Eni Saragih Diduga Terima Rp 4,8 M dari Bos Blackgold Natural Resources

Uang sebesar Rp 4,8 miliar yang diterima Eni ini lantaran dia memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 14 Jul 2018, 22:20 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2018, 22:20 WIB
OTT Rumah Dinas Menteri Sosial
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan dan dua penyidik menunjukkan barang bukti Operasi Tangkap Tangan (OTT) uang Rp 500 juta di Gedung KPK Jakarta, Sabtu (14/7). KPK menetapkan dua tersangka di rumah dinas Menteri Sosial. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka.

Keduanya diduga terlibat dalam tindak pidana suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Riau. Dari kontrak tersebut, Eni diduga menerima Rp 4,8 miliar dari Johanes.

"Diduga total uang suap sebesar Rp 4,8 miliar," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

Penerimaan uang terhadap terhadap Eni Maulani Saragih melui staf dan keluarga Johanes dalam empat tahap. Pertama pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, pada Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar, pada 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta, dan penerimaan terakhir pada 13 Juli 2018 sebesar Rp 500 juta.

Uang sebesar Rp 4,8 miliar yang diterima Eni ini lantaran dia memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Pada saat penerimaan yang terakhir, tim penindakan KPK langsung menangkap Eni Maulani Saragih, Johanes dan 11 orang lainnya.

"Dalam kegiatan ini, KPK mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang Rp 500 juta tersebut," kata Basaria.


KPK Sesalkan

Atas dugaan itu, Eni yang diduga sebagai pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Johannes yang diduga sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.‎

"KPK sangat menyesalkan peristiwa seperti ini terjadi kembali. Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mendapatkan sejumlah bukti adanya dugaan persekongkolan dan penerima uang sebagai fee terkait salah satu dari proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt tersebut," terang Basaria.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya