Mahkamah Agung Sebut Putusan Gugatan Rachmawati Cs Tak Berlaku Surut

Mahkamah Agung mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri terhadap Pasal 3 Ayat 7 PKPU Nomor 5 Tahun 2019.

oleh Rita Ayuningtyas diperbarui 07 Jul 2020, 17:13 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2020, 17:12 WIB
Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri terhadap Pasal 3 Ayat 7 PKPU Nomor 5 Tahun 2019. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan peraturan di atasnya, yakni Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah mengatakan, putusan tersebut tidak berlaku surut.

"Kalau di hukum tidak ada hukum berlaku surut karena ada azas legalitas," ujar Abdullah saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Selain memutus pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017, MA menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah Agung juga menghukum termohon, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum, membayar biaya perkara sejumlah Rp1.000.000.

Pada pertimbangannya, majelis hakim MA menilai, pasal tersebut diberlakukan tanpa mengindahkan syarat presidential threshold yang diamanatkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang disadur dari UUD 1945. Maka, tidak menutup kemungkinan di pilpres ke depan, calon Presiden/Wakil Presiden hanya akan berfokus memenangkan pemilu di daerah-daerah strategis saja, seperti Pulau Jawa dan beberapa provinsi yang jumlah pemilihnya besar.

"Sehingga representasi suara rakyat di daerah-daerah yang dianggap kurang strategis (wilayahnya luas secara geografis, namun jumlah pemilihnya sedikit) akan hilang begitu saja berdasarkan prinsip simple majority, yang tentunya justru bertolak belakang dengan maksud dibuatnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang merupakan penjabaran ulang terhadap norma yang terkandung dalam Pasal 6A ayat 3 UUD 1945," demikian bunyi pertimbangan hakim Mahkamah Agung seperti dikutip Liputan6.com, Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Selain itu, jika dilakukan penafsiran secara sistematis terhadap PKPU tersebut, khususnya pasal yang diujikan, maka maknanya dapat dipahami ketentuan ini berlaku untuk segala kondisi. Temasuk, jika pilpres hanya diikuti oleh 2 pasangan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pertimbangan Selanjutnya

Adapun, ketentuan memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, adalah syarat yang logis dalam kontestasi Pilpres di negara Indonesia yang kondisi demografisnya merupakan negara kepulauan yang terbagi 34 provinsi, dengan sebaran populasi penduduk setiap provinsinya tidak proporsional dengan beragam latar belakangnya, baik daerah/wilayah, suku, agama, dan budaya.

"Syarat tersebut, tidaklah menjadi sebuah syarat yang sulit untuk terpenuhi manakala kontestasi Pilpres hanya dikuti dua pasangan calon, ketentuan tersebut telah dirumuskan dengan baik oleh pembentuk konstitusi dan Undang- Undang Pemilihan Umum sehingga syarat perolehan suara (Presidential threshold) tersebut tidak perlu direduksi pada rumusan ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum objek Hak Uji Materiil a quo," jelas hakim.

"Karena apabila salah satu pasangan calon Pilpres memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara nasional, ketentuan untuk memperoleh suara sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari (setengah) jumlah provinsi di Indonesia adalah akan juga bakal dengan sendirinya terpenuhi, bilamana syarat pasangan Capres/Cawapres tersebut berkampanye merata tersebar di semua provinsi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," lanjut hakim Mahkamah Agung soal uji materi Pasal 3 ayat 7 PKPU No 5/2019.

Dinilainya, syarat-syarat tersebut akan saling melengkapi, sehingga menunjukkan Presiden terpilih nantinya akan mencerminkan Presiden NKRI yang mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat pemilih dalam pemilihan umum baik dalam bentuk kuantitas maupun dukungan yang tersebar di setiap provinsi.

"(Pasal 3 Ayat 7 PKPU) secara jelas, menghilangkan syarat Presidential threshold sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara provinsi yang tersebar di lebih dari (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Oleh karenanya norma Ketentuan tersebut tidak mempedomani norma ketentuandiatasnya, yakni pasal 416 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang merupakan norma yang disadur dari Pasal 6A ayat (3) UUD 1945," demikian seperti dikutip.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya