Dua Menteri Jokowi-Ma'ruf Korupsi Demi Keperluan Pribadi

Belum genap dua pekan setelah penangkapan Menteri Edhy Prabowo terkait suap ekspor benih lobster, KPK menjerat Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka korupsi dana bansos Covid-19.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 06 Des 2020, 13:07 WIB
Diterbitkan 06 Des 2020, 13:05 WIB
Pelantikan Menteri Kabinet Indonesia Maju
Presiden Joko Widodo atau Jokowi didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin berfoto bersama jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik di tangga beranda Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Dua menteri Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf Amin dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Keduanya yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Baik Edhy maupun Juliari dijerat lewat jalur operasi tangkap tangan (OTT) oleh tim penindakan KPK. Edhy ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng pada Rabu 25 November 2020 dini hari usai lawatan ke Amerika Serikat.

Sementara Juliari tak tertangkap saat OTT. Juliari dijerat dari rangkaian OTT terhadap pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos, Metheus Joko Santoso. Juliari menyerahkan diri usai KPK mengumumkan dirinya sebagai tersangka.

Edhy yang dijerat sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur menggunakan uang hasil korupsinya untuk kepentingan pribadi. Bahkan, Edhy dan istrinya membelanjakan uang korupsi saat dinas ke Amerika Serikat.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Komisaris PT Aero Citra Kargo (ACK) Ahmad Bachtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri Menteri Edhy sebesar Rp 3,4 miliar.

Uang tersebut diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya Iis Rosyati Dewi, Syafri, dan Andreu Pribadi Misata.

"Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh EP (Edhy Prabowo) dan IRW (Iis Rosyari Dewi) di Honolulu AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta. Uang itu dibelanjakan jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujar Nawawi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (25/11/2020).

Selain itu, Nawawi menyebut, sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima sejumlah uang sebesar USD 100 ribu dari Direktur PT DPP Suharjito melalui Syafri dan Amiril Mukminin.

Sementara Syafri dan Andreu pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp 436 juta dari Ainul Faqih.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (tengah) digiring petugas usai rilis penetapan tersangka kasus dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/11/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap KPK usai lawatan ke Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Edhy sendiri mengakui uang suap yang dia terima diperuntukkan untuk keperluan pribadinya dengan sang istri. Edhy mengakui hal tersebut usai diperiksa tim penyidik di Gedung KPK, Kuningan, Kamis (3/12/2020).

Edhy mengatakan, dalam pemeriksaan ini, tim penyidik KPK mencecar mengenai berbagai barang mewah yang dibeli Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi saat kunjungan kerja ke Hawaii.

"Saya dikonfrontasi dengan bukti-bukti. Sudah saya akui semuanya. Barang-barang yang saya belanjain di Amerika itu. Baju, apa, semuanya," ujar Edhy, Kamis (3/12/2020).

Edhy berjanji dirinya bakal kooperatif terhadap penyidik di KPK. Dia memastikan akan mengikuti proses hukum yang berjalan di KPK.

"Ya saya diperiksa. Saya ikuti. Mohon doanya saja," kata dia.

Sementara Juliari, masih belum diketahui diperuntukan apa saja uang suap yang dia terima. Namun Ketua KPK memastikan jika uang haram yang masuk ke kantong pribadi Juliari untuk keperluan pribadi sang menteri dari PDIP ini.

"Diduga dipergunakan untuk keperluan pribadi JPB (Juliari)," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung Penunjang KPK, Minggu (6/12/2020) dini hari.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Mensos Korupsi Bansos Covid-19

Mensos Juliari Batubara
Menteri Sosial Juliari P Batubara tiba di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020). Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sementara Mensos Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) corona Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Juliari diduga menerima fee sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu.

Firli mengatakan, penerimaaan suap terhadap Juliari bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun untuk total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode. Untuk memuluskan itu, Juliari menerima fee dari tiap-tiap paket bansos.

"Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpakat bansos," ujar Firli

Firli menyebut, pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, Juliari diduga telah menerima fee sebesar Rp 8,2 miliar dari total uang Rp 12 miliar yang diterima oleh Matheus. Uang untuk Juliari diberikan Matheus melalui Adi Wahyono.

Menurut Firli, pemberian uang tersebut dikelola oleh seseorang bernama Eko dan Shelvy N selaku Sekretaris di Kemensos yang juga orang kepercayaan Juliari. Uang itu digunakan untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos ini terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar. Firli menduga uang tersebut juga akan dipergunakan untuk keperluan pribadi Juliari.

Kasus ini diungkap melalui operasi tangkap tangan pada 5 Desember 2020 dini hari di beberapa tempat di Jakarta. Tim penindakan KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).

KPK sendiri menyatakan pihaknya dalam bekerja tidak pandang bulu. Dia menyebut, setiap warga negara adalah sama di mata hukum.

"Di hadapan hukum, setiap warga adalah sama, baik itu bupati, wali kota atau pun menteri adalah setiap orang sebagai subyek hukum," ujar Ghufron kepada Liputan6.com, Minggu (6/11/2020).

Ghufron mengatakan, KPK dibentuk untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Menurutnya, siapa pun penyelengara negara yang tak patuh hukum, akan dijerat.

"Pembentukan KPK adalah wujud komitmen bangsa Indonesia untuk membersihkan korupsi, karena disadari korupsi menjauhkan pembangunan dari pencapaian tujuan besar negara yaitu adil dan makmur. Karena itu KPK berkomitmen untuk amanah terhadap tugas tersebut," kata dia.

Dia berharap, tak ada lagi pihak yang berani bermain-main dengan jabatan atau merugikan keuangan negara. Sebab, dia memastikan akan menjerat siapa saja yang tak mengindahkan upaya pencegahan yang sudah dilakukan pihaknya.

"Kami berharap ini adalah yang terakhir, jangan ada lagi yang masih melakukan korupsi karena KPK akan menegakkan hukum secara tegas," kata Ghufron.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya