Liputan6.com, Jakarta - Komisi B DPRD DKI Jakarta membahas Rencana Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD 2020 bersama Pemprov DKI Jakarta di Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Pemilihan kawasan Puncak dinilai menjadi tempat yang tepat guna mencegah penyebaran virus Corona Covid-19.
Baca Juga
Rapat tersebut dilaksanakan pada Rabu, 21 Oktober 2020 pukul 09.00 WIB dan hanya berlangsung dalam satu hari.
Advertisement
Grand Cempaka dinilai menjadi tempat yang tepat untuk menggelar rapat yang dihadiri 104 anggota dewan dan jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Menurut Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Dewan DKI Jakarta Hadameon Aritonang, saat pelaksanaan rapat di Puncak itu, seluruh jendela dalam ruangan tersebut akan dibuka. Hal tersebut guna adanya sirkulasi udara.
"Kalau kantor kan tertutup semua, tak ada jendela, kaca semua. Kalau di sini (puncak) kan bisa," ujar Hadameon di Jakarta, Rabu, 21 Oktober 2020.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Alasan Pilih Puncak
Selain itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik mengungkapkan, jumlah peserta rapat sangat banyak, sehingga gedung DPRD DKI di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat dianggap tidak mampu menampung peserta yang hadir.
"Pertimbangan begini, anggota Badan Anggaran (Banggar) ada 52 orang, kemudian ditambah staf itu 70 orang. Lalu dari TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) ada 30 orang plus staf sekitar 100 orang. Nah di kantor, kami ngga bisa karena harus 50 persen kapasitasnya. Mau disterilkan juga nggak cukup 100 orang," ucap Taufik.
Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz menambahkan, rapat di puncak tersebut merupakan fasilitas dari Pemprov DKI Jakarta. Hotel Grand Cempaka Puncak, Bogor dikelola oleh PT Jakarta Tourisindo atau BUMN DKI.
"Di Bogor ini juga fasilitas pemda, digunakan karena di Jaya Raya ini ventilasinya baik sehingga bisa meminimalisir penularan Covid-19," terang Abdul Aziz.
Â
Advertisement
Apakah Rapat Sehari Efektif?
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center For Budget Analys (CBA) Uchok Sky Khadafi mempertanyakan efektivitas rapat kerja pembahasan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2020 yang berlangsung hanya sehari di Hotel Grand Cempaka Resort, Puncak, Bogor.
Menurut Uchok, seharusnya pembahasan tersebut dibuka dulu ke publik sebagai amanat untuk transparansi demi meminimalisir masuknya program-program siluman pada perubahan APBD DKI 2020 ini.
"Makanya dibuka dulu ke publik APBD-nya, jangan jangan asal oke oke saja. Siapa tahu, terselip program selundupan yang seringkali terjadi," kata dia.
Uchok menilai, pembahasan APBD-P yang hanya sehari ini tidak berkualitas karena seperti terburu-buru yang akhirnya merugikan masyarakat Jakarta.
"Kalau sehari rapat APBD, kayak hanya minta stempel saja dari eksekutif ke legislatif. Tanpa membahas, proyek per proyek, sama saja merugikan rakyat Jakarta dong," tegas dia.
Meski hanya sehari dan dilaksanakan di luar kota, Uchok menerangkan, pembahasan perubahan APBD DKI Jakarta itu dianggapnya menguntungkan anggota DPRD DKI Jakarta, karena selain ada uang saku yang lebih besar, dugaan potensi memasukkan program-program lainnya akhirnya semakin besar.
Â
APBD Perubahan DKI Jakarta 2020 Defisit
APBD Perubahan (APBD-P) DKI 2020 diproyeksikan mengalami defisit sebesar 31,04 persen dari semula Rp 87,9 triliun menjadi Rp 60,6 triliun. Defisit ini tercatat dalam dokumen rancangan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) tahun Anggaran 2020.
Perubahan tersebut terjadi akibat perubahan asumsi ekonomi makro dan nilai tukar yang terpengaruh oleh pandemi Covid-19. Asumsi pertumbuhan ekonomi semula diperkirakan sebesar 6,3 persen terkoreksi menjadi -1,1 persen sampai -0,7 persen.
Sementara inflasi yang semula diasumsikan sebesar 3,2 plus minus 1 persen terkoreksi menjadi sebesar 1,5 sampai 1,9 persen.
Kemudian, asumsi nilai tukar rupiah pada fase penetapan APBD 2020 berada pada rentang Rp 14.000 sampai Rp 15.000 per USD. Sementara pada fase Perubahan, asumsi nilai tukar menjadi Rp 14.400 sampai Rp 14.800 per USD.
Taufik mengatakan, perubahan DKI Jakarta tahun 2020 mengalami defisit akibat pandemi Covid-19 bahkan hingga mengalami kontraksi 46 persen.
"Jadi memang (APBD) mengalami kontraksi cukup besar sekitar 46 persen," kata Taufik seperti dilansir dari Antara, Rabu, 21 Oktober 2020.
Menurut dia, nilai APBD-P yang terevisi dengan nilai tersebut, sudah termasuk pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pemerintah pusat sebesar Rp 3,2 triliun.
Sebetulnya, DKI mengajukan dana pinjaman kepada pemerintah pusat mencapai Rp 12,5 triliun, namun dana dicairkan secara bertahap di setiap tahun sampai 2022 mendatang.
"Kami dapat pinjaman PEN, dari situ kami dalami dan tahun ini dapat Rp3,2 triliun. Itu akan dipakai untuk enam kegiatan. Nanti ada infrastruktur kebudayaan dan sejumlah proyek-proyek yang ditetapkan 2020 lalu, namun terkendala karena Covid-19. Nah itu dibiayai memakai PEN," terang politikus Gerindra itu.
Dia mencontohkan sejumlah proyek yang didanai memakai pinjaman dari pusat adalah pembangunan Jakarta International Stadium (JIS), pembebasan lahan Kali Ciliwung maupun di proyek underpass dan flyover.
"Contoh Flyover di Lenteng Agung dan Tanjung Barat yang sudah 90 persen lebih berjalan, tiba-tiba terhenti. Itu dibiayai PEN juga," tegas dia,.
Taufik menargetkan, pengesahan APBD-P akan digelar pada tanggal 13 November 2020 melalui rapat paripurna.
Akan tetapi hingga kini, legislatif dan eksekutif masih membahas dan mendalami Rancangan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan 2020.
Â
Reporter : Fikri Faqih
Sumber : Merdeka
Advertisement