Takfiri. Kapolri menjelaskan, doktrin ini ditanamkan bahwa segala sesuatu yang bukan berasal dari Tuhan adalah haram.

"Sehingga muslim yang dianggap tidak sepaham dengan mereka dianggap kafir," kata Tito.

Kafir yang dimaksudkan para teroris tersebut adalah Kafir Harbi dan juga Kafir Dzimmi. Polisi diposisikan sebagai Kafir Harbi, yaitu kafir yang menjadi musuh Allah, musuh Rasulullah, dan musuh kaum muslim. Kafir ini selalu membenci Islam, dan senantiasa menumpahkan darah kaum muslim. Mereka tidak henti-hentinya memerangi umat Islam, menyiksa, membunuh, dan membantai.

"Polisi karena tugasnya, kita melakukan penindakan hukum. Jadi bagi mereka adalah Kafir Harbi. Lebih dari 120 anggota Polri jadi korban, 40 di antaranya termasuk yang gugur. Sementara luka 80-an," ujarnya.

Sedangkan Kafir Dzimmi yaitu kafir yang tidak memusuhi Islam. Sebaliknya, mereka adalah kafir yang tunduk kepada aturan negara khilafah sebagai warga negara, meskipun mereka tetap dalam agama mereka.

 

Perburuan Teroris

AKBP Roni
AKBP Roni Faisal Saiful saat menyelamatkan seorang bocah dari ledakan bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya (Liputan6.com/Dian)

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, pihaknya melakukan pengejaran terhadap kelompok JAD yang melakukan teror bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya dan ledakan bom di rusunawa di Wonocolo Sidoarjo, Jawa Timur. Hasilnya, lima orang tertangkap, Senin dini hari tadi.

"Subuh tadi tertangkap lima orang. Satu orang nama Budi Satrio," kata Tito dalam jumpa pers di Mapolda Jawa Timur, Surabaya, Senin (14/5/2018).

Tito menjelaskan, Budi Satrio merupakan orang nomor dua penting di JAD Surabaya setelah Dita Supriyanto, pengebom di gereja di Jalan Arjuno, Surabaya.

Karena melawan saat ditangkap, dia ditembak mati. "(Saat penangkapan) Ditemukan bom yang sama. Jenis pipa," kata dia.

Sementara itu, bom bunuh diri di tiga tempat ibadah dan Mapolrestabes Surabaya melibatkan anak-anak. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, teror melibatkan para bocah ini baru pertama kali terjadi di Indonesia.

"Anak dilibatkan dalam aksi teror baru pertama kali di Indonesia, dengan bom pinggang kemudian bunuh diri," ujar Tito.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan perintah pada Polri dan TNI untuk menindak tegas tindakan teror yang pengecut dan biadab.

Tiga kejadian terkait teror beruntun melanda Jawa Timur, yakni pengeboman di tiga gereja di Surabaya pada Sabtu pagi, ledakan di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo pada Minggu malam, dan pengeboman di Mapolrestabes Surabaya pada Senin pagi. Korban jiwa jatuh, para pelaku pun tewas.

"Tidak ada kompromi untuk melakukan tindakan-tindakan di lapangan untuk menghentikan aksi teroris," kata Jokowi di Jakarta, Senin, 14 Mei 2018.

"Kita akan basmi terorisme sampai ke akar-akarnya," kata Jokowi.

Presiden juga meminta DPR dan kementerian terkait untuk segera merevisi UU Tindak Pidana Terorisme.

"UU yang diajukan Februari 2016, untuk segera diselesaikan secepatnya dalam masa sidang 18 Mei 2018 yang akan datang," kata Jokowi.

UU tersebut adalah payung hukum yang penting bagi aparat dan Polri untuk bisa menindak tegas dalam pencegahan maupun dalam tindakan

"Di bulan Juni, kalau di akhir masa sidang belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan perppu," kata Jokowi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya