5 Cerita Anak Bomber Sidoarjo Menolak Doktrin Radikal Ayahnya

Anak bomber Sidoarjo mengungkap tak semua anak di keluarganya mengikuti ajaran orangtuanya yang radikal.

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 17 Mei 2018, 15:02 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2018, 15:02 WIB
Gabungan Suporter Bola Gelar Aksi Lilin Doakan Korban Bom Surabaya
Lilin simbol cinta dinyalakan oleh gabungan suporter klub sepak bola dalam aksi solidaritas terkait tragedi teror bom di Surabaya dan Sidoarjo di Taman Suropati, Jakarta, Senin (14/5). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Ledakan bom bunuh diri terjadi di lima tempat berbeda di Surabaya dan Sidoarjo sejak 13 Mei 2018 sampai 14 Mei 2018. Setelah ledakan di tiga gereja di Surabaya, ledakan kembali terjadi di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo.

Baik bom di Surabaya maupun di Sidoarjo, sama-sama dilakukan satu keluarga dengan melibatkan anak-anak. Bedanya, bom di Sidoarjo diduga meledak secara tidak sengaja dalam rumah yang ditinggali keluarga terduga teroris Anton Febianto (47).

Tiga orang meninggal dunia atas ledakan itu, yakni Anton Febryanto, Puspita Sari (47) istri Anton, dan RAR (17) anak Anton. Sementara, ketiga anak Anton kini menjadi yatim piatu, yakni AR (15), FPH (11), dan Hu (11). FPH terluka di paha kiri belakang, sementara Hu terluka di hidung.

AR pun mengungkap tak semua anak di keluarganya mengikuti ajaran orangtuanya yang radikal. Salah satunya AR. Dia memilih tak mengikuti ajaran orangtuanya.

Berikut beberapa cerita yang diungkapkan AR terkait keluarganya:

 

1. Perbedaan Kasih Sayang

Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat mengunjungi anak korban bom di rusunawa Wonocolo, Sidoarjo (dok. Divisi Humas Polri)

Selama ini AR, anak kedua dari Anton Febianto (47), dan istrinya, Puspita Sari (47) merasa ada ketimpangan kasih sayang. Dia merasa adanya perbedaan pembagian kasih sayang antara dia dan kakak adik-adiknya.

Orangtuanya akan lebih sayang pada anaknya yang menuruti keinginan mereka. Sedangkan anak yang "membangkang" tidak terlalu disayang.

2. Dipaksa mengaku homeschooling

Anton dan istrinya tidak membolehkan anak-anaknya bersekolah umum. Mereka meminta pada anaknya untuk homeschooling. "Padahal bukan homeschooling, tapi dikungkung di rumah dan didoktrin oleh orangtuanya, ditontonkan video-video radikal," kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Irjen Pol Machfud Arifin.

 

3. AR Tak Mau Didoktrin

Gabungan Suporter Bola Gelar Aksi Lilin Doakan Korban Bom Surabaya
Lilin simbol cinta dinyalakan dalam aksi solidaritas terkait tragedi teror bom di Surabaya dan Sidoarjo di Taman Suropati, Jakarta, Senin (14/5). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

AR menolak didoktrin oleh orangtuanya dengan cara menonton film-film tentang jihad. Dia memutuskan untuk tidak seperti kakak dan kedua adiknya. AR memilih bersekolah umum dan tinggal bersama neneknya.

Menurut AR, ayahnya selalu memperlihatkan video jihad kepada mereka. "Seperti rajin memberikan tontonan video jihad kepada anak-anak untuk membentuk ideologi sejak dini.

Cara ini juga dilakukan oleh Dita (pelaku bom tiga gereja di Surabaya). Dia menyuruh anak-anaknya menonton film radikal secara terus menerus. Beda dengan anak kedua Anton. Keempat anak Dita sama sekali tidak ada yang memberontak.

4. Diajak Pengajian Bersama Keluarga Dita

Keluarga Anton dan keluarga Dita ternyata saling kenal. Kedua keluarga ini yang melakukan bom bunuh diri pada hari yang sama. Bahkan mereka sering melakukan pengajian bersama di rumah Dita, dengan membawa anak-anak mereka.

"Mereka juga rutin hadir di pengajian rumah Dita ," kata Machfud. Ini adalah cara Dita untuk menjadikan anak-anaknya 'pengantin' alias pelaku bom bunuh diri.

5. Sering Diajak Berjihad

Bom Rusunawa Sidoarjo, 3 Meninggal dan 3 Selamat
Bom Rusunawa Sidoarjo, 3 Meninggal dan 3 Selamat (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengunjungi tiga anak yang selamat dari ledakan bom rakitan di rumah susun sewa lantai 5, Blok B, Nomor 2, Wonocolo, Sidoarjo, Jawa Timur. Kepada Kapolri, salah satu anak menuturkan bagaimana sang ayah mengajaknya berjihad.

Ketiga anak yang kini menjadi yatim piatu itu adalah AR (15), FPH (11), dan Hu (11). FPH terluka di paha kiri belakang, sementara Hu terluka di hidung.

"Kegiatan ayahnya, Anton Febrianto (47), sehari-hari menjadi penjual jam tangan online dan seringkali mendengarkan ceramah melalui internet," ujar Karopenmas Polri Brigjen M Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa 15 Mei.

Dia juga bercerita bagaimana ayahnya itu kerap mengajaknya berjihad. Namun, berulang kali pula AR menolak ajakan tersebut.

"Alasannya tidak sesuai pemikirannya dan bertolak belakang dengan ajaran Islam," kata Iqbal.

Kepada Kapolri, AR juga membenarkan bahwa bom yang meledak tersebut adalah milik ayahnya dan dirakit sendiri. Ayahnya belajar merakit bom melalui internet.

"Awalnya dia (AR) tidak memahami bahwa yang dirakit oleh ayahnya itu adalah sebuah bom hingga menyebabkan terjadinya ledakan di kamar yang ditinggalinya bersama," kata Iqbal.

Ledakan bom di Rusun Wonocolo Blok B Lantai 5 itu terjadi pada Minggu malam, 13 Mei 2018. Polisi memastikan ledakan tersebut berkaitan dengan ledakan bom yang menimpa tiga gereja di Surabaya pada Minggu pagi, 13 Mei 2018.

Tiga orang yang meninggal adalah Anton Febryanto (47) sebagai kepala keluarga, Puspita Sari (47), istri Anton, dan RAR (17), anak.

 

Reporter: Fellyanda Suci Agiesta

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya