Liputan6.com, Jakarta - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyatakan, pejabat yang menangani masalah gizi anak di Indonesia harus ikut bertanggung jawab terhadap tingginya angka kematian anak akibat Covid-19.
"Masalah gizi buruk anak Indonesia menjadi salah satu faktor penyerta yang meningkatkan resiko kematian ini,” kata Agus Pambagio, Minggu (14/6/2020).
Baca Juga
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sampai akhir bulan lalu terdapat 1.851 kasus Covid-19 pada anak berusia kurang dari 18 tahun. Dari jumlah itu, terdapat 29 kasus kematian akibat corona pada anak yang dilaporkan.
Advertisement
Agus menyatakan, pejabat di Kemenkes yang manangani gizi anak harus memiliki sense of crisis karena jika tidak maka akan banyak lagi anak anak yang beresiko meninggal ketika terpapar Covid-19.
Pengamat dan aktivis kesehatan Tubagus Rachmat Sentika mengapresiasi tekad pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting yang menjadi salah satu indikator masalah gizi anak Indonesia. Namun, Rachmat mengkritisi kurangnya infrastruktur regulasi di Kementerian Kesehatan dalam upaya penanganan masalah stunting secara menyeluruh.
Menurut Rachmat, meskipun Kemenkes telah menerbitkan aturan tentang Tata Laksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019 implementasinya masih belum berjalan dengan baik.
"Aturan tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa penanganan stunting harus melalui survailans dan penemuan kasus oleh Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan selanjutnya bila ditemukan gangguan gizi buruk, gizi kurang, kurus, alergi atau masalah medis lainnya harus diberikan Pangan Khusus Medis khusus (PKMK)," jelas Rachmat.
8 Juta Anak Gizi Buruk
Rachmat menyampaikan kekhawatirannya bahwa anak penderita stunting yang sekarang berjumlah 8 juta anak, bisa bertambah jumlahnya karena ada anak gizi buruk, gizi kurang, dan gagal tumbuh yang terhambat dalam mendapatkan PKMK sesuai dengan permenkes 29/2019 karena beberapa hal.
Pertama, kurangnya persamaan persepsi antar pemangku kepentingan. Kedua, tatalaksana ini belum diaplikasikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Ketiga, sumber daya yang terbatas karena dilakukan pergeseran fokus (refocusing).
"Kemenkes harus memastikan lokasi keberadaan anak dengan gizi buruk dan kurang akibat penyakit, memastikan ketersediaan PKMK, serta semua petugas kesehatan memahami sinergitas antara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), serta sistem rujukan terintegrasi dan dari sisi pembiayaannya,” tegas Rachmat.
Advertisement