Rembug Nasional Aktivis 98 Siap Jaga KPU dari Gerakan Inkonstitusional

Akan ada 5.000 orang dari 34 Provinsi yang siap mengawal KPU, jika ada gerakan yang menghalanginya.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Mei 2019, 14:24 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2019, 14:24 WIB
Kawat Berduri di Depan KPU
Mobil Water Canon terlihat di area gedung KPU, Jakarta, Jumat (1/3). Sebanyak 4.039 personel gabungan dari TNI, polisi dan Pemprov DKI disiagakan dalam mengamankan aksi massa Forum Umat Islam (FUI) dan Gerakan Jaga Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Para aktivis 1998 yang tergabung dalam Rembug Nasional Aktivis (RNA) 1998 berkomitmen menjaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari gerakan-gerakan inkonstitusional.

Juru bicara RNA 1998, Sayed Junaidi Rizaldi mengatakan, pihaknya siaga satu jelang pengumuman rekapitulasi KPU 22 Mei. Akan ada 5.000 orang dari 34 Provinsi yang siap mengawal KPU, jika ada gerakan yang menghalanginya.

Sayed menuturkan, gerakan para aktivis tujuannya adalah menegakkan marwah UUD 1945 sebagai konstitusi dasar yang pada hari ini tengah dirongrong kelompok yang mengatasnamakan kedaulatan rakyat.

"Mereka menggunakan idiom-idiom politik kerakyatan, namun menafikan KPU RI sebagai salah satu institusi demokrasi hasil Gerakan Reformasi 98. Hal itu dicerminkan dari tuduhan mengada-ada, bahwa KPU RI telah berbuat curang, dan bermacam hoaks yang disebar untuk mendelegitimasi KPU RI," ucap Sayed dalam keterangannya, Senin (20/5/2019).

Karenanya, Sayed pun mengingatkan kepada semua pihak, bahwa KPU RI sebagai institusi demokrasi, mendapatkan kewenangan dari Konstitusi untuk menyelenggarakan Pemilu.

"Menghitung suara yang diberikan rakyat melalui Pemilu, mengumumkan hasil perhitungan suara, serta menetapkan pemenangnya berdasarkan hasil perhitungan itu. Semua kewenangan itu diberikan Konstitusi RI melalui Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," jelas Sayed.

Dia pun mengkritik apa yang disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto, yang menuduh Pemilu 2019 lebih curang daripada era orde baru. Dan mengajak masyarakat untuk menolak hasil Pemilu, serta turun melakukan aksi 22 Mei nanti.

 

Semua Tidak Turun

Kawat Berduri di Depan KPU
Kendaraan taktis Barracuda di area gedung KPU, Jakarta, Jumat (1/3). Sebanyak 4.039 personel gabungan dari TNI, polisi dan Pemprov DKI disiagakan dalam mengamankan aksi massa Forum Umat Islam (FUI) dan Gerakan Jaga Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurut Sayed, pernyataan Titiek dalam video yang beredar tersebut, memperjelas dugaan bahwa Cendana berada di balik upaya aksi-aksi yang inkonstitusional.

"Upaya People Power ala cendana tersebut telah disusun secara terstruktur, sistematis dan masif, demi mendelegitimasi hasil pemilu, menebar hoaks, kebencian, adu domba, hingga terjadi aksi sepihak dan yang berpotensi memicu kerusuhan masal," ungkapnya.

Dia menegaskan, meski menyiapkan 5.000 aktivis, semuanya tidak akan turun, mengingat instruksi Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta menyerahkan semuanya kepada langkah konstitusi.

Hal ini pun diamini oleh Sekjen Persatuan 98 Adian Napitupulu, yang menuturkan pihaknya tak akan menggelar aksi terlebih dahulu, guna menghindari hal yang tak diinginkan.

"Situasi berjalan biasa, tapi siap siaga di tempat masing-masing, jangan putuskan komunikasi, kalau dibutuhkan kita bergerak," jelas Adian.

Sementara itu, salah satu aktivis lainnya, Benny Ramdhani, mengkritik langkah Titiek tersebut dengan puisi. Dimana di salah satu bait puisinya, menegaskan aktivis 98 akan siap selalu.

"Wahai Cendana dan para politikus bajingan. Kami aktivis 98 tak akan pernah meninggalkan jalanan. Kami aktivis 98 adalah mimpi buruk bagi kalian," tutur Benny dalam puisinya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya