Cerita tentang Gedung yang Hilang di Kawasan Kota Tua

Salah satu gedung di kawasan Kota Tua, di Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara dikabarkan hilang atau dirobohkan sekitar satu bulan yang lalu.

oleh Ika Defianti diperbarui 18 Jul 2018, 05:36 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2018, 05:36 WIB
Pasca-Ambruk, Begini Kondisi Gedung Galangan VOC Sekarang
Kondisi bagian atap gedung Galangan VOC pascaambruk di kawasan Kota Tua, Penjaringan, Jakarta, Minggu (3/6). Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu gedung di kawasan Kota Tua, di Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara dikabarkan hilang atau dirobohkan sekitar satu bulan yang lalu. Lokasi gedung tersebut berada di antara gedung Resto Raja Kuring dan Galangan VOC yang telah diusulkan sebagai cagar budaya kawasan Kota Tua.

Saat Liputan6.com mendatangi lokasi tersebut pada Selasa, 17 Juli 2018, hanya ada tanah lapang bekas bangunan dirobohkan. Beberapa pekerja bangunan bekerja memperbaiki tembok bangunan Resto Raja Kuring.

Sedangkan, sebagian bangunan Resto Raja Kuring kusam dan tidak terawat. Catnya sudah mulai pudar, sehingga sangat kontras dengan bagian gedung lainnya.

Menurut salah satu petugas keamanan yang berjaga, Rochman, hanya sebagian gedung saja yang disewa oleh pihak resto. Sedangkan sebagian gedungnya terbengkalai begitu saja. 

Bahkan, sebagian atap gedung mulai roboh karena pohon beringin yang tumbuh dari dalam gedung. Untuk bagian gedung yang roboh tertutup terpal biru. Karena hal itu, pihak Pemprov DKI Jakarta telah memasang beberapa spanduk berwarna merah yang bertuliskan peringatan adanya perbaikan kontruksi.

"Kalau resto batasnya sampai tiang warna putih itu. Sebagian lagi kosong, semua pintu digembok," kata Rochman.

Gedung di antara Restoran Galangan VOC dan Raja Kuring Kota Tua (Liputan6.com/Google Street View)

Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Norviadi Setio Husodo menyatakan, bangunan yang hilang yang berlokasi di Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara bukan termasuk salah satu cagar budaya di Jakarta.

Meskipun bangunan yang telah rata dengan tanah tersebut diapit oleh dua gedung cagar budaya, yaitu bangunan Resto Raja Kuring dan Galangan VOC.

Berdasarkan hasil kajian dari tim ahli cagar budaya yang berkonsultasi dengan tim sidang pemugaran (TSP), Norviadi menyebut gedung tersebut dimungkinkan untuk dibangun kembali. Untuk pembangunannya, kata dia, diupayakan menyerupai bangunan aslinya. Sehingga tidak berbeda dengan bangunan gedung di sebelahnya.

"Kalau sebelahnya bangunan kolonial style, ya harus sesuai dengan itu. Jangan sampai nanti bangunannya minimalis atau modern. Jangan sampai tingkat ketinggiannya berbeda, disesuaikan minimal fasetnya (bangunan depan) hampir sama," kata Norviadi kepada Liputan6.com di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.

Gedung di antara Restoran Galangan VOC dan Raja Kuring Kota Tua (Liputan6.com/Google Street View)

Pembongkaran hingga pembangunan di Kawasan Kota, menurut dia, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Salah-salah, hal tersebut dapat menimbulkan pelanggaran.

Norviadi menyebut perobohan bangunan yang bersebelahan dengan Galangan VOC itu sudah berdasarkan hasil konsultasi dengan TSP dan ahli cagar budaya. Hal sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan-Bangunan Bersejarah di DKI Jakarta sebagai Benda Cagar Budaya.

"Pastinya mereka akan diimbau untuk segera konsultasi dulu kalau mau renovasi, rekontruksi atau mau bikin bangunan baru ke tim sidang pemugaran," tutur Norviadi.

Dia menjelaskan, kawasan Kota Tua bukan hanya di kompleks Museum Fatahillah. Kawasan tersebut mempunyai luas wilayah hingga 334 hektare yang meliputi 80 persen masuk kawasan administrasi Jakarta Barat dan 20 persen Jakarta Utara.

Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan bagian Utara Kawasan Kota Tua, untuk bagian selatan yakni Stasiun Jakarta Kota, barat wilayah Pekojan dan timur kawasan belakang gedung Bank Negara Indonesia (BNI). Norviadi menyebut 50 persen gedung milik swasta, 48 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan dua persen milik Pemprov DKI Jakarta.

"Hanya enam bangunan (milik Pemprov) seperti Museum Wayang, Museum Keramik, Museum Sejarah Jakarta, Museum Bahari, menaranya, jembatan kota intan dan Gedung Konservasi Cagar Budaya. Selebihnya punya swasta ataupun perorangan seperti di Jalan Kakap," papar dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Kriteria Jadi Cagar Budaya

Norviadi menyebut terdapat empat kriteria khusus untuk menjadikan sebuah bangunan dapat dikategorikan sebagai cagar budaya. Pertama yakni bangunan tersebut minimal berusia 50 tahun, kedua memiliki keaslian atau orisinalitas, keunikan hingga karakter tersendiri.

"Contoh Museum Fatahillah dari usia pasti masuk, usia lebih 300 tahun, orisinalitas dari zaman dulu sampai sekarang kaya gitu, karakter, keunikan bangunan tetap. Sudah terpenuhi," ucap Norviadi.

Nantinya, lanjut dia, setiap bangunan cagar budaya juga masih dikategorikan dari beberapa golongan berdasarkan abjad. Untuk golongan A seperti Museum Fatahillah secara aturan tidak boleh dibongkar, golongan B mempunyai ketentuan sebagian kecil ruangnya masih dapat direnovasi, contohnya toilet.

"Untuk golongan C sebagian boleh diganti tetapi bentuk depan harus dipertahankan, struktur utama harus diupayakan," jelas Norviadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya