Melongok Perjalanan Jakarta, dari Dipimpin Walikota hingga Kini Gubernur

Jakarta dipimpin oleh seorang Wali Kota hingga akhirnya Gubernur sampai saat ini.

oleh Devira PrastiwiLiputan6.com diperbarui 22 Jun 2019, 11:21 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2019, 11:21 WIB
Suasana Monas Saat Libur Natal 2018
Sejumlah pengunjung menaki kereta wisata saat liburan di Monumen Nasional (monas), Jakarta, Selasa (25/12). Liburan Natal 2018, banyak warga datang bersama kerabat maupun keluarga memadati Monas. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Usia Jakarta sudah tidak muda lagi. Pada 2019 ini, Ibu Kota Indonesia genap berumur 492 tahun. Hampir setengah abad, Jakarta terus mengalami perubahan.

Mulai dari masih banyaknya hutan, pembangunan belum pesat, belum banyak perumahan, hingga gedung-gedung tinggi kini menjulang di Jakarta.

Kemajuan Jakarta tidak bisa lepas dari para pemimpinnya. Pertama kali, Jakarta hanya dipimpin oleh seorang Wali Kota. Suwiryo menjadi Wali Kota Jakarta pertama pada 23 September 1945.

Ia ditunjuk langsung oleh Presiden pertama RI Sukarno usai kemerdekaan Indonesia. Suwiryo pun menjadi penguasa pertama Jakarta.

Setelah itu, kepemimpinan Jakarta terus bergulir. Hingga pada akhirnya, Jakarta dipimpin oleh seorang Gubernur. Dari Jakarta belum ada apa-apa, hingga kini menjadi kota impian bagi siapa saja karena kemudahan akses yang bisa didapat.

Berikut Jakarta dulu dan sekarang dari zaman masih dipimpin Wali Kota hingga Gubernur:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

1. Suwiryo

Jakarnaval 2018 Padati Jalan Medan Merdeka Selatan
Penari berjalan saat Jakarnaval 2018 di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (8/7). Karnaval digelar dalam rangka HUT ke-491 DKI Jakarta. (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Orang pertama yang menjadi Wali Kota Jakarta adalah Raden Suwiryo lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903.

Pada Juli 1945, penguasa Jakarta dipegang oleh pembesar Jepang yang memiliki dua Wakil Wali Kota, Suwiryo dan Baginda Dahlan Abdullah. Ketika menjabat sebagai wakil itulah, Suwiryo secara cerdik menasionalisasi pemerintahan dan kekuasaan kota.

Saat Jepang bertekuk lutut kepada sekutu, Suwiryo segera mengumumkan berita itu kepada warga Jakarta, yang langsung disambut gegap gempita.

Suwiryo kemudian ikut meminta Soekarno dan Hatta segera mencuri kesempatan dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Perpindahan kekuasaan dilakukan pada 19 September 1945. Empat hari kemudian, 23 September 1945 Suwiryo pun ditunjuk oleh pemerintah Indonesia menjadi Wali Kota Jakarta.

2. Syamsuridjal

Sebelum menjadi Wali Kota Jakarta Raya, Sjamsuridjal menjabat Wali Kota Solo. Pada masa awal pemerintahannya, dimulai dibangun stadion nasional Ikatan Atletik Djakarta (Ikada) yang dimulai pada 18 Juli 1950 untuk keperluan Pekan Olahraga Nasional ke-2 (PON II) yang dilaksanakan pada Oktober 1951.

Saat memimpin Ibu Kota, kebijakan yang cukup terkenal pada masa kepemimpinannya adalah mengenai masalah listrik. Walau begitu, ia juga memberi prioritas pada masalah air minum, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kebijakan atas tanah.

Guna mengatasi masalah listrik yang sering padam, Sjamsuridjal membangun pembangkit listrik di Ancol, Jakarta Utara. Adapun untuk meningkatkan penyediaan air minum, dia membangun penyaringan air di Karet, penambahan pipa, peningkatan suplai air dari Bogor.

Di bawah pemerintahan Sjamsuridjal, bidang pendidikan juga mendapat perhatian. Ia mendukung pengembangan Universitas Indonesia.

3. Raden Soediro

Soediro memimpin Jakarta periode 1953–1960. Kala itu, ia mengeluarkan kebijakan pemecahan wilayah Jakarta menjadi tiga kabupaten yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan.

Soediro juga yang mengemukakan kebijakan pembentukan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang kemudian menjadi Rukun Warga (RW).

Dalam menjalankan tugasnya sebagai Wali Kota, Soediro kala itu begitu sulit, mengingat Jakarta secara de Facto adalah ibu kota Republik Indonesia.

Sering terjadi konflik kebijakan antara kebijakan kota dan kebijakan nasional. Pada masa jabatannya, Soediro menyatakan ada 3 daerah teritoris utama di Jakarta, yaitu Bandara Kemayoran, Pelabuhan Tanjung Priok, dan kota satelit Kebayoran Baru.

Pada 1957, Sudiro membuat kebijakan sekolah gratis untuk tingkat sekolah dasar (SD), namun kebijakan ini hanya berlaku 1 tahun setelah pemerintah pusat membatalkan kebijakan ini.

4. Soemarno Sosroatmodjo

Soemarno Sosroatmodjo memimpin Jakarta dalam dua periode, yaitu 1960–1964 dan 1965–1966. Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum.

Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri dari dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja.

Proyek pertama rumah minimum dibangun di Jalan Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan.

Setelah selesai masa baktinya, Soemarno menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan jabatan Gubernur Jakarta dilanjutkan oleh Henk Ngantung atas perintah Presiden Soekarno, karena kesehatan Henk Ngantung yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan jabatannya.

5. Henk Ngantung

Henk Ngantung adalah seorang seniman yang pernah memimpin Jakarta pada 1964-1965. Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan yang berada di bundaran Hotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk.

Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Sukarno dan design awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta.

Henk juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad namun ironisnya, hal tersebut belum diakui oleh pemerintah. Lukisan hasil karya Henk antara lain adalah Ibu dan Anak yang merupakan hasil karya terakhirnya.

Namun pada 15 Juli 1965, Henk Ngantung dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur Jakarta.

 

Ali Sadikin

Ali Sadikin
Ali Sadikin

6. Ali Sadikin

Ali Sadikin dilantik secara langsung oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Kamis, 28 April 1966 pukul 10.00 di Istana Negara.

Ali Sadikin adalah gubernur yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern.

Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan buah pikirannya, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet.

Ali Sadikin juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng Betawi.

Ia juga sempat memberikan perhatian kepada kehidupan para artis lanjut usia di kota Jakarta yang saat itu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut dinamai Tangkiwood.

Selain itu, Ali Sadikin juga menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jakarta Fair, sebagai sarana hiburan dan promosi dagang industri barang dan jasa dari seluruh tanah air, bahkan juga dari luar negeri.

Ali Sadikin berhasil memperbaiki sarana transportasi di Jakarta dengan mendatangkan banyak bus kota dan menata trayeknya, serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman.

Di bawah pimpinan Bang Ali, Jakarta berkali-kali menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) yang mengantarkan kontingen DKI Jakarta menjadi juara umum selama berkali-kali.

7. Tjokropranolo

Sebelum menjabat gubernur Jakarta, selama satu tahun Tjokropranolo menjadi asisten Gubernur Ali Sadikin. Pada Juli 1977, ia dilantik sebagai Gubernur Jakarta.

Selama dia menjabat gubernur, ia sering mengunjungi berbagai pabrik untuk mengecek kesejahteraan buruh dan mendapatkan gagasan langsung tentang upah mereka.

Usaha kecil juga menjadi perhatiannya. Dia mengalokasikan sekitar ratusan tempat untuk puluhan ribu pedagang kecil agar dapat berdagang secara legal.

Walau begitu, kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan transportasi kota menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Perda yang mengatur pedagang jalanan tidak efektif, sehingga mereka masih berdagang di wilayah terlarang, menempati badan jalan, dan memacetkan lalu lintas.

8. Soeprapto

Sebelum menjabat sebagai gubernur, Soeprapto adalah Sekretaris Jenderal Depdagri. Dengan pengalaman kepemimpinannya, Soeprapto mencoba menangani masalah Jakarta yang kompleks.

Ia memulai kepemimpinannya dengan mengajukan konsep yang pragmatis dan bersih tentang pembangunan Jakarta sebagai ibu kota dan juga wacananya mengenai sebuah kota besar.

Soeprapto menekankan konsepnya dalam wacana stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Selain itu Soeprapto juga membuat Master Plan DKI Jakarta untuk periode 1985–2005, yang sekarang dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.

9. Wiyogo Atmodarminto

Pada masa kepemimpinannya, Wiyogo Atmodarminto secara rutin berkunjung ke berbagai tempat di Jakarta. Ia dikenal sebagai pemimpin yang terbuka dan bersikap disiplin.

Di awal kepemimpinannya, Wiyogo Atmodarminto memutuskan untuk menerapkan konsep BMW: Bersih, Manusiawi, Berwibawa di Jakarta.

Ia menerapkan kerja sama pengelolaan sampah antara pemerintah dan swasta. Ia juga menertibkan penyimpangan bangunan.

Wiyogo pernah memerintahkan membongkar bangunan baru di kompleks pertokoan Tanah Abang karena dianggap tak memiliki izin mendirikan bangunan.

Di zamannya, berhasil direalisasikan sejumlah program, diantaranya, pembebasan kawasan becak, swastanisasi kebersihan, pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road), perbaikan jalur kereta api, pembangunan dan perluasan jalan arteri, jalan layang dan underpass.

Selain itu, Wiyogo juga yang memindahkan Pekan Raya Jakarta yang semula diselenggarakan di Monas ke Kemayoran. Lalu, memindahkan Terminal Cililitan ke Kampung Rambutan juga pengembalian kelestarian Ciliwung.

10. Surjadi Soedirja

Surjadi Soedirja menjadi Gubemur DKI Jakarta masa bakti 1992-1997. Dari hasil temu kerja dan silaturahmi dengan ulama dan umara (Desember 1992), Gubernur Surjadi Soedirdja mencetuskan dasar pemikiran (filosofi) Jakarta Teguh Beriman sebagai motto DKI Jakarta.

Teguh Beriman mengandung dua pengertian, harfiah dan operasional yang keduanya memiliki hubungan dealektis. Kemudian di dalam upaya meningkatkan citra Jakarta sebagai ibukota propinsi sekaligus ibukota negara, Gubernur mencanangkan Rencana Strategis (Renstra 1992-1997) Pembangunan DKI Jakarta, dengan sembilan sasaran prioritas, yaitu pengendalian kependudukan, penangan pemukiman kumuh, pembinaan sektor informal, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, dan pembinaan aparatur.

Kemudian, peningkatan penerimaan daerah, kebrsihan, kesehatan lingkungan dan penghijauan, lalu lintas dan angkutan umum, serta keterpaduan pembangunan sosial kemasyarakatan.

Melalui kebijakan dan kebijaksanaan ini sasaran yang di maksud adalah sebuah kota yang aman, tertib, nyaman, serasi, sesuai tuntutan dan tantangan yang harus dicapai Kota Jakarta.

Baik sebagai ibukota propinsi maupun ibukota negara, yaitu kesinambungan pembangunan hingga dapat disejajarkan dengan kota-kota besar lainnya di dunia, yang dihuni oleh masyarakat yang sejahtera.

Melalui Keputusan Presiden RI No. 0511TK/ 1994, tanggal 10 Agustus 1994, DKI Jakarta menerima anugerah tanda kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha, dengan amanat, 'Samya Krida Tata Tenteram Karta Raharja", sebagai penghargaan atas hasil karya tertinggi dalam melaksanakan Pembangunan Lima Tahun Kelima, sehingga memberikan kemanfaatan luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan DKI Jakarta khususnya, serta negara dan bangsa Indonesia umumnya.

 

11. Sutiyoso

20151206-Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) Sutiyoso-Jakarta
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen (Purn) Sutiyoso meluncurkan buku berjudul Sang Pemimpin di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Minggu (6/12/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sutiyoso menjadi Gubernur DKI Jakarta selama dua periode, pertama pada 1997-2002 dan kedua pada 2002-2007. Pada 15 Januari 2004, ia meluncurkan sistem angkutan massal dengan nama bus TransJakarta atau lebih populer disebut Busway sebagai bagian dari sebuah sistem transportasi baru kota.

Mulai 4 Februari 2006, ia melarang siapapun yang berada di wilayah DKI merokok di sembarang tempat. Larangan merokok dilakukan di tempat-tempat umum, seperti halte, terminal, mall, perkantoran dan lain sebagainya. Meskipun program ini telah diefektifkan sejak 6 April 2006 ternyata masih saja banyak orang yang tidak mengindahkan larang merokok di sembarang tempat itu.

Setelah merealisasikan pelebaran Jalan MH Thamrin, ia menerapkan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 terutama Pasal 51 ayat 1 tentang peraturan kendaraan bermotor melaju di sebelah kiri.

Penertiban pengendara motor harus di jalur kiri diberlakukan sejak 8 Januari 2007 di ruas Jalan Gatot Subroto hingga kawasan Cawang, Jalan DI Panjaitan, Jalan MT Haryono, Jalan S Parman, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan Jalan Letjen Suprapto.

Selain di kawasan itu, pemberlakukan sepeda motor melaju di sebelah kiri juga ditetapkan di Jalan Margoda (Depok), Jalan Sudirman (Tangerang), dan Jalan Ahmad Yani (Bekasi).

Saksi tilang bagi pengendara sepeda motor yang melaju di lajur tengah dan kanan mulai diterapkan semenjak itu juga.

Dasar wajib lajur kiri bagi pengendara sepeda motor adalah Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas Jalan.

Dalam Bab VIII Pasal 51 ayat 1 dijelaskan tata cara berlalu lintas di jalan adalah mengambil lajur sebelah kiri. Selain, karena masa ujicoba selama 13 hari sejak Desember 2006 yang dapat menurunkan jumlah kasus kecelakaan hingga 30,7 persen.

Pada 27 Januari 2007, ia meluncurkan armada Transjakarta untuk Koridor IV, V, VI, dan VII. Acara peluncuran yang dipusatkan di Komplek Taman Impian Jaya Ancol dihadiri pejabat-pejabat negara dari pusat maupun daerah. Iringan-iringan rombongan yang terdiri beberapa wali kota se-Jakarta, beberapa artis, dan beberapa gubernur di Indonesia.

Sebuah armada Koridor V sempat terhalang separator di perempatan Jalan Matraman Raya untuk beberapa saat ketika pengemudi yang baru tidak tepat mengarahkan kemudinya menyururi jalan yang sedianya khusus diperuntukkan busway. Masyarakat tampak antusias menyambut kehadiran armada baru ini.

Pada 17 Januari 2007, ia mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2007 tentang peniadaan semua ternak unggas di permukiman.

Ia memberi batas waktu bagi warga Jakarta untuk menyingkirkan unggas dari lingkungan tempat tinggal pada 31 Januari 2007.

Pada 1 Februari 2007, ia berkeliling ke sejumlah wilayah untuk memastikan tidak ada lagi unggas yang dipelihara secara liar.

Ia meminta kepada warga masyarakat dapat memberikan informasi kepada petugas jika tetangganya masih ada yang memelihara unggas yang dilarang menurut Peraturan Gubernur No 15/2007, yaitu ayam, itik, entok, bebek, angsa, burung dara, dan burung puyuh.

Sampai pada 31 Januari 2007 sudah lebih dari 100.000 unggas di permukiman dimusnahkan oleh warga dan petugas. Sedang, pemberian sertifikat telah diserahkan kepada lebih dari 80 persen pemilik unggas hias dan berkicau. Proses sertifikasi unggas berlanjut hingga akhir Februari 2007.

 

12. Fauzi Bowo

Fauzi Bowo
Fauzi Bowo adalah Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012.

Fauzi Bowo menjadi Gubernur Jakarta dari 7 Oktober 2007 hingga 7 Oktober 2012. Banyak kontribusi yang dia berikan pada warga Jakarta selama menjabat sebagai gubernur.

Seperti menyelenggarakan car free day pada hari Minggu di beberapa kawasan di Jakarta.

Selain itu, ia juga membangun Kanal Banjir Timur (KBT) di wilayah Jakarta Utara dan Timur. Dari kesehatan, Fauzi Bowo mempertahankan prestasi tidak ada Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare selama tiga tahun.

Sedangkan dari sisi ekonomi, APBD DKI Jakarta meningkat dua kali lipat. Dan masih banyak prestasi lainnya.

 

13. Joko Widodo

Jokowi Hadiri Haul Majemuk Masyayikh di Situbondo
Presiden Joko Widodo didampingi Ketum PPP Romahamurmuziy dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo tiba Bandara Internasional Juanda, Jawa Timur, Sabtu (3/2). Jokowi dan Romi tampak kompak mengenakan sarung. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Sebelum menjadi Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi sempat memimpin Jakarta pada 2012 hingga 2014.

Sebelum Jokowi, pengelolaan air minum dilakukan oleh dua operator utama, Aetra (PT Thames PAM Jaya) dan Palyja (PT PAM Lyonnaise Jaya).

PT Aetra Air Jakarta mengelola, mengoperasikan, memelihara sistem penyediaan air bersih, dan melakukan investasi di wilayah timur Jakarta, sementara Palyja di bagian barat Jakarta.

Pemegang saham Aetra adalah Acuatico Pte Ltd dengan kepemilikan sebesar 95 persen dan PT Alberta Utilities sebesar 5 persen. Sementara Palyja melayani pasokan air bersih ke wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, serta sebagian wilayah Jakarta Utara dan Pusat.

Karena dianggap tidak mampu menyediakan pelayanan yang prima, maka Jokowi dan Ahok sejak awal sudah mengincar pengambilalihan pengelolaan air minum Jakarta agar lebih mudah diawasi dan dikontrol.

Jokowi pun berhasil menaikkan upah minimum provinsi atau UMP pada masanya di Jakarta. Pada 10 Oktober 2013, Jokowi meresmikan pembangunan Angkutan Massal Cepat (MRT) yang sebelumnya sempat tertunda selama bertahun-tahun.

Kemudian, pada tanggal 16 Oktober 2013, Jokowi juga meresmikan pembangunan jalur hijau Monorel Jakarta sepanjang sebelas kilometer.

Selain itu, pada November 2013, Pemerintah Daerah DKI Jakarta berencana akan mengadakan seribu bus untuk jalur Transjakarta.

Namun, beberapa dari 656 bus yang dibeli dari Tiongkok didapati sudah berkarat, sehingga dicurigai ada kecurangan yang dilakukan oleh pejabat Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta.

Sebagai tanggapan terhadap masalah ini, Jokowi membebastugaskan Kepala Dishub DKI Jakarta Udar Pristiono dan melantik Muhammad Akbar sebagai penggantinya. Selanjutnya pemesanan armada Transjakarta akan banyak melalui sistem E-Katalog, bukan lagi lelang.

Untuk memperbaiki kualitas pelayanan dan armada Transjakarta, maka mulai 30 Desember 2013, PT Transjakarta secara resmi disahkan.

Pada tanggal 24 Februari 2014, Jokowi meluncurkan bus tingkat wisata. Pada April hingga Juni 2013, Jokowi menciptakan sistem baru dalam penempatan birokrasi, yaitu lelang jabatan.

Normalisasi Waduk Pluit menandai perbaikan sistem pengendalian banjir di Jakarta. Normalisasi Waduk Ria Rio juga sempat mendapat hambatan dari warga dan pemilik tanah akibat adanya sengketa yang terjadi antara pemilik tanah dengan PT Pulomas Jaya.

Jokowi dan Ahok banyak melakukan normalisasi kali yang manfaatnya banyak dirasakan hingga kini oleh masyarakat Jakarta.

Selain itu, keduanya juga mengeluarkan Kartu Jakarta Pintar atau KJP untuk anak-anak sekolah. Kebijakan itu dirasakan benar manfaatnya oleh warga Ibu Kota.

 

14. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok

20160427-Ahok Usai Rapat Terbatas di Istana Kepresidenan-Jakarta- Faizal Fanani
Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) usai mengikuti rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/4/2016). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pada 14 November 2014, DPRD DKI Jakarta mengumumkan Basuki sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang telah menjadi Presiden Republik Indonesia.

Selama kepemimpinannya, Ahok dikenal sebagai pribadi yang keras. Mulai tahun anggaran 2015, Ahok mengajukan e budgeting sebagai solusi untuk memperbaiki penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta.

Untuk menekan permainan birokrat dalam pengadaan barang dan jasa, termasuk di antaranya upaya mark up, memperudah proses belanja pemerintah, Basuki menerapkan pemesanan melalui e-katalog.

Pada 3 April 2015, sebanyak 15 Puskesmas diresmikan meningkat taraf pelayanannya menjadi Rumah Sakit Umum tipe D. Dengan demikian, RSUD yang sudah ada akan terbantu karena beban antrian bisa dibagi.

Seiring dengan peresmian Masjid Rusun Marunda, pada 17 Januari 2016, Basuki mengumumkan layanan Transjakarta gratis melalui feeder yang disediakan di setiap rumah susun di Jakarta.

Pada tanggal 11 Maret 2016, Basuki mulai memperkenalkan Scania. Untuk meningkatkan asupan gizi bagi anak-anak yang kurang mampu, Basuki memberikan subsidi untuk pembelian daging bagi pemegang KJP.

Normalisasi Kali Sunter dilakukan mulai pada 17 November 2013. Pada 6 Agustus 2015, setelah pembongkaran 85 bangunan liar di Kampung Rawa Badung RT 10 dan RT 14/08, Kelurahan Jatinegara, Jakarta Timur, dirampungkan, lahan tersebut akan langsung dikeruk untuk dikembalikan fungsinya menjadi waduk.

Untuk memfasilitasi tercapainya target 30 persen ruang terbuka hijau dan Jakarta sebagai kota ramah anak, Basuki Tjahaja Purnama menginisasi pembangunan taman dengan konsep komunitas di berbagai perkampungan di DKI Jakarta.

Ahok juga melakukan berbagai relokasi bagi warga Kampung Pulo, Kalijodo, Bukit Duri, Pasar Karang Anyar, dan Pasar Ikan. Ahok membuatkan rumah susun (rusun) sebagai gantinya.

Untuk membenahi pedagang kaki lima di Monas, khususnya di parkiran IRTI, pada tanggal 22 Mei 2015, Lenggang Jakarta yang berbentuk food court dengan transaksi yang mewajibkan penggunaan e-money atau cashless diresmikan.

 

15. Djarot Saiful Hidayat

Basuki Tjahaja Purnama- Ahok- Djarot Saiful Hidayat-Jakarta- Angga Yuniar-20170419
Ahok bersama Djarot saat konferensi pers terkait hasil hitung cepat Pilkada DKI 2017, Jakarta, Rabu (14/4). Ahok berjanji akan melunasi janji-janjinya selama menjabat sebelum lepas jabatan Oktober 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Djarot menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 15 Juni 2017 hingga 15 Oktober 2017. Dengan masa jabatan yang singkat, Djarot melanjutkan tugas Ahok.

Dan saat ini, Jakarta dipimpin oleh Gubernur Anies Baswedan. Anies masih terus berupaya membangun Jakarta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya