Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Anwar Makarim meminta maaf terkait adanya kontroversi Kamus Sejarah Indonesia yang diterbitkan Kemendikbud. Dia meminta maaf saat menemui Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi PKB, Luqman Hakim menghargai permintaan maaf dan klarifikasi Nadiem saat silaturahim ke PBNU. Namun permintaan maaf itu dinilainya belum cukup melegakan sebagian besar keluarga NU.
"Sebagai bagian dari keluarga besar NU, saya merasa klarifikasi permintaan maaf yang dilakukan Mendikbud Nadiem Makarim kepada PBNU belum cukup melegakan. Kenapa? Kami, keluarga besar NU selama ini sering menjadi korban dari penyusunan sejarah yang manipulatif dan tidak jujur," ucapnya, Kamis (22/4).
Advertisement
"Saya (dan juga keluarga besar NU) khawatir dalam penulisan Kamus Sejarah Indonesia masih akan merugikan umat Islam, khususnya NU," sambungnya.
Menurutnya, Resolusi Jihad NU 22 Oktober 1945 yang berisi fatwa bahwa wajib bagi setiap orang Islam berjuang mempertahankan kemerdekaan melawan penjajah yang kembali datang, selama ini disembunyikan dari dokumen sejarah.
"Padahal Resolusi Jihad NU 22 Oktober 1945 inilah awal mula adanya pertempuran Surabaya yang melahirkan hari Pahlawan 10 November. Tidak akan ada hari Pahlawan 10 November jika tidak ada Resolusi Jidah NU 22 Oktoter," kata dia.
Luqman bilang, negara akhirnya mengakui sejarah Resolusi Jihad NU 22 Oktober setelah PKB sebagai kekuatan politik NU menjadi bagian penting dari kekuasaan pemerintahan Presiden Jokowi. Kemudian, melakukan berbagi langkah meluruskan sejarah pertempuran Surabaya.
Menurutnya, selama Orde Baru yang disokong Golkar dan ABRI berkuasa, sama sekali tidak pernah diungkap sejarah Resolusi Jihad NU 22 Oktober itu. Dirinya juga selama menempuh pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi tak pernah menemukan penjelasan peristiwa Resolusi Jihad NU 22 Oktober di dalam pelajaran sejarah.
"Ini bukanlah kelalaian. Manipulasi sejarah ini bukan hanya disengaja, tetapi dilakukan secara sistematis oleh kekuatan politik dan ekonomi yang besar," ungkapnya.
Luqman menegaskan, bahwa sampai saat ini masih banyak fakta sejarah peranan ulama, kiai dan NU dalam perkembangan bangsa Indonesia yang ditutup-ditutupi oleh kekuatan tertentu. Sehingga, tidak diketahui masyarakat luas.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kemendikbud Disusupi Kontra NKRI?
Menurutnya, tidak dicantumkannya nama KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Kemendikbud, bukanlah kelalaian atau kekhilafan. Lukman menduga Kemendikbud telah disusupi kekuatan kontra NKRI yang ingin memecah belah bangsa Indonesia.
Caranya, dengan mendiskriminasikan kelompok-kelompok tertentu di dalam masyarakat melalui penulisan sejarah dalam hal ini kelompok NU.
"Jika klarifikasi dan permintaan maaf Nadiem Makarim ke PBNU tidak dilanjutkan dengan evaluasi total seluruh dokumen sejarah yang telah diterbitkan negara dan meluruskannya dengan menggandeng pihak yang berkompeten termasuk PBNU, maka bagi saya kehadiran Nadiem Makarim ke PBNU hanyalah sekedar upaya mencari suaka politik agar tidak dicopot oleh Presiden Jokowi," ucapnya.
Oleh karena itu, Luqman meminta kepada Presiden Jokowi agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Kemendikbud. Sehingga dapat dibersihkan dari kekuatan yang ingin memecah belah bangsa.
Luqman bilang, harus ditemukan pihak-pihak yang secara sengaja dan sistematis melakukan manipulasi dengan menghilangkan peran ulama dan organisasi Islam dalam sejarah bangsa. Tak peduli siapa pun yang melakukan dan kapan dilakukannya.
"Selain itu, saya juga meminta kepada pemerintah, agar menjadikan kasus manipulasi Kamus Sejarah Indonesia yang terjadi ini sebagai momentum untuk meninjau ulang seluruh dokumen sejarah perjalanan bangsa. Proyek pelurusan sejarah ini akan menjadi salah satu legacy mulia dan berharga dari Presiden Jokowi jika dilakukan dengan sungguh-sungguh," pungkasnya.
Reporter: Genan Kasah
Sumber: Merdeka.com
Advertisement