HEADLINE: Menantu Hendropriyono dan Luhut Jadi Petinggi TNI, Agar Pilpres Tak Gaduh?

Jelang pilpres, Jenderal Andika Perkasa dan Brigjen Maruli Simanjuntak diangkat di posisi penting di tubuh TNI. Keduanya menolak dikaitkan dengan ayah mertua.

oleh Luqman RimadiNafiysul QodarRita Ayuningtyas diperbarui 01 Des 2018, 00:01 WIB
Diterbitkan 01 Des 2018, 00:01 WIB
Apel Nusantara Bersatu
Sekitar 6.000 warga Solo dan personel TNI/Polri mengikuti apel Nusantara Bersatu. (Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Jakarta - Karier menantu orang-orang dekat Presiden Joko Widodo atau Jokowi moncer di TNI, jelang Pilpres 2019.

Pada Kamis 22 November 2018, Jokowi melantik Andika Perkasa sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang baru. Pangkatnya pun naik menjadi jenderal bintang empat.

Andika yang sebelumnya menjabat Panglima Kostrad (Pangkostrad), menggantikan Jenderal TNI Mulyono yang akan pensiun pada awal 2019. Andika merupakan menantu mantan Ketua Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono.

Hendropriyono dan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) menyatakan berdiri di belakang Jokowi pada Pilpres 2019 ini.

Terakhir, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menunjuk Brigjen TNI Maruli Simanjuntak menjadi Komandan Pasukan Pengaman Presiden (Danpaspampres).

Maruli Simanjuntak merupakan menantu dari Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

Kapuspen TNI Mayjen Santos Matondang membenarkan pergantian di tubuh TNI. Pergantian ini tertuang dalam surat keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1240/XI/2018 tertanggal 29 November 2018 yang ditandatangani langsung Marsekal Hadi Tjahjanto.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Sri Budi Eko Wardani mengatakan, pelantikan dua orang ini tidak bisa dilepaskan dari momentum pilpres. 

"Ini sebuah strategi mengamankan dukungan militer. Dukungan yang saya maksud di sini adalah dukungan stabilitas keamanan," kata Sri Budi kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat 30 November 2018.

Menurut dia, pelantikan ini tentunya memberi keuntungan bagi pemerintah sekarang. Yakni, bisa meletakkan mereka di satu kendali dalam mengamankan Pilpres 2019.

"Kendali menjadi relatif mudah. Ini meminimalkan orang-orang dalam militer, misal seperti purnawirawan-purnawirawan yang punya channel ke arah lawan. Meski tidak berpolitik kan mereka tetap punya link ke sana," ujar Sri Budi.

Langkah tersebut, menurut dia, juga untuk mengamankan internal militer agar tidak berbuat gaduh saat Pilpres 2019.

"Presiden punya kepentingan supaya orang militer tidak bikin gaduh, bikin show sendiri, panggung sendiri," kata Sri Budi.

Pengamat politik Muhammad Qodari juga menuturkan hal yang sama. Dia menilai pergerakan Jokowi sebelumnya relatif lambat dalam militer. Saat inilah, lanjut dia, Jokowi melancarkan strateginya.

"Yang dilakukan Jokowi sekarang ini adalah mengunci konsolidasi dalam AD. Jangan sampai mengganggu. Seperti kasus Pak Gatot (mantan Panglima TNI Jenderal Purn Gatot Nurmantyo). Pak Gatot menjadi noise-lah bagi Pak Jokowi, mulai dari 212 hingga nonton film G30S/PKI," tutur Qodari ketika dihubungi Liputan6.com.

Infografis Komandan-Komandan Baru TNI AD
Infografis Komandan-Komandan Baru TNI AD. (Liputan6.com/Abdillah)

Qodari mengatakan, dalam segala bidang, ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam mengangkat pejabat atau pimpinan. Dua hal itu yakni kompetensi dan kepercayaan (trust).

"Ini berlaku di mana saja. Yang tidak boleh itu dipilih karena dipercaya tapi tidak kompeten. Itu salah. Bunuh diri namanya. Itu naluriah, prinsip dasar apapun. Tapi ketika track record-nya bagus, meski tidak dipercaya, boleh dipilih," ucap Direktur Eksekutif Indo Barometer tersebut.

Sri Budi pun menyarankan agar Presiden Jokowi dan Panglima TNI menjelaskan pertimbangan-pertimbangannya saat mengangkat Andika Perkasa serta Maruli Simanjuntak untuk menduduki jabatan penting di institusi tersebut. Agar tak mengundang tanggapan miring.

"Selama ini kan tidak pernah ada penjelasan, sehingga rentan diisukan untuk meraih dukungan karena melihat latar belakang orang-orang ini ada di lingkungan Presiden," kata Sri Budi.

Jangan sampai, lanjut dia, pengangkatan ini dianggap merusak kaderisasi dalam TNI.

 

Saksikan video menarik soal pelantikan menantu orang dekat Jokowi berikut ini:

Andika dan Maruli Angkat Bicara

Sertijab KSAD Jenderal Andika Perkasa
(Dari kiri) Pejabat baru KSAD Jenderal Andika Perkasa dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersama pejabat lama KSAD Jenderal Mulyono bersalam komando seusai serah terima jabatan di Mabes TNI AD, Jakarta, Kamis (29/11). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Fakta kedekatan mertua Andika Perkasa dan Maruli Simanjuntak dengan Jokowi tidak bisa dipungkiri.

Namun, Maruli sendiri meminta masyarakat tidak memandangnya sebelah mata. Netralitas akan tetap dia jaga. Dia pun yakin dengan kompetensinya sebagai Danpaspampres.

"Ya silakan saja (diisukan naik jabatan karena menantu orang dekat Jokowi). Tapi saya minta mereka untuk lihat track record saya. Lihat bagaimana prestasi saya sewaktu di Korem, di Kopassus, dan sekarang di Kasdam. Saya punya prestasi, dapat penghargaan," kata Maruli kepada Liputan6.com.

Untuk memperoleh kepercayaan sebagai pejabat di TNI, juga Danpaspampres, dia mengaku harus melewati proses panjang. Jabatan dan prestasi yang diperolehnya, tidak dicapai dengan mudah.

"Posisi ini bukan diberikan. Tapi memang melalui proses yang panjang. Ini tidak ujug-ujug diberikan, melalui proses seleksi. Jadi tidak semata-mata saya diberikan kesempatan, tapi ada jenjang yang harus dilalui, dan untuk posisi ini (Danpaspampres), bukan satu dua orang (yang diseleksi), tapi sekian banyak orang," ujar Maruli.

"Jadi tolong, jangan hanya menilai, lihat record saya gimana, sehingga kita enggak bisa bilang, ini karena menantunya Pak Luhut, ini karena menantu Pak Hendro. Enggak bisa seperti ini. Lihat prestasinya di lapangan seperti apa." 

Sementara, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa menolak berkomentar terkait kabar yang menyebut, ada peran mertuanya, mantan Ketua Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono di balik pengangkatannya sebagai KSAD.

"Ya itu tadi monggo mau ngomong apa juga, saya kondisinya begini, keadaan saya begini, dan dari dulu juga begini, enggak ada yang saya komentari lagi, terserah," kata Andika usai dilantik Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis 22 November 2018.

Dia pun tidak mau mempersoalkan terkait komentar negatif terkait kariernya yang dianggap terlalu cepat melesat. Berbeda dengan prajurit tinggi lainnya, yang membutuhkan waktu cukup lama untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi.

"Ini kan beliau (Presiden Jokowi) yang memutuskan. Saya tidak tahu apa yang ada di dalam penilaian beliau. Yang penting dari dulu ya gini-gini aja," ungkap Andika.

Yang jelas, Andika akan memastikan netralitas jajarannya dalam Pilpres 2019.

"Ya itu yang jelas (menjamin netralitas di tubuh TNI AD) saya kan selama ini pada level jabatan di bawah jabatan sekarang saya. Saya sudah berusaha untuk menerapkan," kata Andika. 

Dia mengatakan, menjaga netralitas dan stabilitas politik adalah perintah Presiden Joko Widodo sejak lama. Karena itu, kata dia, semua prajurit harus menjaga kepercayaan masyarakat.

"Jadi AD harus netral dan itu harus kita tunjukkan enggak usah kita ngomong tapi nanti prakteknya tahu-tahu enggak. Jadi itu yang harus saya lakukan dan saya yakin prajurit AD juga memahami kewajiban itu," kata Andika.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga memastikan netralitas prajuritnya saat Pilpres 2019. Dia bahkan sudah mengeluarkan surat edaran terkait netralitas TNI ini ke seluruh jajarannya.

"Saya sudah sampaikan edaran untuk netralitas. Kemudian kemarin sertijab KSAD, saya tekankan lagi netralitas, dan buku tentang netralitas TNI juga sudah dibagikan ke prajurit untuk pegangan dalam melaksanakan pengamanan Pemliu 2019," ujar Hadi di Monas, Jakarta, Jumat 30 November 2018.

Tak Ada yang Perlu Diributkan

50 Ribu Pasukan Gabungan Ikuti Apel Kesiapan Natal dan Tahun Baru
Anggota TNI saat mengikuti Apel Kesiapan Natal, Tahun Baru 2019 serta menjelang Pemilu legislasi dan Presiden 2019 di Monas, Jakarta, Jumat (30/11). Apel diikuti 50.000 personel dari AD, AL, AU dan Polri. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dua posisi strategis TNI duduki oleh wajah-wajah baru. Jabatan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) yang diisi oleh Jenderal Andika Perkasa dan Maruli Simanjutak yang diangkat sebagai Komandan Paspampres (Danpaspampres).

Menariknya, dua petinggi TNI ini adalah menantu orang dekat Jokowi. Jendral Andika adalah menantu Ketua Umum PKPI Hendro Priyono sedangkan Maruli Simanjutak adalah menantu dari Menko Luhut Binsar Panjaitan.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah enggan berburuk sangka terkait pengangkatan kedua orang itu.

"Saya enggak harus kita pandang seperti itu ya karena kita percaya kepada institusi TNI. Dia punya mekanisme dan sistem dan kalau di antara yang ada itu, akhirnya yang dipilih yang itu, yang kebetulan-kebetulan, ya terima saja lah," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 30 November 2018.

Menurut dia, fakta dua petinggi TNI itu adalah menantu orang terdekat Jokowi memang tidak bisa dipungkiri. Namun, dia meminta semua pihak untuk tetap percaya bahwa TNI adalah lembaga yang akan tetap independen.

"Tapi kalau kemudian orang menilai karena itu anaknya Pak Luhut, anaknya Pak Hendro, enggak bisa dihindari juga. Orang terpaksa menilai karena faktanya memang demikian kan. Faktanya memang itu menantu dan anak, ya tidak bisa dihindari," tutur Fahri.

"Tetapi kita percaya kepada independensi TNI dan profesionalitas TNI. Itu kita percaya. Seharusnya kita percaya," lanjut dia.

Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menilai, saat ini tidak perlu ada keributan terkait pelantikan Jenderal Andika Perkasa sebagai KSAD dan pengangkatan Maruli Simanjutak sebagai Danpaspampres.

Sekarang, kata dia, adalah waktunya dua pejabat baru itu membuktikan, mereka duduk di posisi itu bukan karena faktor kekuatan keluarga. Tetapi karena potensi dan profesionalitas.

"Yang perlu dilakukan adalah buktikan bahwa Anda semua berada di posisi itu bukan karena faktor Anda menantunya siapa atau punya kedekatan dengan siapa, tapi karena Anda memang punya profesionalitas dan legitimasi yang layak untuk diangkat dalam posisi yang dinilai terhormat itu," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

"Jadi sekali lagi buktikan anda di posisi itu bukan karena faktor KKN, tapi karena Anda mempunyai track record, berkeunggulan sehingga layak berada di tempat itu," sambung dia.

Independensi keduanya juga perlu dibuktikan. Apalagi, Jenderal Andika dan Presiden Joko Widodo telah menegaskan TNI harus netral.

"Biarkan publik merekam sekaligus mengawasi, karena kalau sampai polisi, tentara tidak netral itu tidak sesuai dengan prinsip negara hukum dan prinsip negara demokrasi. Mereka harus netral demi kepentingan negara. Bukan untuk kepentingan kelompok tertentu," ucap Hidayat. (Sania Mashabi)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya