Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 238 WNI asal Wuhan yang sempat dikarantina di Natuna, Kepulauan Riau dinyatakan negatif terinfeksi virus corona.
Mereka dipulangkan dari Natuna melalui Bandara Halimperdanakusuma, Jakarta pada Sabtu, 15 Februari 2020. Para WNI pun secara bertahap sudah mulai kembali ke kampung halamannya masing-masing.
Meski sudah berhasil pulang ke Tanah Air, ada kisah-kisah menarik ketika mereka masih berada di China. Misalnya saja, seorang mahasiswa yang berhasil bertahan hidup di tengah virus corona di China menyebar.
Advertisement
"Selama dua minggu saya berdiam diri di dalam kamar asrama kampus. Saya berhasil keluar ketika stok bahan pokok menipis," ujar Yusuf Azhar, mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan di Wuhan, Hubei, China.
Selain itu, mengingat kondisi China yang masih dihantui virus corona, para mahasiswa WNI melakukan perkuliahan secara daring tanpa tugas. Semua tugas akan dikumpulkan secara langsung ketika perkuliahan berjalan normal kembali.
Berikut cerita dari WNI yang sudah berhasil dievakuasi dari Wuhan, China dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kisah Yusuf Azhar
Yusuf Azhar, WNI asal Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat berhasil kembali ke Tanah Air setelah dievakuasi dari Wuhan, China.
Mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan di Wuhan, Hubei, China itu pun menceritakan kondisi ketika virus itu mulai mewabah.
Pria berusia 19 tahun ini bercerita dirinya bertahan di asrama Universitas Normal Tiongkok Tengah (CCNU) atau Universitas Normal Huazhong kala Wuhan dilanda wabah virus Corona atau nCOV.
Yusuf bercerita, semenjak pemerintah China melakukan "penguncian" wilayah Wuhan, akses keluar masuk kota tersebut sangat dibatasi. Sesuai arahan dari pihak kampus, mahasiswa disarankan untuk berdiam diri di kamar masing-masing dan menghindari tempat-tempat keramaian. Kebijakan tersebut agar mahasiswa tak tertular virus Corona.
"Selama dua minggu saya berdiam diri di dalam kamar asrama kampus," ucap Yusuf di rumahnya, Perum Griya Cimangir, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Minggu, 16 Februari 2020.
Mahasiswa hanya diperbolehkan keluar kampus untuk membeli bahan makanan. Itu pun harus memakai masker wajah hingga kacamata hitam.
"Yang tidak boleh, kami keluar sangat jauh dari dormitory (asrama), kecuali untuk beli makanan dan keperluan sehari-hari, itu pun maksimal jaraknya 500 meter. Saya berhasil keluar ketika stok bahan pokok menipis," kata pemuda yang mengambil jurusan perdagangan internasional ini.
Saat keluar asrama, ia harus mengenakan lapisan pakaian ekstra, yang kemudian dicuci begitu kembali ke asrama. Semua tas belanja yang digunakannya dibersihkan dengan hati-hati menggunakan sabun.
Yusuf menuturkan, di supermarket hanya tersedia sedikit pilihan makanan, di mana produk makanan segar jarang ditemukan. Dalam perjalanan, ia juga hampir tidak melihat orang di jalan-jalan.
"Tapi saya belum pernah lihat ada yang susah nyari makan. Alhamdulillah, teman-teman di kampus juga belum ada yang terjangkit virus Corona," terangnya.
Sejak virus corona menyerang Wuhan, Yusuf mengaku sangat was-was. Rasa cemas semakin menjadi ketika pemerintah China melakukan "penguncian" wilayah Wuhan.
"Ketika Wuhan di lock down, saya sangat was-was dan ingin sekali pulang ke Tanah Air," ujar dia.
Saat itu, WNI yang berada di Wuhan mengaku hanya bisa menunggu kabar baik dari pemerintah setempat dan KBRI. Serta berharap dapat segera dievakuasi ke Indonesia.
"Secara jasmani kami sehat semua, tetapi secara keinginan kami ingin pulang ke Indonesia," kata Yusuf.
Advertisement
Mushela Makan Makanan Kemasan
Seorang WNI asal Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Mushela Karentia bertahan dari ancaman virus Corona di China dengan memilih makanan dalam kemasan tertutup.
"Keluarga pesan supaya makan makanan tertutup seperti ciki dan sejenisnya yang penting bukan makanan yang terbuka," kata adik kandung Mushela, Cherry (17), seperti dikutip dari Antara.
Kisah itu disampaikannya saat sedang menjemput kepulangan sang kakak di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Mushela saat ini berstatus sebagai mahasiswi semester empat jurusan manajemen bisnis di Wuhan University.
"Kakak saya sekolah di Wuhan, sejak tujuh bulan lalu melalui beasiswa pemerintah," ucap Cherry.
Sejak wabah Corona merebak di Wuhan, kata dia, keluarga yang kini tinggal di kawasan Serang, Cikarang Selatan, sempat khawatir.
Komunikasi yang bisa dilakukan melalui sambungan telepon atau panggilan video.
"Di Wuhan sempat stok makanannya habis, tapi kakak saya bilang jangan khawatir, makanan di sini (Wuhan) terjaga dan aman," terang Cherry.
Makanan instan tersebut diperoleh WNI dengan cara membelinya menggunakan kocek pribadi dari sejumlah minimarket yang berdekatan dengan pusat karantina.
Selain mengonsumsi makanan ringan dalam kemasan plastik tertutup, Mushela juga diminta oleh keluarga untuk terus berdoa. Untuk konsumsi minuman pun dipilih secara selektif menggunakan air mineral kemasan.
"Situasi ini terjadi hampir dua bulan," jelasnya.
Kisah Husnia dan Mushela
Husnia, satu dari dua mahasiswi asal Bekasi yang telah selesai menjalani observasi di Natuna, sudah berkumpul kembali dengan keluarga dan akan melanjutkan mengerjakan skripsi.
"Sampai saat ini saya sehat. Saya sampai di rumah ini dengan sehat wal afiat," kata Husnia, mahasiswi Universitas Negeri Surabaya, seperti dilansir Antara.
Husnia sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa di Central China Normal University saat COVID-19 mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
"Saya mengikuti exchange (program pertukaran mahasiswa) selama enam bulan. Sebetulnya sudah membeli tiket untuk tanggal 2 Februari untuk pulang. Jadi, sebetulnya di sana juga sudah selesai kuliahnya," kata bungsu dari enam bersaudara itu.
Sementara Mushela, yang sebagaimana Husnia telah menjalani observasi selama 14 hari di Natuna, sudah mengikuti perkuliahan secara daring.
Mahasiswi Universitas Mercu Buana itu mengikuti program pertukaran mahasiswa di Wuhan University of Technology yang dijadwalkan berakhir Juni 2020.
"Rencananya sampai Juni masih di Wuhan, masih ada perjanjian. Saat ini untuk sementara perkuliahan dilakukan secara online," kata Mushela, warga Kecamatan Cikarang Selatan.
Mushela mengatakan bahwa sampai sekarang masih banyak teman-temannya dari negara lain yang masih berada di Wuhan.
"Semoga teman-teman saya di sana segera dievakuasi juga oleh negaranya," katanya.
Advertisement
Belajar Secara Daring
Mahasiswa asal Sumatera Selatan yang menempuh kuliah di China terpaksa belajar via daring karena belum bisa kembali ke kampus seiring masih ditutupnya akses akibat COVID-19.
Salah seorang mahasiswa asal Kabupaten Muara Enim, Sumsel, Adam Amrismafasyah mengatakan Jingsau Normal University tempatnya kuliah telah memutuskan untuk memperpanjang izin libur bagi mahasiswa yang kembali ke negara masing-masing.
"Seharusnya kami masuk tanggal 18 Februari, tapi karena pihak kampus memperpanjangnya maka kami harus belajar online pakai laptop, sebelumnya belum pernah belajar online," ujar Adam, seperti dilansir Antara.
Menurut dia, keenam rekannya yang masih berada di Sumsel juga belajar via daring karena di seluruh China tengah menerapkannya, proses belajar menggunakan metode video call dengan aplikasi "Zoom" buatan China.
Adam yang sudah memasuki semester 4 akan mengikuti enam kelas mata pelajaran dengan proses belajar 7 jam selama seminggu, baik dosen maupun mahasiswa berinteraksi di rumah masing-masing karena kegiatan kampus masih dikosongkan.
"Kawan-kawan kami yang bertahan di asrama kampus juga belajar dari kamar masing-masing,"kata Adam.
Adam dan kawan-kawan hanya mengikuti proses belajar tanpa tugas selama di Indonesia, tugas baru dikumpulkan ketika mereka telah kembali ke kampus di Kota Zhanzhou.
"Sebelum lulus semester kami harus mengumpulkan tugas," ucapnya.
Ia mengaku belum tahu kapan bisa kembali ke China lantaran pihak kampus belum bisa memastikan waktu aktivitas belajar dibuka lagi, tapi sembari menunggu ia berencana menjajal bisnis selama berada di Sumsel.
"Kebetulan saya kuliah jurusan bisnis, jadi sudah ada keinginan dengan dua kawan saya untuk cari 'part time' bisnis kecil-kecilan, kami pilih bisnis supaya tidak mengganggu proses belajar walau via online," jelas Adam.
Adam dan keenam rekanya yakni Fauzan Nurihsan Achmad, Muhammad Rijal Fauzi, Muhammad Naufal, Raden Ayu Fierdhalita, Annisa Sekar Ayu Nur Utami, dan Muhammad Wahyu Adji Pamungkas, tiba di Bandara SMB II Palembang pada 1 Februari 2020, hari ini mereka telah bebas dari masa inkubasi 14 hari dan diizinkan beraktivitas normal seperti biasanya.