Liputan6.com, Jakarta Musibah tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 memupuk dukungan kepada pemerintah untuk agenda modernisasi alutsista.
Sejumlah pengamat mengatakan langkah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam memenuhi kebutuhan alutsista dalam rangka mendukung tugas pokok TNI menjaga wilayah kedaulatan Indonesia patut didukung.
Curie Maharani, dosen hubungan internasional Universitas Bina Nusantara mengapresiasi kebijakan Prabowo dalam menertibkan kerjasama-kerjasama pertahanan satu pintu lewat Kemhan. Ia mengatakan, Prabowo sudah berhasil menertibkan komunikasi dan prosesnya di bawah keamanan Kemhan.
Advertisement
Dan untuk memperlancar hubungan Indonesia dengan industri luar, ia mengatakan bahwa intervensi pemerintah diperlukan lewat diplomasi pertahanan yang dilakukan oleh Prabowo.
"Perkenalan ini bisa buka potensi kerja sama yang lebih luas lagi. Pak Prabowo harus tunjukkan Beliau punya pencapaian lebih dari pendahulunya. Kita harap Prabowo bisa mendobrak kesulitan pengadaan yang dialami pendahulunya," ujar Curie dalam diskusi virtual dengan tema Meninjau Diplomasi Pertahanan yang digelar Kajian Strategis Hubungan Internasional (KSHI), Sabtu (24/4/2021).
Sementara itu, pengamat pertahanan Universitas Paramadina Anton Aliabbas berpandangan bahwa insiden KRI Nanggala-402 baiknya menjadi momentum bagi pemerintah untuk mereview rencana pembelian alutsista.
"Sehingga tidak hanya mementingkan kuantitas, tapi juga mempertimbangkan kualitas alutsista yang kita beli," ujarnya
"Tidak perlu glorifikasi kita negara pertama beli alutsista apa, tapi standing kita beli alutsista yang battle proven untuk menghindari kejadian serupa yang dialami kapal selam TNI AL baru-baru ini," imbuh dia.
Ia pun menyatakan bahwa dirinya yakin jika Prabowo sudah punya agenda spesifik tertentu pada setiap kunjungan meski belum tentu efeknya bisa langsung.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Agenda Evaluasi Alutsista
Dalam kesempatan berbeda, pengamat pertahanan Susaningtyas Kertopati, menyarankan agar agenda evaluasi alutsista penting untuk didukung agar tak semakin banyak putra terbaik bangsa menjadi anumerta pada usia muda.
"Ini memang kecelakaan kapal selam pertama di Indonesia. Perlu ada evaluasi alutsista yang kita miliki, sistem perawatan (MRO)nya, berikut juga kebijakan anggaran pertahanan serta penerapannya," ujarnya.
Susaningtyas melanjutkan bahwa evaluasi lembaga pendidikan TNI juga harus dilakukan agar para perwira mendapat kesempatan memperoleh ilmu pengetahuan juga teknologi alutsista yang mumpuni.
"Scholar Warrior (perwira/prajurit akademik) harus semakin banyak di TNI. Komandan KRI Nanggala Letkol TNI (laut) Heri Oktavian lulusan NTU Singapore dan Sesko-nya di Jerman. Sedih sekali harus jadi anumerta di usia muda," kata dia.
Â
Advertisement