Negara Merugi Rp 54 Miliar di Kasus Korupsi Bakamla

Menurut Alex, para tersangka diduga menggelembungkan harga yang menyebabkannya kerugian keuangan negara sekitar Rp 54 miliar.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Jul 2019, 18:17 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2019, 18:17 WIB
20161215-Barang Bukti OTT Deputi Bakamla yang Terima Suap Rp 2 Miliar-Jakarta
Wakil Ketua KPK Laode Syarief (kiri) dan Ketua KPK Agus Rahardjo bersiap memberi keterangan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Deputi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT CMIT Rahardjo Pratjinho (RJP) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Backbone Coastal Surveillance Sytem (BCSS) atau perangkat transportasi informasi terintegrasi tahun anggaran 2016 di Bakamla.

Selain Rahrdjo, KPK juga menjerat Leni Marlena (LM) selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan, dan Juli Amar Maruf (JAM) selaku Anggota Unit Layanan Pengadaan. Tersangka lain dalam kasus ini yakni Bambang Udoyo selaku Pejabat Pembuat Komitmen. Proses hukum Bambang akan dilakukan di POM TNI AL.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pada tahun anggaran 2016 terdapat usulan anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp 400 miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla RI.

Alex mengatakan, pada saat anggaran pengadaan BCSS belum dapat digunakan, Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kemudian pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan Lelang Pengadaan BCSS dengan pagu anggaran sebesar Rp 400 miliar dan nilai total Hasil Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp 399,8 miliar. Selanjutnya pada 16 September 2016 PT CMI Teknologi ditetapkan selaku pemenang lelang pengadaan BCSS.

"Pada awal Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan," kata Alex.

Meski anggaran yang ditetapkan Kemenkeu untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS, namun ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang. ULP Bakamla melakukan negosiasi dalam bentuk Design Review Meeting (DRM) antara Pihak Bakamla dan PT CMIT terkait dengan pemotongan anggaran untuk pengadaan tersebut.

Negosiasi yang dilakukan adalah negosiasi biaya untuk menyesuaikan antara nilai pengadaan dengan nilai anggaran yang disetujui atau ditetapkan oleh Kementerian Keuangan serta negosiasi waktu pelaksanaan.

"Hasil negosiasi yaitu harga pengadaan BCSS menjadi sebesar Rp 170,57 miliar dan waktu pelaksanaan dari 80 hari kalender menjadi 75 hari kalender," kata Alex.

Pada 18 Oktober 2016, kontrak pengadaan ditandatangani Bambang Udoyo selaku PPK dan Rahardjo Pratjihno selaku Dirut PT CMIT dengan nilai kontrak Rp 170,57 miliar termasuk PPN. Kontrak tersebut anggarannya bersumber dari APBN-P TA 2016 dan berbentuk pembayaran yang dilakukan sekaligus dalam satu waktu.

Menurut Alex, para tersangka diduga menggelembungkan harga yang menyebabkannya kerugian keuangan negara sekitar Rp 54 miliar.

"Terkait dengan jumlah kerugian negara, dari kontrak Rp 170 miliar, ada kerugian negara diperkirakan Rp 54 miliar. Modusnya mark up atau meninggikan harga," kata Alex.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya