Liputan6.com, Jakarta - DPR menyepakati Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). DPR telah setuju revisi tersebut sebagai usulan dewan.
Beberapa poin revisi mirip dengan hasil Pansus Angket KPK 2017. Misalnya, terkait pembentukan dewan pengawasan sampai kewenangan KPK untuk menghentikan kasus atau SP3.
Pada rekomendasi pansus terkait aspek kelembagaan, KPK diminta membentuk pengawas independen dari unsur KPK dan tokoh independen. Pada aspek kewenangan, KPK diminta menjalankan koordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan, serta dalam menjalankan penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan harus memperhatikan hak asasi serta hukum acara pidana.
Advertisement
Wakil Ketua Komisi III Desmond Mahesa mengatakan, persamaan itu merupakan sesuatu yang wajar. Yang terpenting, kata politikus Gerindra itu, revisi ditujukan untuk memperbaiki atau memperkuat KPK.
Khusus poin, KPK dapat menghentikan kasus atau SP3, dia menilai hal ini untuk memberikan kepastian hukum. Soal SP3 ini, Desmond mengatakan, sudah seharusnya aturan main di KPKsejalan dengan KUHAP.
"Persoalannya itu dalam rangka memperbaiki KPK atau memperkuat KPK. Menurut saya normal saja kalau hari ini enggak ada SP3 itu bertentangan dengan ilmu hukum dan negara hukum," kata Desmond di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019).
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Poin-Poin Revisi UU KPK
Semua fraksi telah menyampaikan pandangannya secara tertulis dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Kamis 5 September 2019. Ada enam poin yang sudah disepakati oleh DPR dalam revisi tersebut, yakni:
1. Kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan. Meskipun KPK merupakan bagian dari cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan, namun dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK bersifat independen. Pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tunduk kepada peraturan perundang- undangan di bidang aparatur sipil negara.
2. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat melakukan penyadapan. Namun pelaksanaan penyadapat dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pengawas KPK
3. KPK selaku lembaga penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia (integrated criminal justice system). Oleh karena itu, KPK harus bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.
4. Di dalam upaya meningkatkan kinerja KPK di bidang pencegahan tindak pidana korupsi, setiap instansi, kementerian dan lembaga wajib menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara sebelum dan setelah berakhir masa jabatan.
5.. KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya diawasi oleh Dewan Pengawas KPK yang berjumlah 5 (lima) orang. Dewan Pengawas KPK tersebut, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh organ pelaksana pengawas
6. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama (satu) tahun. Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas dan diumumkan kepada publik. Penghentian penyidikan dan penuntutan dimaksud dapat dicabut apabila ditemukan bukti baru yang berdasarkan putusan praperadilan.
Â
Reporter:Â Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka
Advertisement